Obat herbal atau suplemen herbal dapat menjadi asupan nutrisi tambahan maupun alternatif pengobatan. Berikut panduan konsumsi obat herbal.
Suplemen herbal adalah produk yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino, atau bahan lainnya dalam jumlah yang terkonsentrasi.
"Hanya bahan inti yang memang dibutuhkan saja. Misalnya, kunyit, maka yang diambil hanya kurkumanya saja melalui ektraksi yang sudah diuji dan bebas dari cemaran lain," kata Managing Director PT Tunggal Group, dr Hendra Gunawan dalam konferensi pers, Kamis (27/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suplemen bertujuan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi atau memberikan efek fisiologis terhadap tubuh.
Beberapa produk suplemen herbal yang populer di antaranya ekstrak kulit manggis, ekstrak ginseng, ekstrak jahe, dan ekstrak temulawak.
Apakah herbal bebas bahan kimia?
Herbal yang melalui proses produksi yang terstandarisasi menghasilkan suplemen herbal yang bebas dari bahan kimia, walaupun pada prosesnya diolah dengan menggunakan bahan kimia.
"Pada bentuk kapsulnya, tidak ada bahan kimia, murni bahan-bahan alami. Pada prosesnya seperti membantu penyaringan, menggunakan sedikit kimia," kata Head of Sales Marketing PT Tunggal Idaman Abadi, dr Maria Fatimah Deasy Gelu.
Berapa takaran atau dosis konsumsi herbal?
Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia, dr Inggrid Tania menjelaskan, dosis konsumsi herbal sangat bergantung pada jenisnya. Umumnya, setiap produk suplemen herbal sudah memberikan takaran dan dosis konsumsi. Dosis ini harus diikuti pengguna.
"Pada bahan segar, dosisnya lebih besar tapi belum terstandarisasi. Saat ini, dalam sediaan modern atau ekstrak bentuk kapsul sudah ada dosis yang tertera pada setiap kemasan, harus diikuti," kata Inggrid.
Apa efek samping konsumsi herbal?
Inggrid menjelaskan, konsumsi herbal yang berlebih atau di luar dosis yang dianjurkan dapat menimbulkan efek samping.
Efek samping dalam jangka pendek dapat berupa gangguan pencernaan seperti diare, mual, dan muntah. Pada jangka menengah dapat mengganggu fungsi liver. Pada jangka panjang dapat mengganggu fungsi ginjal.
"Apa pun yang berlebihan pasti ada efek sampingnya. Yang lebih tepat, herbal sangat minimal efek samping," tutur Inggrid.
![]() |
Apakah aman mengonsumsi herbal dalam jangka panjang?
Meski memiliki efek samping, Inggrid menyatakan, studi menunjukkan konsumsi herbal yang sesuai dengan dosis aman untuk jangka panjang.
"Aman, sudah terbukti untuk pemakaian jangka panjang," ujar Inggrid.
Siapa yang boleh dan tidak boleh mengonsumsi herbal?
Aturan mengonsumsi suplemen herbal juga terdapat pada kemasan. Umumnya, herbal dapat dikonsumsi pada orang berusia 12 tahun ke atas hingga lansia, tanpa kontraindikasi.
Kontraindikasi itu meliputi orang yang memiliki alergi pada ekstrak atau kandungan tertentu dan juga memiliki gangguan pembekuan darah.
"Umumnya herbal bersifat mengencerkan darah jadi harus berhati-hati," ucap Inggrid.
Lihat juga:7 Herbal untuk Ringankan Gejala Menopause |
Selain itu, orang yang memiliki gangguan fungsi ginjal dan liver juga disarankan tidak mengonsumsi herbal. Pasalnya, herbal dapat membuat ginjal dan liver bekerja lebih keras, kecuali herbal yang memang khusus untuk ginjal.
Bolehkah konsumsi herbal dengan obat dokter?
Inggrid menjelaskan, herbal boleh dikonsumsi dengan obat dokter yang tidak memiliki kontraindikasi. Konsultasikan dengan dokter terlebih dahulu untuk mengetahui reaksi obat.
"Misalnya, herbal dan obat dokter yang sama-sama menurunkan gula darah. Tanyakan efeknya dan bagaimana sebaiknya dikonsumsi," kata Inggrid.
Inggrid menyarankan untuk memberi jeda waktu konsumsi satu hingga dua jam saat mengonsumsi obat herbal dan obat resep dokter. Hal ini dilakukan untuk memberi jeda efek kimia yang diakibatkan.
(ptj/asr)