Kudapan klepon belakangan ramai diperbincangkan. Sebuah unggahan di media sosial mengaitkan klepon dengan agama Islam. Polemik boleh berkembang, tapi sensasi manis klepon tak bakal berubah.
"Dia [klepon] memang disukai, digemari, dirindukan apalagi oleh mereka yang merantau," kata Profesor Murdijati Gardjito, pakar kuliner Nusantara pada CNNIndonesia.com, Rabu (22/7).
Mur, begitu ia akrab disapa, mengatakan bahwa klepon memenuhi persyaratan sebagai makanan tradisional. Dia menjelaskan, ada 5 syarat suatu makanan bisa disebut makanan tradisional yakni, bahan baku lokal sesuai lokasi makanan berada, dimasak dengan cara yang sudah dikuasai masyarakat setempat, makanan diolah dengan bumbu maupun alat masak yang ada, cita rasa sangat disukai bahkan digemari dan dirindukan, dan jadi identitas kelompok masyarakat atau pangan asli daerah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Umumnya, masyarakat Indonesia menyukai kudapan manis. Dengan begitu, tak heran jika klepon masih disukai hingga kini.
Klepon dibuat dari campuran tepung ditambah isian berupa gula Jawa. Klepon biasa disajikan dengan parutan kelapa. Saat disantap, cairan gula bakal keluar dan menimbulkan rasa manis yang menyatu dengan gurihnya parutan kelapa.
"Cita rasa air gula yang muncrat dan hancuran tepung di mulut menjadi berimbang rasanya lalu, cita rasa keseluruhan itu [bisa dibilang] legit. Legit ini-lah yang merupakan cita rasa yang sangat digemari," imbuh Mur.
Tak hanya di Jawa
Tak hanya di Pulau Jawa, klepon juga dikenal di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur.
Di Jawa, meski namanya sama-sama klepon, kudapan ini dibuat dengan bahan cukup beragam. Di Yogyarakata, klepon dibuat dari tepung ketan, kelapa, dan gula kelapa. Sedangkan di Wonosobo, klepon dibuat dari ubi kayu, tepung tapioka, dan diisi gula kelapa.
Lihat juga:Pendapat Ulama soal Klepon Islami |
Sedikit bergeser ke timur, orang Madura menyebut klepon dengan 'kelepon', lalu di Bali disebut 'kelelepon'.
Akan tetapi di Sumatera, klepon disebut onde dengan bahan kurang lebih serupa dengan di Jawa. Kemudian di Sulawesi, khususnya di Sulawesi Utara, masyarakat mengenal onde-onde. Onde-onde dibuat dari campuran tepung ubi jalar, tepung tapioka, tepung beras, dan tepung ketan.
Walau memiliki penamaan beragam, semua klepon ini memiliki konsep serupa, yakni kudapan berbentuk bulat dengan isian gula dan taburan parutan kelapa.
Namun, Mur tidak bisa memastikan asal-muasal klepon. Berdasarkan dari yang ia pelajari, bicara soal makanan Nusantara memang sangat mungkin terjadi silang budaya. Mengacu pada pendapat Denys Lombard, seorang ahli dalam studi Asia, selalu ada kemungkinan percampuran budaya saat kita bicara mengenai seni dapur.
Buat Mur, bicara soal klepon juga berarti bicara soal komunitas-komunitas yang turut disejahterakan karenanya. Karena pembuatannya yang melibatkan aneka bahan lokal, klepon turut menyejahterakan petani pembuat gula kelapa, orang yang membudi dayakan pohon kelapa, petani beras, ketela, hingga ubi jalar.
"Ada banyak yang bergiat dalam menciptakan klepon sehingga melestarikan ekonomi dan kegiatan produktif yang menyangkut harkat komunitas," katanya.
(els/asr)