Manila, CNN Indonesia -- Jujur saja, hati saya sempat deg-degan saat pertama kali mencari gambar mengenai suasana kota Manila di mesin pencarian internet.
Halaman pertama dari Google Images memperlihatkan suasana ibu kota Filipina itu yang kumuh, padat, dan sesak.
Namun keraguan saya sirna setelah pihak perusahaan di Manila yang mempekerjakan saya mengatakan kalau saya dan keluarga nantinya akan bermukim di Bonifacio Global City (BGC).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Begitu mencari tahu seperti apa suasana BGC, hati saya mendadak lega. BGC nyatanya nampak seperti kawasan SCBD di Jakarta. Modern, aman, dan nyaman. Jauh berbeda dengan suasana-suasana yang menggambarkan Manila secara umum yang ditampilkan di internet.
Tercatat ini tahun ke-lima saya bermukim di negara yang dipimpin oleh Presiden Rodrigo Duterte bersama istri dan dua orang anak saya.
Saya bisa merantau ke sini setelah seorang agen pekerjaan menawari saya posisi di DreamPlay, taman hiburan wisata punya perusahaan film Dreamworks.
Ia menawari saya mengurus taman bermain itu karena saya dianggap memiliki pengalaman yang baik saat masih menjabat CEO Kidzania Jakarta.
Setelah berhasil meyakinkan diri, istri, dan keluarga besar, akhirnya saya memutuskan untuk menerima tawaran tersebut.
Tiga tahun berkarier di DreamPlay, akhirnya saya malah ditawari lagi untuk kembali ke Kidzania. Kali ini mereka membuka cabang di Manila. Setelah mempertimbangkan masak-masak, akhirnya saya menerima tawaran tersebut.
Banyak orang yang mengatakan kalau saya memiliki faktor keberuntungan yang cukup besar dalam hal karier. Tapi menurut saya keberuntungan itu bukan untuk ditunggu, melainkan harus dicari.
Saya belajar banyak mengenai cara "menjemput rezeki" saat bekerja di agen wisata di Seattle, Amerika Serikat. Di sana rekan kerja saya bukan cuma orang Amerika, karena banyak juga yang berasal dari India, Filipina, dan China.
Bisa dibilang kawan-kawan dari tiga negara terakhir yang saya sebutkan memberi contoh yang baik mengenai arti dari kerja keras.
Kerja keras bukan cuma disiplin dan berlaku baik. Kerja keras juga berarti berani menerima tantangan.
Saya ingat seorang teman saya yang berasal dari India saat itu diberi tugas oleh bos. Saat ditanya apakah ia siap melakukannya, ia langsung menjawab tegas bahwa dirinya bisa.
Seusai jam kantor saya bertanya kepadanya, apakah benar dirinya siap dan mampu mengemban tugas tersebut.
"Saya belum siap dan belum mampu menerima tugas itu. Tapi saya akan berusaha keras. Saya bisa belajar dari manapun untuk bisa menuntaskan tugas yang diberikan. Yang penting tantangan itu saya terima dulu, karena kesempatan baik tidak datang dua kali," katanya sambil tersenyum.
Semenjak itu saya meniru dirinya untuk mau menerima segala tantangan bekerja, selama tugas tersebut memberi saya peluang karier yang lebih baik, halal, dan legal. Seperti halnya saat ditawari bekerja di Filipina ini.
 Penulis dan keluarganya. (Dok. Tourino Dilaga) |
Selain pemandangan kumuh, satu hal lain yang sempat menjadi pertimbangan saya saat hendak hijrah ke Filipina ialah topan yang datang tiap tahun. Tapi yang membuat saya yakin, negara yang sudah berulangkali dilanda bencana alam pasti memiliki persiapan khusus untuk melindungi penduduknya, begitu juga dengan Filipina.
Ditambah lagi, topan biasanya melanda wilayah selatan Filipina. Sementara saya bermukim di utara.
Beberapa hari yang lalu, Topan Kammuri datang ke Filipina. Saya dengar wilayah selatan terdampak parah. Namun di wilayah utara "hanya" terasa hujan deras yang disertai angin dan petir. Beberapa kawasan sekitar BGC ada yang tergenang tapi setelah itu kembali surut.
Walau kawasan saya tidak terlalu terdampak, tapi saya berharap tahun depan topan tak terlalu sering datang dan sampai mendatangkan musibah, seperti Topan Haiyan pada tahun 2013.
Oh iya, pemerintah Filipina juga bekerja sama dengan provider telekomunikasi, sehingga setiap ada bencana alam seperti badai yang diperkirakan datang ponsel kami akan mendapat pesan darurat dengan suara amat melengking.
Saat Badai Kammuri datang beberapa hari lalu, terhitung ponsel saya berdering sampai delapan kali karena mendapat pesan darurat tersebut.
 Suasana BGC saat Badai Kammuri datang. (Dok. Tourino Dilaga) |
Tinggal di BGC terbilang nyaman. Karena dibangun oleh perusahaan swasta dengan map biru mirip pemukiman di AS, saya merasa familiar dengan suasana di sini yang mirip dengan Seattle. Bahkan saya sering mencandai kawan-kawan saya dengan berfoto seolah di pinggir jalan Seattle, padahal saya sedang di pinggir jalan BGC.
Petugas keamanan pun banyak ditempatkan di setiap sudut BGC. Mereka merupakan petugas dari perusahaan swasta, bukan pemerintah. Dari gedung perkantoran sampai restoran siap saji pasti ada petugas keamanannya. Kalau satpam di Indonesia hanya bersenjatakan pentungan, maka petugas keamanan di sini bersenjatakan api.
Melihat petugas keamanan menenteng senjata api sudah menjadi pemandangan biasa bagi warga BGC. Pasalnya, tingkat kriminalitas di Filipina memang sangat tinggi plus pelakunya kadang memiliki senjata api.
Di sini, senjata api memang yang diperdagangkan dengan bebas, asal punya surat resmi. Kalau Anda penduduk Filipina dan punya izin kepemilikan senjata api, Anda bisa dengan mudah membelinya dari toko di pinggir jalan.
Kenyamanan dan keamanan di BGC tentu saja harus dibayar dengan harga mahal. Harga barang dan jasa di BGC terbilang jauh lebih mahal daripada kota-kota lainnya, bahkan dari Jakarta.
Contoh saja tiket nonton film di bioskop. Harga satu lembar tiket nonton di sini sekitar 300 peso (sekitar Rp200 ribu). Harga satu bungkus mie instan di sini sekitar 40 peso (sekitar Rp11 ribu). Untuk urusan hidup murah meriah, jujur saya jadi rindu dengan Jakarta dan Bandung hehehe...
Penduduk Filipina hidup berdampingan dengan para pendatang. Mereka sangat bersahabat, mirip orang Indonesia.
Mereka juga memiliki semangat kerja dan belajar yang tinggi. Tak heran kalau banyak sekali pekerja migran asal Filipina yang tersebar di penjuru dunia. Bahkan saat wisata ke Islandia saya menemukan restoran Filipina!
Suasana internasional juga sangat terasa di sini. Bukan cuma bos perusahaan besar, tukang sapu jalanan di sini juga bisa berbahasa Inggris walau tidak fasih.
Pemerintah Filipina memang ingin penduduknya bisa cas-cis-cus, sehingga punya bekal untuk merantau ke luar negeri. Bahkan mata pelajaran bahasa Inggris sudah ada sejak pendidikan dini.
Bagi yang ingin berwisata ke Filipina, saya sarankan untuk datang sekitar bulan Maret sampai bulan Mei. Di masa ini cuaca di Filipina bakal adem.
Sementara itu di bulan Juni sampai bulan Agustus matahari bakal bersinar sangat terik, sekitar 40 derajat Celcius.
Lalu musim hujan bakal datang mulai bulan September. Di masa ini, topan biasanya datang yang tentunya bisa merusak suasana liburan.
---Surat dari Rantau adalah rubrik terbaru di CNNIndonesia.com. Rubrik ini berupa "curahan hati" dari WNI yang sedang menetap di luar negeri. Bisa mengenai kisah keseharian, pengalaman wisata, sampai pandangan atas isu sosial yang sedang terjadi di negara yang ditinggali. Tulisan yang dikirim minimal 1.000 kata dan dilengkapi minimal tiga foto berkualitas baik yang berhubungan dengan cerita. Jika Anda ingin mengirimkan cerita, sila hubungi surel berikut: [email protected] / [email protected] / [email protected]
[Gambas:Video CNN] (ard)