Jakarta, CNN Indonesia --
Dalam budaya populer, kecemasan menjelang hari Senin disebut Lunaediesophobia atau Deuterophobia. Orang-orang yang mengalami fobia ini biasanya khawatir dengan hari di awal minggu itu, karena mungkin mereka merasa belum cukup istirahat untuk kembali bekerja keras keesokan harinya.
Selama tujuh hari dalam sepekan, penduduk dunia memang harus puas dengan dua hari libur pada Sabtu dan Minggu. Jika ada hari libur nasional di pertengahan minggu yang menjadikan "hari kejepit", tentu kita semua bakal lebih bahagia.
Satu-satunya cara untuk menikmati hari libur ekstra ialah dengan mengambil cuti atau bekerja jarak jauh. Tapi kecemasan akan datangnya hari bekerja kembali, terutama hari Senin, tentu saja bakal merusak kesenangan selama berlibur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut sejumlah cara mencegah Lunaediesophobia atau kecemasan lain terkait masa libur yang dirasa kurang panjang:
1. Durasi libur
Sebuah studi dari Universitas Tampere di Finlandia yang menganalisis perjalanan 54 orang menemukan bahwa meski durasi libur berhari-hari tidak selalu meningkatkan kebahagiaan pascaliburan, tingkat kebahagiaan seseorang diketahui akan memuncak pada hari kedelapan liburannya.
Delapan hari mungkin cukup untuk mengatasi tekanan perjalanan, menyesuaikan diri dengan zona waktu baru, dan merasa nyaman di tempat baru, kata Jaime Kurtz, Ph.D., penulis 'The Happy Traveler: Unpacking the Secrets of Better Vacations', dalam studi terpisah, seperti yang dikutip dari CN Traveler.
2. Penyesuaian diri
Berapapun masa liburan yang dimiliki, sebaiknya gunakan satu atau dua hari untuk benar-benar istirahat.
Misalnya jika libur Sabtu-Minggu, pilihlah satu hari untuk "leyeh-leyeh" yang bermanfaat bagi kesehatan, sehingga pola tidur tak terganggu dan masa libur, yang makna utamanya ialah rileksasi, lebih terasa.
Begitu juga saat sudah bisa liburan ke luar kota atau ke luar negeri lagi pascapandemi. Gunakan satu hari di saat kedatangan dan satu hari sebelum kepulangan untuk istirahat.
Artikel ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...
3. Bijak dalam waktu
Banyak orang yang merasa hari libur tidak ada bedanya dengan hari kerja karena mereka biasanya melakukan kegiatan hari kerja di hari libur, misalnya tenggelam dalam keruwetan media sosial atau malah menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk.
Mungkin internet tak bisa dihindari saat hari libur, tapi sebaiknya kurangi terpapar informasi dari dunia maya yang tidak ada habisnya. Masih ada Senin sampai Jumat untuk memantaunya.
Saat ini banyak merek telepon genggam yang punya fitur memantau durasi penggunaan sebuah aplikasi. Kita bisa menggunakannya saat hari libur, sehingga ada lebih banyak kegiatan berfaedah yang dilakukan selain main HP.
Membaca buku, menonton film, mendengarkan musik, membereskan rumah, bercocok tanam, olahraga, atau membenarkan jam tidur bisa dilakukan saat hari libur.
Tidak lupa, berkumpul dengan orang-orang yang tepat juga bisa mempengaruhi kadar kebahagiaan saat liburan.
4. Trip impian
Kalau Anda termasuk golongan yang sulit mengajukan cuti di kantor, mungkin sebaiknya Anda mulai mengumpulkan jatah libur untuk menjalani trip impian satu kali dalam setahun.
Rencanakan dengan matang, baik soal dana, waktu dan kesehatan. Ingat, jangan ngoyo menjadwalkan semua kegiatan dalam satu hari sehingga diri malah kelelahan saat liburan.
Dan jangan lupa, selesaikan seluruh pekerjaan sebelum menjalani trip tersebut, sehingga Anda tidak menyusahkan teman sekantor.
5. Kembali ke realita
Libur memang hal yang paling asyik, baik hanya di Sabtu-Minggu, dua minggu, atau sebulan penuh.
Rasa sedih usai liburan sudah pasti bakal terjadi, Kurtz mengatakan kalau "post-vacation depression" biasanya berlangsung selama tujuh hari.
Jangan terlarut dalam kesedihan, karena nyatanya Anda memang harus kembali ke realita: bekerja dari Senin sampai Jumat.
Kembali ke realita bukan berarti kesedihan, karena hari baru berarti lembaran hidup yang baru.
Mengubah cara pandang soal kehidupan juga bisa membantu kita menjalani hidup lebih santai, dengan berlibur atau tidak berlibur.
Seperti yang ditulis oleh Haehim Sunmin, penulis buku 'The Things You Can See Only When You Slow Down'; "The world isn't inherently joyful or sad; it just is."