Singing Dunes adalah gunung pasir berwarna terang, memiliki panjang 3 km dan tinggi 150 yang terletak di Taman Nasional Altyn-Emel.
Pasir bernyanyi melahirkan banyak cerita rakyat. Dalam beragam legenda, nyanyian pasir dikaitkan dengan aktivitas roh, hewan imajiner, suara lonceng kota yang terkubur, sungai bawah tanah yang mengamuk, dan penyebab mistis lainnya.
![]() |
Terletak di Jalur Sutra, Gunung Mingsha dikenal sebagai salah satu dari Delapan Lanskap Dunhuang dan salah satu dari Empat Pasir Bernyanyi China.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gunung pasir ini membentang sepanjang 40 km dan lebarnya masing-masing 20 km, dengan titik tertinggi mencapai 250 meter.
Ketika angin bertiup, pasir akan mengeluarkan suara keras, sedangkan suara terdengar seperti yang dihasilkan oleh beberapa alat musik kuno.
Sama halnya ketika meluncur menuruni lereng gunung. Pada awalnya, pasir di bawah kaki hanya berbisik; tetapi semakin jauh meluncur, semakin keras suaranya hingga seperti guntur atau ketukan drum.
![]() |
Pesisir yang landai, perairan yang minim batu karang, serta ombak yang bergulung membuat banyak peselancar mendatangi pantai ini.
Selain dikenal sebagai tempat surfing yang seru, Pantai Kotogohama juga dikenal sebagai pantai dengan pasir bernyanyi.
Wisatawan bisa membuat pasir di Kotogahama untuk "bernyanyi" dengan menyeret kaki di atas permukaan pantai.
Fenomena ini tidak sepenuhnya dipahami, tetapi pasirnya yang berjenis kuarsa tampaknya membantu munculnya efek ini.
Mengutip situs Tourist in Japan, ada sekitar 30 "pantai bernyanyi" di Negara Matahari Terbit. Faktanya, pemerintah Jepang telah menempatkan Pantai Kotogahama dalam daftar "100 soundscapes of Japan".
![]() |
Berlokasi di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, area Pasir Berbisik merupakan lautan pasir berwarna coklat kehitaman yang luas.
Sebelum populer berkat film 'Pasir Berbisik' karya Nan Achnas yang dibintangi oleh Dian Sastrowardoyo, Christine Hakim, Slamet Rahardjo dan Didi Petet, area ini sudah lama dikenal dengan legenda Joko Seger dan Rara Anteng.
Joko Seger dan Rara Anteng menikah, lalu membangun pemukiman dan memerintah di kawasan Tengger (yang diambil dari nama belakang keduanya). Pasangan tersebut lama tidak dikaruniai keturunan, sehingga mereka bersemedi ke puncak Bromo.
Di tengah semedi, ada suara gaib yang mengatakan bahwa mereka akan dikaruniai keturunan dengan syarat anak bungsunya harus dikorbankan ke kawah Bromo.
Syarat tersebut disanggupi dan mereka memiliki 25 anak. Sayangnya anak bungsu mereka lenyap terjilat api dan masuk kawah. Anak bungsu tersebut berpesan bahwa masyarakat Tengger harus hidup damai dan tentram dengan menyembah Hyang Widhi.
Maka setiap bulan Kasada pada hari ke-14, mereka mengadakan sesaji berupa hasil bumi dan diserahkan kepada Hyang Widhi di kawasan poten lautan pasir dan kawah Bromo.
(ard)