Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden RI
Joko Widodo mengaku memesan jutaan obat yang disebut ampuh untuk mengatasi
virus corona, yaitu Avigan dan Chloroquine ke Indonesia.
"Mengenai antivirus belum ditemukan. Dan ini yang saya sampaikan tadi adalah obat. Obat ini sudah dicoba 1,2, 3 negara dan beri kesembuhan," ujarnya, dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (20/3).
Pihaknya saat ini sudah mendatangkan 5.000 avigan tablet ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dan dalam proses 2 juta (avigan tablet)," imbuhnya.
Obat apa sebenarnya avigan ini yang masih menjadi kontroversi untuk dijadikan obat corona karena belum banyak penelitian terkait efektivitasnya untuk menyembuhkan Covid-19 ini?
Mengutip berbagi sumber, avigan dikenal juga dengan nama favipiravir, T-705, atau avigan obat flu Jepang. Obat ini adalah antivirus yang dikembangkan oleh Toyama Chemical dari grup Fujifilm di Jepang. Obat ini diklaim bisa melawan penyakit akibat virus yang materi genetik utamanya adalah RNA bukan DNA.
Obat ini bekerja dengan melumpuhkan enzim yang disebut RNA plimerasi yang membentuk RNA virus. Tanpa enzim tersebut, virus tidak bisa replikasi atau menggandakan materi genetiknya dalam tubuh inang. Cara kerja obat ini dimuat dalam jurnal
Proceedings of the Japan Academy, Ser. B, Physical and Biological Sciences tahun 2017.
Obat turunan dari
pyrazinecarboxamide ini menunjukkan aktivitas positif untuk melawan virus influenza, virus West Nile, virus demam kuning, penyakit kaki dan mulut, flavivirus, arenavirus, bunyavirus, dan alphavirus lainnya.
Dalam beberapa percobaan, favipiravir atau avigan ini menunjukkan kemanjuran terbatas terhadap virus zika. Penelitian ini dilakukan terhadap hewan. Hanya saja obat ini terbukti kurang efektif untuk mengatasi MK-608.
Pada 2014, favipiravir disetujui di Jepang karena mengatasi pandemi influenza. Namun, favipiravir belum terbukti efektif pada sel jalan napas primer manusia, meragukan kemanjurannya dalam pengobatan influenza. Obat ini pun tidak dijual bebas di Jepang.
Awalnya Toyama Chemical berharap bahwa Avigan akan menjadi obat influenza baru yang dapat menggantikan Tamiflu. Namun, percobaan pada hewan menunjukkan potensi efek teratogenik pada janin, dan persetujuan produksi oleh Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan sangat tertunda dan kondisi produksinya hanya terbatas dalam keadaan darurat di Jepang.
Pada Maret 2015, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS menyelesaikan uji coba klinis Fase III yang mempelajari keamanan dan kemanjuran avigan dalam pengobatan influenza.
 Foto: Istockphoto/Tharakorn ilustrasi flu |
Avigan tablet juga pernah diteliti untuk melawa ebola. Pada tikus, obat ini berhasil dengan baik, namun kemanjurannya melawan ebola tidak terbukti. Dalam penelitian, obat ini berhasil menekan angka kematian akibat ebola tingkat virus rendah sampai sedang dalam darah. Namun avigan Jepang tak terbukti berhasil di pasien dengan tingkat virus tinggi.
Hal ini juga terjadi pada penelitian terhadap Covid-19. Beberapa waktu lalu pejabat China mengklaim bahwa obat flu Jepang ini efektif untuk mengobati infeksi virus corona.
Penelitian dilakukan oleh dokter di Jepang yang menggunakan obat yang sama dalam studi klinis pada pasien virus corona. Obat digunakan pada pasien yang memiliki gejala sedang hingga moderat. Harapannya obat bisa mencegah virus berlipat ganda pada tubuh pasien.
Di sisi lain, sumber dari Kementerian Kesehatan Jepang berkata obat ini tidak efektif untuk mereka yang mengalami gejala berat.
"Kami sudah memberikan avigan pada 70 hingga 80 orang, tapi tidak bekerja dengan baik saat virus sudah memperbanyak diri," kata sumber ini pada media lokal, Mainichi Shimbun.
Dia menambahkan keterbatasan serupa juga termasuk pada pasien yang menggunakan kombinasi antiretroviral (ARV) lopinavir dan ritonavir.
Sampai saat ini, tidak ada obat yang disetujui atau diketahui untuk mengobati SARS-CoV-2. Kefektivan obat flu Jepang ini masih membutuhkan penelitian lanjutan. Namun, obat antivirus yang dikembangkan untuk mengobati penyakit lain sedang diuji coba untuk digunakan dalam mengobati virus corona.
Uji klinis telah dilakukan kepada manusia. Pengujian ini meliputi keamanan vaksin dan kemampuannya untuk memicu respons kekebalan tubuh untuk melawan virus corona. Anthony Fauci, direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular, mengatakan jika semuanya berjalan dengan baik dalam uji coba itu dan dua fase uji klinis berikut, vaksin itu dapat siap untuk digunakan publik dalam waktu sekitar 12 hingga 18 bulan kemudian.
(chs)