Sepeda motor kuno berwarna merah putih menyambut kedatangan di Wahteg. Sepeda motor itu sengaja diletakkan di bawah tulisan Wahteg dan di antara dua pintu masuk warteg yang bernuansa klasik ini.
Wahteg menyulap ruko dengan lebar 4 meter menjadi warteg elite nan klasik. Desain Wahteg yang berlokasi di Tanjung Duren, Jakarta Barat ini dibuat menyerupai warteg pada umumnya yakni dengan kusen berwarna hijau.
Saat masuk ke dalam Wahteg, pengunjung bisa langsung memesan makanan dengan melihat pilihan menu ala warteg yang disusun di lemari kaca. Piring dan mangkuk yang digunakan pun merupakan piring enamel jadul dengan warna putih hijau.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aneka lauk seperti tongkol suwir, cumi asin, ayam goreng, telur, kentang balado, bisa dinikmati di sini. Pilihan sayuran pun juga beragam mulai dari daun singkong, lodeh, sup, sayur asem, terong balado, tumis toge, kangkung, hingga jengkol tersedia di Wahteg.
Minuman limun aneka rasa yang hit pada masanya juga bisa dinikmati kembali di Wahteg. Minuman ini didatangkan langsung dari Pekalongan, tak jauh dari Tegal.
 Foto: CNN Indonesia/ Puput Tripeni Juniman |
Pilihan saya jatuh pada tongkol suwir, sayur sup, kentang potong dadu, dan sambal terasi, serta segelas teh tawar panas. Saya mesti merogoh kocek dengan harga Rp39.300 untuk sepiring makanan ala Warteg ini.
Setelah mendapatkan makanan, pengunjung bisa memilih makan di lantai dasar atau naik ke lantai 2 yang lebih luas.
Soal rasa makanan, Wahteg menghadirkan sensasi khas warteg. Suwir tongkol memiliki rasa dan aroma yang kuat. Berpadu dengan kentang potong dadu balado yang sudah dingin, seperti di Warteg sungguhan.
Kuah sayur sup juga memberikan rasa gurih, walaupun wortel dan sayuran lainnya terlalu lunak. Kenikmatan juga datang dari sambal terasi yang pedas.
Wahteg juga dirancang jadi tempat makan yang serupa dengan kafe sehingga pengunjung bisa berlama-lama karena tersedia free wifi, AC, dan stop kontak.