Faktanya, pandemi bahkan tak membuat banyak orang khawatir untuk pergi berlibur, ke luar kota sekali pun. Padahal, risiko penularan Covid-19 akan selalu mengintai selama perjalanan.
Mengapa bisa demikian? Mengapa banyak orang yang justru tampak acuh terhadap kondisi pandemi?
Psikolog klinis, Kasandra Putranto mengatakan, keinginan seseorang yang keukeuh untuk pergi berlibur meski paham bahwa masih berada dalam situasi pandemi Covid-19 ini berkaitan dengan kemampuan pengendalian diri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seorang individu dewasa biasanya telah memahami dan mengerti akan dampak yang terjadi atau konsekuensi saat melakukan suatu hal. Dalam hal ini, orang-orang yang keukeuh pergi berlibur, dinilai tak mampu mengendalikan dirinya untuk bepergian, meski tahu ada risiko tertular Covid-19.
"Ini masalah ketidakmampuan seseorang mengendalikan diri untuk pergi berlibur, mereka [orang dewasa] mungkin terbiasa mengambil keputusan rasional dan hati-hati dengan menganalisis dampak risiko, tapi mereka beranggapan bisa menanggung risiko itu," kata Kasandra saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (18/5).
Kasandra mengatakan, seseorang biasanya bisa mengambil keputusan dengan rasional dan hati-hati. Dalam kasus liburan, mereka yang rasional ini akan lebih mendahulukan kepentingan kesehatannya ketimbang keinginannya untuk entertain (hiburan). Sementara jika mereka tetap ingin berlibur, mereka beranggapan bisa menanggung risiko yang akan didapat, seperti risiko terinfeksi Covid-19.
Meski tak berlibur, seorang individu tak bisa dikatakan tidak bahagia. Sebabnya, kebahagiaan tidak didapat hanya dengan cara liburan keluar rumah.
Rahma menekankan, orang yang memilih tidak bepergian sebetulnya tidak perlu khawatir akan suasana hatinya. Menurutnya, keadaan emosi tidak harus bergantung pada situasi di luar. Seseorang bisa mendapatkan kesenangannya sendiri meski tak pergi berlibur.
"Tiap orang bisa menciptakan hal-hal yang membahagiakan diri sendiri walaupun tanpa rekreasi. Semua bergantung pada pemaknaan liburan. Rasa damai, kekuatan, dan kebahagiaan tiap orang bisa diciptakan sendiri dan caranya tak harus sama," tuturnya.
(mel/asr)