Sastra JawaJawa bukan jurusan populer. Jangankan di UI. Di FIB
aja, sastra Jawa kalah populer sama jurusan sastra dan non sastra lainnya. Saya dulu masuk 2004, itu paling sedikit mabanya (mahasiswa baru) dari jurusan lain di FIB. Tapi tahun-tahun berikutnya
maba sastra Jawa makin banyak.
Stigma kali ya dianggap enggak populer. Dulu saja senior-senior saya cuma 13 sampai 10 orang satu angkatan. Stigmanya dari dulu mau jadi apa kuliah sastra Jawa? jadi dalang? Stigma masyarakat, stigma mahasiswa itu sendiri, sampai stigma dari orang tua.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Banyak
kok teman-teman cabut kuliah belum genap 6 bulan karena orang tuanya tidak setuju atau dianya sendiri tidak berminat karena Jawa cuma cadangan pilihan di SPMB.
Kuliah sastra Jawa sebetulnya sama saja kayak jurusan sastra lain. Kami belajar linguistik, sastra, kebudayaan, aksara Jawa. Mungkin bedanya di Jawa ada pelajaran filologi (belajar bahasa Jawa pada sumber sejarah seperti naskah kuno, lontar dan lainnya). Saya lupa jurusan lain ada mata kuliah filologi juga atau tidak.
Di sastra Jawa juga sama dengan sastra lainnya, ada mata kuliah penguasaan bahasa. Biasanya 6-8 SKS, tergantung jurusannya. Ini yang bagi kebanyakan mahasiswa sulit. Banyak yang tidak lulus mata kuliah penguasaan bahasa.
Menariknya, kalau kuliah S1 sastra jawa, maka S2 nya tidak ada di Indonesia, mesti ke Leiden, Belanda. Di sana pusatnya kajian-kajian sastra Jawa dan sejarah Indonesia, khususnya Jawa.
Tapi sebenarnya, saya masuk Sastra Jawa bukan karena minat, tapi salah jurusan. Tadinya ambil sastra Jepang sama sastra apa
gitu lupa. Tapi kayanya salah nulis kode jurusan saat mau SPMB dulu. Harusnya tulis kode Jepang, jadi kode jawa yg ditulis tanpa sadar.
Tapi pas sudah
kecebur, ya berminat. Karena jadi sedikit banyak paham kebudayaan Jawa sejak zaman kerajaan dulu. Demikian juga dengan kesusastraan Jawa dari zaman kuno.
It’s amazing. Jadi sebetulnya bukan perkara mudah belajar di sastra Jawa. Sumpah, susah banget.
Selain itu kita juga belajar sedikit kesusastraan Sunda, Bali, dan Arab di Sastra Jawa. Ketiganya punya aksara yang terbilang susah untuk dibaca apalagi dimengerti.
Nyesel? Enggak sama sekali.
Ketika masuk Jawa, selepas lulus bisa
nerusin kuliah ke Leiden, atau S2 ganti jurusan. Kalau enggak
terusin, bisa kerja di berbagai bidang kerjaan. Kaya penulis, peneliti, arsip, dosen, guru (ini yang masih terkait sama jurusan). Atau di bidang kerja yang nampung gado-gado kayak perbankan, jurnalistik, marketing, dan lain-lain.
Tapi, semua balik lagi dengan cara kita berimprovisasi dan berkreativitas lalu berkawan selama kuliah.
Dulu saya senang bergaul lintas jurusan. Saya senang ikut komunitas dan organisasi ini itu. Bahkan sama beberapa kawan saya bikin beberapa kegiatan dan organisasi kampus macam Muara Senja (tempat diskusi), Markas Sastra (ajang diskusi)."
Oscar Ferry, Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI
(chs)
[Gambas:Video CNN]