Sudah menjadi rahasia umum bahwa pasang surut air laut disebabkan oleh siklus gravitasi dan rotasi bumi, matahari, dan bulan.
Berbeda siklus, maka berbeda pula pasang surut air lautnya. Pada siklus tertentu, air laut di Pulau Jindo surut dan terbitlah "jalan Musa" ini.
Mengenai hamparan pasir yang timbul saat air laut surut juga memiliki penjelasannya sendiri: pesisir Pulau Jindo dan Pulau Modo yang berombak tenang membuat pasir dan mengendap di bawahnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama bentuk dan lokasi pulau-pulau dan Selat Myeongnyang di sebelah timur Pulau Jindo tidak berubah, maka fenomena alam ini akan terus ada setiap tahunnya.
Walau sudah ada penjelasan ilmiah, namun legenda tentang dewa tetap menjadi magnet utama kedatangan wisata ke Pulau Jindo saat fenomena alam ini terjadi.
Menurut legenda setempat, Pulau Jindo pernah dihuni oleh harimau. Ketika makhluk-makhluk itu mulai mengancam desa-desa setempat, penduduk kota tidak punya pilihan selain melarikan diri ke Pulau Modo.
Namun seorang nenek bernama Ppong secara tidak sengaja tertinggal.
Putus asa untuk berada bersama orang yang dicintainya, dia berdoa hari demi hari kepada Yongwang, dewa lautan, sampai akhirnya dia memberitahunya dalam mimpi bahwa pelangi akan muncul di laut sehingga dia bisa menyeberanginya.
Dia bangun keesokan paginya untuk menemukan bahwa laut telah terbelah dan jalan pelangi membawanya ke pulau tempat keluarganya telah menunggunya.
Patung Nenek Ppong yang terlihat sedang berdoa di samping harimau ada di tepi pantai Pulau Jindo untuk mengenangnya.
Mengutip Yonhap News Agency pada Jumat (16/4), Jindo Miracle Sea Road Festival ke-42 di Pulau Jindo akan diadakan secara daring dari 27 hingga 29 April 2021, karena pembatasan perjalanan demi menekan angka penularan virus Corona.
Wisatawan bisa menikmati terbelahnya air laut Pualu Jindo pada tahun ini melalui YouTube dan Facebook.
Selain peristiwa surutnya air laut, wisatawan juga dapat menyaksikan ritual pemberian penghormatan kepada tokoh mitos lokal Nenek Ppong.