Jakarta, CNN Indonesia --
Ambulans dari Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) melaju, melewati jalanan Depok menuju Rumah Sakit Yadika Pondok Bambu di Jakarta Timur pada Rabu (15/4). Kendaraan Gugus Tugas Percepatan Penanganan
Covid-19 ini menjemput pasien untuk dirujuk ke
Wisma Atlet.
Di balik kemudi, ada Ika Dewi Maharani. Mahasiswa tingkat akhir Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Hang Tuah Surabaya ini sudah sepekan menjadi sopir ambulans khusus untuk kasus corona.
Perkara menangani pasien di rumah sakit memang bukan barang baru baginya. Tapi jadi sopir ambulans, ini adalah kali pertama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Awalnya susah, ya ampun. Enggak kayak nyetir mobil biasa. Ini pertama kalinya [mengemudikan ambulans]. Tapi ada panggilan seperti ini, mungkin ini jalan Tuhan," ucap dia ketika dihubungi
CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Kamis (16/4).
Meski punya kemampuan menyetir, ternyata menyopiri ambulans tetap saja bukan perkara mudah. Mobil ini tak memiliki
power streering atau perangkat untuk meringankan sistem kemudi. Sehingga benar-benar mengandalkan tenaga pengemudi ketika memegang kendali setir.
"Ternyata di ambulans tidak semudah yang kita bayangin," tutur perempuan yang juga tergabung di asosiasi profesi perawat Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia (HIPGABI) tersebut.
"Sudah bunyikan sirine, tapi kadang orang-orang di sekitar kita tidak peka untuk memberikan jalan buat kami, karena kami mengangkut pasien. Ya untung ada orang dengan kesadaran memberikan jalan, jadi kami tetap dengan cepat membawa pasien ke tempat yang dirujuk," cerita Ika dalam kesempatan berbeda, ketika konferensi pers secara daring di Graha BNPB.
Lebih mendebarkan lagi, tak ada sesi adaptasi atau latihan mengemudi. Ika langsung tancap gas membawa ambulans setibanya ia di Jakarta.
"Dari atasan bilang, 'sanggup?' [Saya jawab] 'sanggup'. Adaptasinya ya, saat itu meeting point kami di Gunung Sahari, langsung membawa ambulans ke Mess di RS Universitas Indonesia," kenang dia saat meladeni wawancara
CNNIndonesia.com.
Saat itu juga, Ika mulai belajar menguasai medan hingga batas kecepatan. Beruntung, dirinya sempat mengenyam pendidikan D3 di Jakarta dan bekerja di Tangerang. Sehingga mengarungi jalanan Jakarta dan sekitarnya hanya soal menyegarkan ingatan. Jadi ia, tak benar-benar nol soal rute.
Ika cukup hapal area Jakarta Pusat. Sementara rekan sesama perawat lain, menguasai kawasan Jakarta Selatan. Selain itu di era ini, ia tak khawatir karena kebingungan perkara rute bisa dipecahkan dengan bantuan peta digital.
Penempatan tugas boleh di RSUI Depok, tapi tak berarti ia sebatas menangani pasien di wilayah tersebut. Ika dan tim diberi mandat penanganan meliputi wilayah Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi.
Mengemban tugas mengantar pasien dalam pengawasan (PDP) ataupun pasien positif Covid-19 membuat Ika berisiko terinfeksi virus corona. Cemas dan takut, lazim muncul dalam situasi tersebut. Ika mengakui itu. Namun tertib menjalankan standar operasional prosedur keselamatan jadi modal yang meyakinkannya.
"Kalau kita safety, kami pakai APD (Alat Pelindung Diri) lengkap, kami yakin dan percaya Tuhan yang lindungi. Mengikuti prosedur yang ada, pasti kami aman," ucap dia.
 Foto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi |
Sesuai SOP dari BNPB, Ika bertugas membawa ambulans transport. Artinya, pasien yang ia bawa adalah pasien dalam kondisi stabil, kesadaran masih bagus, bisa berjalan atau masih bisa diajak berkomunikasi. Ambulans maksimal dilengkapi oksigen portable. Sehingga untuk pasien dengan kondisi lebih parah perlu alat bantu pernapasan dan monitor kondisi, terdapat pula ambulans gawat darurat (AGD) di kontak 118.
"Saya, dengan kemampuan saya bisa menyetir,
basic-nya perawat, yang harus dibutuhkan perawat. Jadi, saya punya keahlian dua-duanya. Ya saya maulah untuk menjadi relawan," kata dia mengungkapkan alasan.
Dari tempat kuliahnya di Surabaya ia mantab berangkat ke episentrum virus corona, Jakarta. Ika tak seperti kebanyakan mahasiswa semester akhir yang barangkali fokus mengurus sidang, merampungkan dan revisi tugas akhir atau, menanti waktu wisuda sembari mengisi tenggang dengan berburu peluang kerja. Ia menempuh jalan lain, bergabung dengan tim relawan.
Selama di ibu kota, Ika menempati mess yang disediakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Kini ia jadi perempuan satu-satunya di kalangan sukarelawan medis gugus tugas Covid-19.
Pilihan ke Jakarta jelas bukan keputusan main-main. Tapi justru keberangkatan itu tanpa diskusi terlebih dulu dengan keluarga. Ika baru mengabari sesaat sebelum berangkat.
Ketika sang atasan setuju akan niatnya pergi ke Jakarta, saat itu pulalah ia baru menelepon sang ibu.
"Mah, aku mau ke Jakarta. [Lalu mama jawab] Eh, yang bener kamu?" kata Ika menirukan.
Ia mencoba memahami kekhawatiran sang ibu di kampung halaman. Betapa tidak, terpisah satu sama lain hampir 2.000 kilometer jauhnya, dalam situasi tak menentu pula. Dari ujung telepon, Ika menenangkan.
"Sudahlah, Ma, tak apa-apa. Aku ini perawat, mau tak mau pasti pegang paasien. Kayak gimana juga, kita harus terima. Enggak bisa pilih-pilih mau pesan pasien kayak gini [kayak begitu], enggak bisa. Semua harus kita rawat. Kan semua ada APD-nya, tetap amanlah dalam nama Tuhan," ucap dia mengulang apa yang dikatakan kepada sang ibu.
Penjelasan itu tak sia-sia. Ika dapat restu berangkat seraya memastikan bahwa dirinya tetap sehat. Tentu saja dengan makan teratur, istirahat yang cukup dan, mengonsumsi suplemen makanan. Bekerja 2x12 jam ia akui bakal menguras energi. Itu sebab asupan makanan bergizi jadi penting. Termasuk, menghindari makanan berpengawet dan tinggi lemak seperti gorengan.
Seiring ikhtiarnya menjadi relawan, Ika pun berharap kinerjanya didukung seluruh pihak. Pasalnya selama bertugas, ia kerap menemukan masih banyak orang bepergian, beraktivitas di luar atau, berjalan-jalan mengendarai motor.
Agar wabah lekas berakhir, dia berpesan agar masyarakat tetap tinggal di rumah. Bila tak ada urusan genting, ia sungguh-sungguh berharap supaya seluruhnya berdiam di rumah.
"Untuk teman-teman sejawat, tetap semangat apapun kondisi pasien, apapun keadaan kita tetap semangat. Karena di balik ini ada hikmah, kita sebagai tim medis itu sudah digariskan untuk merawat pasien. Mau enggak mau, suka enggak suka, terima sudah," ucap dia yakin.
(els/nma)
[Gambas:Video CNN]