Jakarta, CNN Indonesia -- Permainan kartu dan karaoke menjadi kegiatan menghabiskan waktu bagi para pekerja migran di rumah perahu yang sempit di Sungai Merah, Hanoi, Vietnam.
Jika sedang tidak ada pertandingan kartu atau acara bernyanyi bersama, rumah-rumah perahu ini menjadi hunian para penjual buah.
Rumah perahu menjadi hunian bagi mereka yang berusaha mencari peruntungan dari desa ke kota.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kehidupan di rumah perahu bisa jadi sulit. Tidak ada listrik dan tidak ada air mengalir dalam perahu yang disewakan US$40 sen (sekitar Rp6.000) per malamnya.
Di dalam perahu penghuni tidur di atas tikar tipis. Tidak ada privasi di sini, karena keadaannya sungguh sesak.
Tetapi para pekerja migran dapat memperoleh hingga US$8 (sekitar Rp111 ribu) per hari dari hasil menjual pisang, mangga, buah naga dan lemon dengan cara keliling sepeda membuka kios di pasar dekat ibukota Vietnam yang ramai.
Penghasilan itu empat kali lipat dari pendapatan Nguyen Thi Hong di pabrik garmen desanya.
"Saya tidak bisa mendapatkan cukup uang untuk membesarkan anak-anak saya," katanya, menjelaskan bahwa ketiga anaknya kembali ke rumah bersama ayah mereka di Ba Vi, sejauh 60 kilometer dari Hanoi.
"Jadi saya memutuskan untuk pindah ke sini."
Setiap tahunnya, lebih dari 260 ribu pekerja migran berdatangan ke Hanoi dan Ho Chi Minh untuk belajar atau bekerja.
Banyak yang bekerja sementara di bidang konstruksi atau sebagai pembantu rumah tangga, pengasuh anak, dan pedagang.
Upah di kota setidaknya dua kali lipat dari pedesaan, di negara di mana Bank Dunia mengatakan pendapatan tahunan rata-rata penduduknya sekitar US$2.600 (sekitar Rp3,6 juta).
Buruh migran berjuang untuk mengakses "pekerjaan layak dan layanan pemerintah" dan rentan terhadap pelecehan seksual atau perburuhan, kata Nguyen Quoc Nam dari Organisasi Internasional untuk Migrasi di Hanoi.
Tetapi bagi banyak pekerja yang tinggal di Sungai Merah, fleksibilitas dan persahabatan yang datang dengan penjualan buah menjadi kebahagiaan yang sederhana bagi mereka.
"Ini rumah besar tempat kami berbagi masalah dengan satu sama lain. Jika saya dalam keadaan darurat, saya bisa dengan mudah meminjam uang," kata penjual pasar berusia 54 tahun, Han Van Hoa, yang telah menghuni kapal bersama istrinya selama sekitar 10 tahun.
Seperti penghuni lainnya, ia bangun sejak dini hari untuk membeli buah secara grosir sebelum menuju ke pasar Hanoi.
Sementara kota telah berubah dari daerah terpencil komunis yang tenang menjadi pusat komersial yang tumbuh cepat, Han Van Hoa mengatakan orang-orang seperti dia tetap berada di dasar piramida sosial.
"Hanoi telah berkembang," katanya. "Tapi kita belum."
(afp/ard)