Auckland, CNN Indonesia --
Media The Economist baru saja menobatkan dua kota di Selandia Baru sebagai kota paling layak huni di dunia, yakni kota Auckland di posisi pertama dan kota Wellington.
Rasanya predikat itu benar adanya, karena walau dua kota tersebut terbilang padat penduduk, namun suasana berkehidupannya sangat nyaman.
Faktor yang pertama ialah soal udara bersih. Auckland ialah pusat perekonomian, sedangkan Wellington ialah ibu kota negara. Walau kesibukan di sana berlangsung setiap hari, namun warga yang menghuni dua kota tersebut masih bisa menikmati udara bebas polusi, karena lebih banyak orang yang berjalan kaki, naik sepeda, atau naik transportasi umum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yang kedua ialah ada banyak tempat seru di kota-kota tersebut. Mungkin karena banyak pendatang dari penjuru dunia yang bekerja atau bermukim di sana. Kalau mau mengisi perut, tinggal pilih menu dari negara mana. Bahkan ada beberapa restoran Indonesia di sini, di antara nya Bali Nights dan It's Java.
Rasanya tinggal di Selandia Baru itu jauh dari perasaan khawatir, tak hanya dari soal kelestarian alam, tapi juga hingga ke urusan finansial. Negara ini amat menghargai para pekerja dengan gaji yang pantas dan jam kerja yang seimbang.
Saya bermukim di Auckland selama melanjutkan studi S2 jurusan Bisnis Internasional di Universitas Auckland.
Saat ini saya telah menyelesaikan kuliah dan menunggu kesempatan bekerja. Sembari mengisi waktu luang, saya bekerja paruh waktu di Bali Nights.
Ekspektasi awal saya sebelum datang ke Selandia Baru ialah melihat lebih banyak domba ketimbang manusia di sini.
Nyatanya, Negara Kiwi tak "sedesa" itu. Kehidupan modern juga bisa dirasakan di sini. Bedanya, kehidupan di sini sangat santai. Mungkin karena faktor masih dikelilingi alam yang masih lestari, sehingga belajar atau bekerja tak melulu berujung sumpek.
Untuk domba, nyatanya memang ada. Tapi tak sebanyak di kawasan pedesaan. Saya pernah melihat beberapa domba di taman dekat pusat kota.
Artikel ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...
[Gambas:Instagram]
Sedang ramai juga soal perlakukan rasial yang menimpa orang Asia selama pandemi virus Corona. Jujur saja, saya belum pernah mendengarnya atau mengalaminya. Lagi-lagi karena faktor penduduk Selandia Baru sangat tenggang rasa dengan sesamanya atau imigran.
Setahun setelah pandemi, kehidupan di Selandia Baru sudah normal. Kondisi ini bisa terjadi berkat kesigapan pemerintahnya melakukan tes dan menerapkan aturan pembatasan sejak tahun lalu. Mereka berani mengambil keputusan untuk menutup tempat umum yang bisa membuat kerumunan, seperti sekolah, kantor, dan restoran.
Proses vaksinasi masih terus berjalan di sini. Walau roda kehidupan di dalam negeri sudah mulai berputar, sayangnya perbatasan untuk masuk ke dalam Selandia Baru masih di tutup, terutama untuk wisatawan mancanegara.
Saat ini hanya warga negara Selandia Baru, pemegang izin tinggal permanen, dan pekerja esensial yang dibutuhkan pemerintah Selandia Baru yang bisa datang. Itu pun harus menjalani karantina selama 14 hari di tempat yang telah ditentukan.
Alam yang dilindungi
Kenyamanan hidup di Selandia Baru tentu saja harus diganjar dengan biaya hidup yang mahal.
Tapi sama seperti di negara lain, jika seorang perantau bisa melakukan manajemen keuangan yang baik tentu saja ia bisa bertahan untuk hidup di luar negeri. Terlebih lagi upah minimum di Selandia Baru sangat cukup untuk kehidupan sehari hari dan berbelanja.
Di akhir pekan, saat sedang tidak sibuk, biasanya saya menyempatkan diri untuk menikmati alam di Selandia Baru.
Dari pantai, danau, sampai gunung di sini memang masih terjaga dengan baik, karena ada peraturan ketat dari pemerintahnya mengenai pengelolaan kawasan.
Suku Maori, suku asli di Selandia Baru, juga sangat menjunjung tinggi dan menjaga alam yang mereka miliki. Eksistensi mereka juga sangat berpengaruh besar terhadap regulasi pemeliharaan kawasan di Selandia Baru, sehingga pembangunan lebih mengutamakan kelestarian alam.
Pada tahun 2017, pemerintah Selandia Baru bahkan mengubah status Sungai Whangnui sebagai 'manusia'. Artinya, sungai tersebut mempunyai hak yang sama dengan manusia untuk menjaga keberlangsungan hidupnya.
Pembaca CNNIndonesia.com yang ingin melanjutkan studi di sini bisa mencari banyak beasiswa yang diberikan pemerintah atau lembaga Selandia Baru.
Jika sudah diterima kuliah di sini, saran saya ialah jangan hanya pelesir di tengah kota, tetapi juga nikmatilah alamnya selagi sempat, karena pengalaman hidup di Selandia Baru pastinya tidak akan terlupakan.
[Gambas:Instagram]
-
Surat dari Rantau adalah rubrik terbaru di CNNIndonesia.com. Rubrik ini berupa "curahan hati" dari WNI yang sedang menetap di luar negeri. Bisa mengenai kisah keseharian, pengalaman wisata, sampai pandangan atas isu sosial yang sedang terjadi di negara yang ditinggali. Tulisan yang dikirim minimal 1.000 kata dan dilengkapi minimal tiga foto berkualitas baik yang berhubungan dengan cerita. Jika Anda ingin mengirimkan cerita, silakan hubungi [email protected]