Banyuwangi, CNN Indonesia -- Setiap kali mendengar lagu Toto yang berjudul Africa, benak saya langsung terbayang oleh padang rumput atau sabana luas berwarna kekuningan yang dihuni macan, singa, gajah, dan jerapah.
Tapi membayangkan bisa wisata ke Afrika saja sudah membuat jiwa dan dompet millennial saya meronta. Selain harus menyiapkan tiket dan visa, rasanya perlu merogoh kocek lebih dalam untuk untuk bisa wisata safari nyaman dan mewah di sana seperti Meghan Markle atau selebriti Hollywood lainnya.
Setelah mengumpulkan banyak informasi soal wisata safari di Indonesia, pilihan saya akhirnya jatuh ke Taman Nasional Baluran di Banyuwangi. Dekat, murah, dan indah, itulah yang menjadi alasan saya memilih untuk datang ke sana pada akhir pekan kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada penerbangan langsung dari Jakarta ke Banyuwangi yang berdurasi sekitar 1 jam 50 menit. Tapi kalau tiketnya habis, siap-siap untuk transit dulu di Surabaya seperti yang saya alami.
Dari hotel saya di Banyuwangi, Taman Nasional Baluran hanya berjarak satu jam perjalanan berangkat. Total dua jam untuk pulang pergi.
Taman nasional seluas 25 hektare ini buka setiap hari mulai pukul 08.00 hingga pukul 16.00 WIB.
Harga tiket masuknya untuk wisatawan domestik Rp15 ribu per orang, sedangkan untuk wisatawan mancanegara Rp150 ribu. Kedua tarif ini merupakan di luar hari libur.
Sementara saat hari libur, tarifnya sebesar Rp17.500 untuk untuk wisatawan domestik dan Rp225 ribu untuk wisatawan mancanegara.
Ada banyak cara mengunjungi Taman Nasional Baluran. Bisa ikut open trip, membeli paket wisata, atau menyewa trip privat seperti saya yang sudah lengkap dengan mobil, supir, dan pemandu wisata. Harganya memang lebih mahal, tapi waktu berkunjungnya lebih leluasa.
Tak mau membuang waktu sekitar pukul 08.00 WIB, saya sudah tiba di loket pembelian tiket. Setelah mendapatkan tiket, saya langsung memulai petualangan saya ditemani pemandu wisata bernama Heru.
Jalanan di dalam taman nasional telah dilapisi aspal sehingga perjalanan terasa nyaman. Jalanan berangkat juga akan dilalui saat pulang. Total panjang jalan dari tempat penjualan tiket hingga Pantai Bama kurang lebih sekitar 14,8 km.
Sepanjang perjalanan menuju Sabana Bekol, kawanan monyet akan menyapa. Mereka berkumpul di tempat penampungan air yang memang disediakan oleh pengelola yang dibangun di pinggir jalan.
 Monyet liat yang bertengger di pohon. (CNN Indonesia/ Bisma Septalisma) |
Dikatakan Heru, biasanya setiap sore menjelang malam, kawanan rusa, banteng, hingga macan bakal ke tempat itu untuk mencari air.
Saat saya tiba di Baluran, ternyata tiga hari sebelumnya sempat terjadi kebakaran hutan di sejumlah titik. Untungnya petugas setempat sigap untuk memadamkan api sehingga tak meluas.
Bekas kebakaran itu masih nampak jelas saat saya melintas. Asap masih terlihat mengepul di lahan bekas terbakar. Aroma terbakar juga masih cukup tercium dengan jelas.
Sebelum tiba di padang rumput, saya sempat melintas di daerah hutan hijau atau evergreen. Berbeda dengan daerah lainnya yang gersang, di daerah ini justru ditumbuhi pepohonan hijau.
Dulunya, menurut Heru, pepohonan hijau di sini terbilang lebat. Bahkan pepohonannya sampai membentuk semacam kanopi, sehingga cahaya matahari terkadang tidak dapat menembusnya.
Namun, saat ini pepohonan di evergreen sudah tak serapat dulu. Diperkirakan hal itu dikarenakan perubahan iklim yang membuat bumi semakin panas, sehingga pohon muda jadi lebih lama tumbuh.
Saya akhirnya tiba di padang rumput kebanggaan Baluran. Lokasi ini menjadi salah satu spot berfoto yang kerap diincar oleh wisatawan.
Selain pagi hari, wisatawan disarankan ke sini saat senja. Di dua waktu itu hewan-hewan bakal berkeliaran untuk mencari makan.
 Pagi hari rusa terlihat mencari makan. (CNN Indonesia/ Bisma Septalisma) |
Berlatar belakang sabana yang gersang, ditambah dengan pohon akasia, foto yang diambil pun akan sangat menarik untuk diunggah di media sosial.
Tak jauh dari lokasi itu, ada satu spot foto lain yang tak kalah menarik, yakni belasan tengkorak kepala banteng dan kerbau yang berjajar. Spot itu tak kalah menarik perhatian wisatawan untuk mengambil foto.
 Banteng yang menjadi ikon Taman Nasional Baluran. (CNN Indonesia/ Bisma Septalisma) |
Puas menikmati pemandangan di sekitar sabana, saya diajak untuk melihat tempat penangkaran atau banteng. Di kandang itu, ada sekitar enam banteng yang dikembangbiakkan.
Jumlah banteng yang ada di Baluran pernah menurun meski saat ini sudah mulai terjadi peningkatan. Padahal banteng merupakan simbol dari Taman Nasional Baluran.
Perjalanan di Taman Nasional Baluran masih berlanjut di halaman berikutnya...
Pantai BamaSetelahnya puas berfoto di padang rumput, saya melanjutkan perjalanan menuju arah Pantai Bama. Pantai itu menjadi ujung dari jalanan sepanjang 14,8 km di kawasan Baluran.
Suasana di Pantai Bama cukup ramai. Maklum, saya ke sana tepat di hari Minggu, sebagai banyak wisatawan yang menikmati waktu liburnya di sana, terutama para keluarga.
Meski di kawasan pantai, namun puluhan ekor monyet tampak lalu lalang mencari makan di antara para pengunjung yang tengah menikmati waktu santai.
 Pemandangan di Pantai Bama. (CNN Indonesia/ Bisma Septalisma) |
Di Pantai Bama, terdapat sebuah warung makan. Saya mampir ke sana untuk mengisi perut yang mulai keroncongan. Letaknya yang terbilang cukup dengan dengan pantai, semilir angin laut menemani saya menyantap makanan.
Perut kenyang, saya pun mulai menelusuri pinggiran pantai berpasir putih itu. Puas menikmati birunya air laut, saya menyempatkan diri ke dermaga hutan bakau atau mangrove.
 Hutan bakau dekat Pantai Bama. (CNN Indonesia/ Bisma Septalisma) |
SenjaSetelahnya santai di Pantai Bama, sekitar pukul 15.00 WIB saya kembali melanjutkan perjalanan ke Sabana Bekol untuk menikmati pemandangan matahari terbenam.
Dan saya benar-benar terpesona dengan pemandangan senja di sini. Yang diperbincangkan orang tentang Africa van Java di Taman Nasional Baluran ternyata benar adanya.
Walau jumlahnya tak banyak, sesekali hewan liar seperti rusa atau monyet terlihat berkeliaran di tengah padang rumput yang menguning keemasan.
 Kawanan Burung Merak. (CNN Indonesia/ Bisma Septalisma) |
Pukul 17.00 matahari mulai terbenam dan gelap mulai menyelimuti. Apalagi tak ada lampu penerangan jalan di sana. Karenanya wisatawan sebenarnya tak diperbolehkan untuk berada di sana hingga malam.
Jika ingin menikmati suasan malam di Baluran, ada tiga penginapan yang disediakan di sana di dekat Sabana Bekol. Tarif yang ditawarkan pun relatif murah, mulai harga Rp100 ribu hingga Rp400 ribu per malam.
Selain itu di dekat Pantai Bama juga terdapat satu penginapan. Tarif yang dipatok sekitar Rp200 ribu per malam.
Waktu itu saya beruntung, karena Heru pernah bekerja di Baluran sehingga saya bisa nego untuk menikmati heningnya malam di sana meski tak menginap.
 Pemandangan malam di Sabana Bekol. (CNN Indonesia/ Bisma Septalisma) |
Setelah puas menikmati hamparan bintang di atas langit Baluran, saya memutuskan untuk pulang ke hotel. Oh ya, saya juga mulai membutuhkan sinyal ponsel. Maklum, sinyal memang bisa dibilang susah di Baluran. Sinyal hanya bisa didapatkan di dekat kantor pengelola saja.
Di perjalanan keluar dari Baluran, masih ada satu hal yang ingin saya lakukan. Yakni merasakan sensasi bertemu dengan macan atau banteng di perjalanan.
Pasalnya, macan dan banteng biasanya memang baru keluar malam hari untuk mencari minum di tempat-tempat yang memang sengaja dibuat oleh pengelola.
Benar saja, saya akhirnya bertemu dengan seekor banteng tanpa sengaja. Banteng itu tiba-tiba keluar dari balik pepohonan saat mobil yang saya naiki melintas.
Ukurannya membuat saya terkejut. Besar sekali. Sangat berbeda dengan ukuran banteng yang ada di penangkaran.
Namun sayangnya saya tak sempat berjumpa dengan macan yang ada di Baluran. Belum beruntung mungkin.
Perjalanan saya di Baluran berakhir saat saya tiba kembali di tempat pembelian tiket. Titik lokasi yang sama saat saya memulai petualangan saya di Baluran pagi tadi.
Perjalanan saya di Taman Nasional Baluran menjadi pengalaman yang luar biasa. Rasanya bahagia melihat satwa liar hidup di alam bebas ternyata memang sangat berbeda saat melihat mereka terkurung dalam kandang di kebun binatang komersil.