kini sudah jadi bagian dari kehidupan masyarakat Jakarta dan sekitarnya serta banyak kota di Indonesia, khususnya untuk mereka yang suka
murah dan kenyang.
Data yang dihimpun Sour Sally Group (SSG) menyebut terdapat hampir 35 ribu jumlah Warteg yang ada di Jabodetabek.
Porsi yang besar, harga yang murah, dan rasa seperti makan di rumah membuat Warteg laris manis. Pilihan lauk mulai dari telur, ayam dan ikan hingga macam-macam sayuran, dan tak lupa gorengan serta kerupuk membuat Warteg semakin diminati. Ditambah dengan segelas es teh manis akan melepas dahaga saat makan di Warteg.
Paket komplit yang mengenyangkan di Warteg ini bisa didapatkan berkisar dari Rp10-20 ribu saja.
Selain kenikmatan yang murah meriah dari Warteg, warung makan ini juga memiliki kesan negatif terutama masalah tempat dan kebersihan makan.
"Kami melakukan survei pasar kepada 72 responden dan menemukan masalah pada Warteg meliputi tikus, ada kucing? bau rokok, dan peralatan yang kurang higienis," kata CEO SSG Donny Pramono dalam media gathering Wowteg di SIAL Interfood, Jakarta, Rabu (13/11).
'Kekurangan' pada Warteg ini membuat sejumlah pegiat kuliner mencari cara untuk melakukan perbaikan pada Warteg. Sejumlah Warteg yang modern dan kekinian muncul sebagai pilihan baru.
Warteg yang 'naik kelas' ini menawarkan kebersihan makanan dan kenyamanan tempat makan. Namun semua ini tentunya diikuti dengan penambahan harga juga. Warteg kekinian alias warteg naik kelas ini memiliki harga yang lebih mahal ketimbang Warteg pada umumnya.
Sepeda motor kuno berwarna merah putih menyambut kedatangan di Wahteg. Sepeda motor itu sengaja diletakkan di bawah tulisan Wahteg dan di antara dua pintu masuk warteg yang bernuansa klasik ini.
Wahteg menyulap ruko dengan lebar 4 meter menjadi warteg elite nan klasik. Desain Wahteg yang berlokasi di Tanjung Duren, Jakarta Barat ini dibuat menyerupai warteg pada umumnya yakni dengan kusen berwarna hijau.
Saat masuk ke dalam Wahteg, pengunjung bisa langsung memesan makanan dengan melihat pilihan menu ala warteg yang disusun di lemari kaca. Piring dan mangkuk yang digunakan pun merupakan piring enamel jadul dengan warna putih hijau.
Aneka lauk seperti tongkol suwir, cumi asin, ayam goreng, telur, kentang balado, bisa dinikmati di sini. Pilihan sayuran pun juga beragam mulai dari daun singkong, lodeh, sup, sayur asem, terong balado, tumis toge, kangkung, hingga jengkol tersedia di Wahteg.
Minuman limun aneka rasa yang hit pada masanya juga bisa dinikmati kembali di Wahteg. Minuman ini didatangkan langsung dari Pekalongan, tak jauh dari Tegal.
 Foto: CNN Indonesia/ Puput Tripeni Juniman |
Pilihan saya jatuh pada tongkol suwir, sayur sup, kentang potong dadu, dan sambal terasi, serta segelas teh tawar panas. Saya mesti merogoh kocek dengan harga Rp39.300 untuk sepiring makanan ala Warteg ini.
Setelah mendapatkan makanan, pengunjung bisa memilih makan di lantai dasar atau naik ke lantai 2 yang lebih luas.
Soal rasa makanan, Wahteg menghadirkan sensasi khas warteg. Suwir tongkol memiliki rasa dan aroma yang kuat. Berpadu dengan kentang potong dadu balado yang sudah dingin, seperti di Warteg sungguhan.
Kuah sayur sup juga memberikan rasa gurih, walaupun wortel dan sayuran lainnya terlalu lunak. Kenikmatan juga datang dari sambal terasi yang pedas.
Wahteg juga dirancang jadi tempat makan yang serupa dengan kafe sehingga pengunjung bisa berlama-lama karena tersedia free wifi, AC, dan stop kontak. Popularitas selebgram Rachel Vennya membuat Rumah Sedep, usaha yang dimilikinya ikut viral beberapa waktu lalu. Rumah Sedep merupakan rumah makan berkonsep warteg modern yang berada di Tebet, Jakarta Selatan.
Saat masuk, pelanggan dapat langsung memilih makanan yang terletak di wadah aluminium. Pilihan karbohidrat terdiri dari nasi merah dan nasi putih.
Pilihan lauk pun komplit mulai dari ayam balado, ati ampela, cumi asin, cumi tinta hitam, cumi asin tepung, tumis kerang, telur balado, kikil, dan ceker ayam bumbu rica. Satu porsi lauk ini dihargai mulai dari Rp12 ribu.
Pilihan makanan lanjut pada bagian sayuran seperti kentang balado, tempe orek, cah tauge, terong balado, tumis kangkung, kulit melinjo, sayur lodeh, dan sayur asem. Satu porsi mulai dari Rp5 ribu hingga Rp8 ribu.
Tersedia tiga pilihan sambal yakni terasi, matah, goang dengan harga Rp4.500. Aneka gorengan seperti tahu, tempe, bakwan jagung, dan martabak bisa dinikmati dengan harga Rp4.500.
 Foto: CNN Indonesia/ Puput Tripeni Juniman |
Pilihan saya jatuh pada tumis kerang, tumis kangkung, sambal terasi, dan sambal goang serta segelas jeruk panas. Total, saya mesti membayar Rp44.300 sudah disertai dengan service charge dan pajak restoran.
Tumis kerang ala Rumah Sedep merupakan tumis kerang yang segar, tapi terlalu lunak untuk makanan di warteg yang biasanya cenderung kering dan keras. Rasa pedas juga datang dari potongan cabai rawit. Tumis kangkung juga terasa lebih lunak sehingga lebih mudah dikunyah daripada kangkung biasanya. Kangkung juga lebih licin karena minyak yang terasa. Sambal terasi melengkapi pedas ala warteg modern ini.
Segelas es jeruk panas menutup makan siang saya di Rumah Sedep yang semakin ramai di siang hari. "Kayak makan di kondangan ya," kata salah seorang pelanggan Di Warteg, siang itu.
Di Warteg merupakan Warteg kekinian yang memiliki konsep prasmanan. Pelanggan bisa mengambil lauk sendiri sesuai dengan porsi masing-masing, persis seperti saat makan di kondangan.
Saat saya datang sekitar pukul 12.30 untuk makan siang di Di Warteg, sejumlah lauk telah habis. Hanya tersisa beberapa pilihan lauk dan sayuran dengan jumlah yang terbatas.
Jika ingin menikmati menu lengkap Di Warteg, sebaiknya datang lebih pagi karena Warteg ini memang menjadi pilihan populer pekerja di kawasan Kemang.
 Foto: CNN Indonesia/ Puput Tripeni Juniman |
Saya mengambil nasi merah, orek tempe, dan kakap asam manis. Kakap memang bukanlah lauk yang umum dijumpai di warteg pada umumnya. Namun, tampilannya yang menggoda membuat saya menjatuhkan pilihan pada kakap asam manis.
Setelah mengambil lauk, pengunjung bisa langsung duduk di meja besar di tengah Warteg bergabung dengan pembeli lain. Ada juga meja yang menempel ke sisi dinding persis seperti Warteg kebanyakan.
Di Warteg juga memiliki rasa seperti makan di Warteg tradisional. Rasa nasi merah merupakan perpaduan pulen dan perak, walaupun sebenarnya nasi merah bukanlah hal lazim yang untuk sebuah Warteg.
Orek tempe punya bumbu yang tak terlalu manis. Sedikit berbeda dengan Warteg kebanyakan keras dan kering. Daging kakap juga lembut dan kriuk karena digoreng dengan tepung terlebih dahulu. Bumbu serai dan jahe juga terasa pada kakap.
Setelah makan, jangan lupa untuk membayar dengan mengingat kembali makanan yang sudah masuk ke perut. Perkembangan zaman juga membuat Warteg ikut bermetamorfosis seperti Wartegpedia. Wartegpedia yang baru saja buka di Chase Plaza, Sudirman ini merupakan Warteg kekinian dengan konsep grab & go yang memudahkan orang untuk langsung mengambil makanan lalu pergi.
Konsep grab & go membuat semua menu makanan di Wartegpedia sudah dikemas dalam kemasan plastik. Nasi beserta lauk dan sayur khas Warteg sudah disusun dan tak bisa dipilih sesuka hati.
Kendati demikian, konsep ini memudahkan kaum pekerja untuk menikmati makanan ala Warteg yang lebih praktis karena lebih cepat karena tak perlu bingung memilih makanan dan menunggu untuk dikemas.
Ada paket nasi timbel yang terdiri dari nasi putih, ikan jambal asin goreng, tempe tahu goreng, ayam goreng, kerupuk, sambal penyet, dan lalapan.
 Foto: CNN Indonesia/ Puput Tripeni Juniman |
Ada pula nasi honje yang terdiri dari nasi putih, cumi asin cabe hijau, ayam honje atau tepung, mi goreng Warteg, telur dadar iris, lalapan, sambal bajak, dan kerupuk. Selain itu juga ada tersedia paket nasi bakar dan nasi bungkus daun. Paket nasi ini berkisar dari Rp35 ribu hingga Rp45 ribu.
Untuk porsi yang lebih mini, cocok untuk sarapan pagi terdapat aneka nasi kucing seharga Rp20 ribu yang dikemas dalam wadah plastik kecil seperti kemasan puding. Aneka nasi panas ini bisa langsung dinikmati atau dipanaskan terlebih dahulu.
Siang itu saya memilih nasi honje untuk menikmati cumi asin cabe hijau seperti di Warteg. Cumi asin terasa segar dan mudah digigit. Bumbu mi goreng juga pas seperti khas pada Warteg.
Ayam honje merupakan ayam tepung asam manis yang agak kering. Sambal bajak yang pedas melengkapi makan siang kali ini. Wowteg menawarkan konsep warteg modern yang bersih dan terstandarisasi dari segi rasa, pengolahan makanan, dan penyajian.
Standarisasi itu datang dari dapur pusat yang yang sudah bersertifikasi HACCP. Sertifikasi ini menunjukkan dapur memiliki kebersihan dan proses operasional yang memenuhi ketentuan.
Hampir 70 persen makanan di Wowteg merupakan makanan tradisional khas warteg seperti mi goreng, ayam goreng, ikan tongkol, perkedel kentang, telur dadar, sayur sop, terong balado, tempe orek, dan gorengan.
Sekitar 30 persen menu diisi oleh menu-menu kekinian seperti ayam goreng Korea yang sedang hit dan ayam geprek sambal matah. Menu-menu kekinian ini bakal diperbarui secara berkala. Menu makanan di Wowteg sekitar Rp5-10 ribu lebih mahal dibandingkan Warteg pada umumnya.
 Foto: CNN Indonesia/ Puput Tripeni Juniman |
Siang itu, saya memilih makan nasi Warteg yang dibungkus karena outlet sedang ramai. Nasi bungkus ini dikemas dalam kertas plastik yang praktis. Kemasan ini membuat nasi dapat dimakan langsung tanpa harus dipindahkan ke wadah lain.
Sebagai lauknya, saya memilih ayam dan terong balado plus sambal terasi serta tempe orek untuk mendapatkan rasa manis. Ayam memiliki daging dengan bumbu yang meresap. Ditambah dengan terong balado yang segar dan lunak.
Warteg kekinian ini baru saja melakukan pre-launch di SIAL Interfood, Jakarta dan rencananya akan dibuka tahun depan. Warteg besutan Sour Sally Group ini memiliki dua konsep outlet yakni di kantin dan di jalanan dengan mengedepankan fitur grab & go.