Bagi sebagian orang, keputusan Amerika Serikat (AS) untuk melegalkan pernikahan sesama jenis secara nasional pada 2015 menjadi angin segar untuk pemenuhan hak-hak LGBT.
Momen itu tidak hanya membuka mata sebagian orang, tapi juga mendorong komunitas LGBT lebih berani dan terbuka akan dirinya.
Hanya saja, sebuah survei baru-baru ini menunjukkan bahwa kondisi tersebut belum sepenuhnya terbuka di tengah masyarakat Asia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan penelitian The Economist Intelligence Unit, 4 dari 10 eksekutif Asia mengatakan bahwa terbuka sebagai LGBT akan menghalangi perkembangan karier.
Selain itu, hampir setengah dari responden mengatakan bahwa memberlakukan lebih banyak kebijakan dan praktik tempat kerja yang ramah LGBT menghadirkan peluang bisnis.
Tiga dari lima responden percaya dunia bisnis memiliki keharusan mendasar untuk mendorong perubahan seputar keragaman dan pemahaman inklusif LGBT.
Survei ini melibatkan 359 karyawan tetap di tujuh negara: China, Hong Kong, India, Indonesia, Jepang, Singapura, dan Taiwan, dengan sampel 44 persen setingkat direktur ke atas, termasuk 16 persen eksekutif setingkat manajer.
Survei ini terdiri dari 77 persen laki-laki dan 8 persen anggota komunitas LGBT.
Sementara perusahaan di negara-negara Barat telah memainkan peran vokal dalam memajukan hak LGBT selama beberapa tahun terakhir. Sedangkan perusahaan di Asia masih berada di persimpangan jalan.
Beberapa mengakui bahwa lingkungan kerja di Asia sudah mulai menerima komunitas LGBT, tapi di dalamnya pun masih ada yang berpikiran konservatif.
Di India, lebih dari 60 persen responden percaya bahwa ada kemajuan yang substansial atau besar dalam hal keberagaman dan inklusi bagi kelompok LGBT di perusahaan mereka.
Namun, setengah dari responden dari Indonesia, Hong Kong, dan Jepang percaya bahwa tidak ada atau hanya sedikit kemajuan yang telah dicapai.
Lihat juga:4 Tips Menggali Potensi Diri di Masa Pandemi |
Kontradiksi hasil ini lantas membutuhkan perhatian khusus tentang bagaimana perusahaan Asia dapat mendorong penerimaan LGBT, mengingat kekhawatiran seputar pengungkapan identitas gender atau orientasi seksual seseorang di tempat kerja.
(agn)