Beberapa hari yang lalu diberitakan bahwa setelah hampir satu dekade, akhirnya penerbangan komersil mendarat lagi di Timbuktu.
Bagi generasi 90-an, nama Timbuktu mungkin akrab di telinga setelah membaca komik Donal Bebek yang berisi petualangan Paman Gober hendak mencari harta karun di Timbuktu.
Timbuktu juga terkesan jauh di ujung dunia, sehingga menjadi tempat melarikan diri para tokoh komik yang sedang mengalami kesialan. Biasanya karakter komik digambarkan sedang kabur menuju jalan yang dilengkapi penunjuk jalan bertuliskan 'Timbuktu'.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Banyak yang masih mengira Timbuktu adalah tempat rekaan. Nyatanya Timbuktu benar adanya, bahkan masuk daftar Situs Warisan Dunia UNESCO karena sarat sejarah, salah satunya karena menjadi pusat penyebaran agama Islam yang pertama di Afrika.
Timbuktu merupakan kota di Mali, negara di Afrika Barat, benua yang terkurung oleh daratan.
Timbuktu didirikan sekitar tahun 1100 Masehi. Kota yang saat ini berpenduduk sekitar 54 ribu jiwa itu berada dekat Sungai Niger, di perbatasan selatan Gurun Sahara.
Lumpur dari sungai digunakan warga sebagai bahan bangunan, sehingga warna bangunan di sana bisa dibilang seragam, dari putih sampai kecoklatan.
Berada di dekat sungai tentu membantu Timbuktu menjadi pusat perdagangan. Dengan cepat, kota ini menjadi kota yang kaya.
Mengutip Wonderpolis, Timbuktu juga dikenal kaya akan emas. Konon katanya, warga di sana membarter emas untuk makan. Mungkin kisah itu yang membuat Paman Gober bermimpi datang ke Timbuktu.
Sebagai bagian dari Kerajaan Mali, Timbuktu juga merupakan tempat belajar. Universitas Sankore menjadi tempat pembelajaran tertua di sini.
Siswa di sana belajar Islam, hukum, sejarah, geografi, astronomi, dan mata pelajaran lainnya.
Banyak dari mereka juga bertindak sebagai penyebar agama, salah satunya membantu menyebarkan Islam yang pertama ke penjuru Afrika Barat.
Semakin banyak rute perdagangan dibuka, kekuatan Kerajaan Mali berkurang. Pada 1468, Timbuktu diambil alih oleh Kerajaan Songhai. Namun, kota dan 100 ribu penduduknya terus makmur hingga akhirnya konflik berdarah mengguncang kestabilan kawasannya.
Soal anggapan 'Timbuktu tempat yang jauh' sebenarnya sudah terdengar sejak dahulu kala. Saat itu para penjelajah Eropa yang ramai mengatakannya.