Stockholm, CNN Indonesia -- Berkunjung ke pulau-pulau di sekitar Stockholm merupakan salah satu pengalaman menarik yang dapat dilakukan selama saya tinggal di Swedia. Sebagai ibu kota negara, Stockholm merupakan kota besar dengan wilayah kepulauan.
Dengan infrastruktur yang maju, pulau-pulau tersebut terhubung oleh jembatan-jembatan dimana kendaraan pribadi dan moda transportasi umum berlalu-lintas di sana.
Secara geografis, kurang lebih ada 30 ribu pulau yang tersebar di berbagai penjuru mata angin Stockholm, baik yang berada di area ibu kota maupun yang relatif jauh dari ibu kota.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk pulau-pulau yang jauh dari ibu kota, terdapat kapal feri yang dioperasikan oleh perusahaan bernama Waxholmbolaget untuk orang-orang yang ingin berkunjung ke sana.
Sebagian warga Stockholm menghabiskan waktu libur musim panas di pulau-pulau tersebut.
Mereka bisa berjemur, berenang, mendayung kayak, piknik memasak barbeku, menaiki perahu bermotor, dan melakukan aktivitas santai lainnya untuk rileks dari rutinitas ibu kota.
Musim panas adalah musim termahal alias peak season untuk perjalanan kapal Waxholmbolaget. Harga tiketnya berkisar 47-140 krona (sekitar Rp70 ribu sampai Rp200 ribu) sekali jalan.
Nah yang menarik, harga tiket kapal Waxholmbolaget menjadi gratis saat musim gugur tiba, tepatnya mulai pertengahan September.
Sebenarnya tidak sepenuhnya gratis, sebab harganya sudah termasuk dengan harga tiket untuk transportasi umum dalam kota.
Kartu transportasi umum yang biasa digunakan untuk mobilitas sehari-hari, saat musim gugur juga bisa dipakai untuk naik kapal Waxholmbolaget dengan lambangnya huruf 'W'. Jadi, tidak perlu merogoh kocek lagi buat tambahan.
Saat musim dingin, kapal tidak beroperasi karena air sungai dan laut membeku. Kapal beroperasi kembali di musim semi, lalu saat musim panas seperti semula berbayar lagi.
Ketika akhir pekan tiba, saya dan teman-teman sesekali merencanakan perjalanan jelajah pulau dengan kapal Waxholmbolaget. Kami berangkat dari Stockholm pada pagi hari dengan membawa bekal makan siang untuk dinikmati bersama setibanya di pulau nanti.
 Interior kapal Waxholmbolaget. (Dok. Ahmad Satria Budiman) |
Jarak tempuhnya dari Stockholm bermacam-macam, tergantung pulau yang hendak dituju. Ada yang bisa dijangkau dalam waktu 30 menit, ada pula yang harus ditempuh berjam-jam. Kapalnya sendiri sungguh modern. Jadwalnya juga tepat waktu.
Selain tempat duduk, ada dek terbuka di bagian atas dan belakang kapal untuk menikmati pemandangan sepanjang perjalanan. Kamar mandinya sangat bersih.
Di kapal, ada mesin pencetak tiket dengan kartu dimana tiket ini diberikan ke petugas ketika turun nanti. Disediakan pula kafetaria bagi penumpang yang ingin membeli makanan atau minuman.
Tidak semua kapal Waxholmbolaget punya fasilitas internet, biasanya kapal yang melayani rute yang relatif jauh saja yang ada. Setiap pulau tentunya punya nuansa dan ciri khas tersendiri.
Pulau Rödlöga
Pulau Rödlöga terletak di utara Stockholm. Kami berangkat dari Stockholm jam 10.00 dan tiba di sana jam 14.00. Empat jam lamanya di kapal.
Pulau ini tidak begitu ramai. Tidak ada tempat makan atau kedai minum yang buka. Ada rumah-rumah,
summer house demikian sebutannya, namun sepi penduduk.
Ada panel surya yang dipasang di sejumlah titik sebagai sumber listrik untuk seisi pulau.
Tidak banyak yang bisa dilakukan di sini selain menikmati alam dengan pepohonan khas musim gugur. Sembari bersantai menikmati biru langit yang selaras dengan warna air.
Kapal untuk pulang berangkat jam 15.00, kami tidak berlama-lama agar tidak ketinggalan.
Pulau Grinda Pulau lainnya yang sempat kami kunjungi adalah Grinda. Kami berangkat dari Stockholm pukul 08.45 dan tiba di sana pukul 10.30.
Begitu menginjakkan kaki di dermaga, kami disuguhi papan berisikan beragam informasi terkait, seperti sejarah pulau, keanekaragaman hayati, dan apa yang bisa dilakukan di sana.
Saya menyebut Grinda sebagai pulau peternakan. Sesaat setelah melangkahkan kaki, terhampar padang rumput dengan domba-domba berbulu tebal. Tidak jauh dari sana, terlihat sekumpulan ayam, sapi, bebek, dan babi.
Pulau ini menawarkan aneka satwa peternakan dengan habitat aslinya di alam terbuka, berbeda dengan Skansen, kebun binatang di Stockholm. Di sana, habitat binatang yang ada dikondisikan seperti alam aslinya. Sementara di Grinda, benar-benar alam aslinya.
Suasana terasa teduh dengan pepohonan khas Swedia seperti cemara, birch, dan maple. Dedaunan musim gugur berwarna kuning dan oranye menambah kesan menawan.
Di pulau ini juga terdapat beberapa penginapan untuk para pengunjung. Ada pula restoran dan kedai yang menjajakan kue-kue kecil dan minuman hangat seperti teh dan kopi.
Terlihat juga sejumlah tungku untuk memasak barbeku dan sejumlah meja piknik di area terbuka padang rumput, memberi gambaran betapa ramai pulau ini saat musim panas tiba.
Yang juga menarik, cukup banyak disediakan toilet umum di sini. Saya pikir hanya pajangan saja, ternyata toilet tersebut benar-benar berfungsi dengan baik.
Begitu dibuka, listriknya menyala. Airnya juga menyala, tak lupa air hangatnya. Disediakan pula tisu dan cermin.
Saya bersyukur karena Swedia termasuk negara yang sangat toleran terhadap pemeluk agama. Dengan air bersih, teman-teman muslim bisa berwudhu dan tetap melaksanakan sembahyang seperti biasa. Beribadah di alam terbuka pun sama sekali tak jadi tontonan.
Pulau Landsort
 Mercusuar di Pulau Landsort. (Dok. Ahmad Satria Budiman) |
Pulau yang tak kalah menarik adalah Landsort. Pulau Öja, nama aslinya, namun lebih akrab dengan nama Landsort karena mercusuar yang berdiri di sebuah puncak bukit bebatuan. Sebagian besar pulau ini merupakan bebatuan, bukan rerumputan atau pepohonan.
Menurut informasi, mercusuar tersebut katanya salah satu pangkalan militer sewaktu Perang Dunia II. Di depan mercusuar, masih ada bekas meriam untuk menembakkan peluru.
Untuk sampai ke sini, kami harus berganti moda transportasi umum. Naik kereta dulu, lalu ganti bus, baru kemudian naik kapal Waxholmbolaget dari sebuah dermaga.
Perjalanan naik kapal ditempuh 30 menit, namun untuk menuju dermaganya sekitar 2 jam dari Stockholm.
Letak pulau ini tepat bersebelahan dengan Laut Baltik sehingga ombaknya sangat kencang. Kapal yang membawa kami terombang-ambing cukup tajam saat menuju pulau.
Bergoyang ke kiri dan ke kanan, juga ke atas dan ke bawah. Bisa mabuk laut bagi yang tidak terbiasa. Di sekitar dermaga, terlihat biota laut seperti ikan, ubur-ubur, dan rumput laut. Tidak jauh dari dermaga, terdapat kran air untuk mengisi botol air minum bagi pengunjung.
Sama seperti pulau-pulau lainnya, ada penginapan, kedai, dan tempat makan di pulau ini. Desain rumah-rumahnya khas arsitektur Swedia yang sederhana. Modelnya nyaris serupa satu sama lain dengan warna cat yang didominasi merah serta memiliki cerobong asap.
Di pulau ini, ada suatu area khusus yang diperuntukkan untuk wisata burung. Ada papan yang menampilkan informasi mengenai jenis-jenis burung di Landsort beserta jalur-jalur yang dapat dilewati untuk menemukan burung-burung tersebut dan menikmati kicaunya.
Hidup di Stockholm memang penuh perjuangan. Dengan jelajah pulau bersama teman-teman, selain lebih bersyukur atas segala karunia dalam hidup, saya pun bisa rileks sejenak untuk mengumpulkan semangat baru guna menjalani aktivitas di pekan yang akan datang.
(ard)