Jakarta, CNN Indonesia -- Ledakan
bom yang diduga bunuh diri terjadi di
Mapolrestabes Medan, Sumatra Utara, Rabu (13/11).
Setidaknya enam orang tewas dalam insiden tersebut. Sementara pelaku dilaporkan tewas.
Tak ayal, insiden itu pun memicu keramaian di jagat maya. Sejumlah foto dan video terkait ledakan dengan gambar yang tidak sepantasnya tersebar begitu saja dan dilihat banyak orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aksi penyebaran gambar melalui broadcast memang kerap mewarnai beragam insiden seperti ledakan bom atau bencana alam. Namun, tanpa disadari, aksi itu bisa berujung bahaya pada kesehatan mental siapa pun yang melihatnya.
Secara psikologi, konten-baik dalam medium foto atau video-yang mengerikan dapat memicu trauma pada seorang individu.
"Jika saya harus memberikan tip, maka saran saya adalah jangan menonton atau melihat gambar-gambar yang mengerikan," ujar psikolog dari University of California, Amerika Serikat, Roxane Cohen Silver, mengutip situs kesehatan
mental Promises Behavioural Health. Silver merupakan anggota tim peneliti yang mempelajari efek psikologis dari melihat cuplikan berita-dengan berbagai medium-tentang insiden-insiden kekerasan secara berulang. Pengeboman maraton Boston 2013, tragedi 11 September 2001, hingga Perang Irak menjadi beberapa objek penelitiannya.
Studi yang dilakoni Silver menemukan, sebagian besar pemirsa yang menonton atau menyaksikan berita berulang tentang insiden mengalami trauma psikologis. Trauma yang dialami bahkan lebih parah dibandingkan dengan korban atau saksi aktual peristiwa terkait.
Trauma akibat paparan gambar mengerikan itu bisa ditandai oleh beberapa hal. Misalnya saja masalah tidur dan rasa cemas berlebih. Anda disarankan waspada jika rasa cemas itu muncul seperti takut untuk pergi ke luar rumah atau mengalami mimpi buruk.
Tak hanya itu, paparan konten kekerasan seperti foto dan video ledakan bom medan juga bisa berujung pada perilaku agresif seseorang.
Mengutip
Psychology Today, otak akan terhubung pada
mirror neuron yang memungkinkan seseorang untuk mengamati, berempati, dan meniru.
Pada satu sisi,
mirror neuron sangat bermanfaat untuk membantu seseorang bertahan di tengah kehidupan sosialnya.
Neuron membentuk dasar hubungan emosional, budaya, dan komunitas.
Sayangnya
mirror neuron tak memiliki batas. Paparan apa saja bisa dicerna dan ditangkap baik-baik, termasuk konsep-konsep kekerasan yang muncul dalam gambar serta video insiden ledakan bom.
Singkat kata,
mirror neuron tak mampu melindungi diri dari pelepasan emosi secara destruktif atau perilaku-perilaku kekerasan. Dengan demikian, sebaran foto dan video kekerasan seperti ledakan bom medan dapat memicu perilaku agresif pada seseorang yang melihatnya.
[Gambas:Video CNN] (asr/asr)