Agung menjelaskan di luar klasifikasi bintang itu, sebenarnya ada dua lagi yaitu hotel 'melati' dan bintang lima diamond.
Seperti lima bintang sebelumnya, kedua klasifikasi hotel ini mempunyai perbedaan yang mencolok dari segi fasilitas.
Hotel melati, kata Agung, adalah sebutan untuk hotel yang tidak mempunyai bintang. Hotel dengan klasifikasi ini dibagi menjadi tiga; melati 1, 2 dan 3. Salah satu ukuran dari pengklasifikasian hotel melati adalah jumlah kamar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tingkatannya dilihat dari jumlah kamar saja. Contoh, melati 1 ada lima kamar, melati 2 itu ada 10 kamar, dan melati 3 ada 15 kamar," ujarnya.
Namun, Agung menjelaskan, rata-rata hotel melati difasilitasi juga dengan area parkir dan satu restoran. Sehingga, hotel ini bisa jadi pilihan karena menyediakan standar fasilitas penginapan dan tentunya, harga sewa relatif murah.
Sementara itu, hotel bintang lima diamond kebalikannya dari hotel melati. Klasifikasi ini disematkan pada hotel-hotel mewah yang mempunyai fasilitas lengkap.
Agung mengatakan, cara termudah untuk mengetahui perbedaan hotel bintang lima diamond dengan bintang lainnya adalah dengan melihat lobi.
"Perbedaan antara bintang lima dengan bintang lima diamond bisa dilihat saat masuk ke lobinya. Jadi kalau bintang lima diamond itu lobinya luas dari bintang lima," ucapnya.
"Seperti Ritz Carlton atau JW Marriot, besar sekali lobinya dan sangat sophisticated," ujarnya.
Agung mengatakan bintang di hotel diberikan oleh Lembaga Sertifikasi Usaha (LSU). Lembaga ini merupakan lembaga independen.
LSU memberikan tugas kepada auditor untuk memberikan penilaian terhadap hotel-hotel yang ada di Indonesia.
Para auditor LSU biasanya mempunyai indikator-indikator yang pakem untuk menilai suatu hotel dan mengklasifikasi kelasnya.
Dijelaskan Agung, indikator tersebut kebanyakan mengacu pada fasilitas, seperti kamar, ketersediaan kolam renang dan sebagainya.
Hotel yang tidak memenuhi indikator yang ada, akan diberi kesempatan untuk memperbaikinya. Jangka waktu perbaikan yang diberikan auditor untuk hotel sedikitnya satu bulan.
"Poin-poin [indikator] itu sudah dibuat oleh pemerintah, dalam hal ini meminta bantuan konsultan dan ahli pariwisata dan kita mengikuti itu," ujarnya.
Bintang di setiap hotel bersifat dinamis, bisa naik dan turun.
Meski begitu, Agung mengatakan, penurunan bintang di suatu hotel jarang terjadi. Kecuali, hotel tersebut mengurangi fasilitas yang sudah ada. Sebaliknya, kenaikan bintang pada suatu hotel sering terjadi.
"Misalnya hotel bintang tiga ingin naik menjadi bintang empat harus lulus kualifikasi yang ditetapkan auditor dulu," ujarnya.
Agung menjelaskan pemberian bintang pada hotel sebelumnya tidak dilakukan oleh LSU.
Ia mengatakan, awalnya pemberian bintang diberikan oleh Inspektur Perhotelan di bawah Kementerian Pariwisata, Pos dan telekomunikasi (sekarang Kementerian Pariwisata).
Kemudian, wewenang itu kemudian berpindah tangan ke Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia, sebelum akhirnya dipegang oleh LSU.
(yul/ard)