Jakarta, CNN Indonesia --
Hari raya Iduladha 1442 hijriah akan jatuh pada bulan Juli ini. Bagi umat muslim, berkurban saat Iduladha merupakan satu amalan. Tapi pelaksanaan kurban di masa pandemi Covid-19, sepertinya harus jadi perhatian setiap orang.
Kementerian Agama belum secara resmi menetapkan waktu pelaksanaan Iduladha2021. Baru PP Muhammadiyah yang sudah menetapkan pelaksaanaan Iduladha, yakni 20 Juli 2021.
"Untuk itu pelaksanaannya harus dipastikan sesuai syariah dan menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah terjadinya penularan Covid," bunyi panduan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, sudah banyak orang yang memesan hewan kurban mereka untuk disembelih.
Penyembelihan hewan kurban di Indonesia seringkali jadi tontonan warga hingga berkerumun. Bahkan pembagian hewan kurban pun tak jarang menimbulkan antrian panjang.
Padahal di masa pandemi Covid-19 saat ini, kerumunan orang hendaknya dihindari.
MUI menilai, kurban merupakan ibadah yang memiliki dimensi sosial sehingga perlu dioptimalkan agar dapat membantu penanggulangan Covid dengan menguatkan imunitas melalui penyediaan gizi bagi masyarakat yang terdampak.
Namun budaya kurban di Indonesia sepertinya akan sulit berubah. Sebabnya, pelaksanaan kurban dengan keramaian orang sudah jadi sebuah kebiasaan yang mengakar.
"Apa saja yang sudah menjadi tradisi dan praktiknya sebagai kebiasaan yang berlangsung terus menerus akan jadi pola yang cenderung sulit diubah," kata Dosen Fakultas Ilmu Budaya dan Ketua Takmir Mardliyyah Islamic Center UGM, Ahmad Munjid, saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (7/7).
Meski sulit, bukan berarti tidak bisa. Berkurban di masa pandemi Covid-19 harus mempertimbangkan manfaat dan mudarat (kejelekan). Dalam situasi Covid-19, apa yang disebut sebagai mudarat adalah penularan virus yang bisa berakibat menghilangkan nyawa sendiri bahkan orang lain.
Masyarakat yang akan berkurban harus memikirkan secara matang kemungkinan penularan Covid-19 ketika berkurban dilakukan dengan mengundang keramaian orang.
"Pelaksanaan kurban bisa berubah, baik sifatnya yang sunnah menjadi tidak, maupun tata cara pelaksanaannya," ucap Ahmad.
Kurban bukan kewajiban
Ahmad mengatakan, berkurban dalam bentuk memotong hewan saat Iduladha sifatnya sunnah. Artinya berkurban boleh dilakukan, boleh tidak.
Pelaksanaan ibadah yang tak bersifat wajib tentunya dilakukan dengan melihat konteks, mempertimbangkan skala prioritas. Dalam situasi pandemi Covid-19, berkurban boleh tidak dilakukan jika dinilai pelaksanaannya akan mengundang lebih banyak risiko.
"Jika tinggal di zona merah dan pelaksanaannya mengundang risiko penularan penyakit ya tidak dilakukan juga enggak apa-apa. Sekali lagi, kategori ibadah ini adalah sunnah, bukan wajib," tegas Ahmad.
Berkurban juga bisa dilakukan pada pelaksanaan Iduladha tahun depan setelah pandemi covid-19 mereda. Melihat situasi pandemi Covid-19 saat ini, Ahmad mengatakan, setiap orang bisa mengutamakan membantu pasien Covid-19 yang memerlukan bantuan.
Membantu para pasien Covid-19 dengan pengadaan oksigen, pembagian makanan, vitamin, obat-obatan, bahkan memasok peti mati juga dinilai sebagai pahala.
Ahmad menjelaskan, hal tersebut sudah sesuai dengan firman Allah dalam QS Al-Maidah ayat 32 yang berbunyi:
Barang siapa yang menyelamatkan satu nyawa ia ibarat menyelamatkan segenap nyawa manusia.
"Bantuan terhadap para penderita Covid-19 dalam situasi pandemi termasuk kategori itu. Jika kita mengutamakan membantu mereka sebagai santunan sosial, Insya Allah pahalanya tidak kalah atau bahkan bisa lebih tinggi ketimbang berkurban yang sifatnya ritual personal," jelas Ahmad.
Kurban yang lebih aman
Tapi berkurban juga bisa lebih aman jika pelaksanaannya dilakukan di lembaga kurban atau rumah potong hewan.
Berkurban bisa dilakukan di rumah pemotongan hewan yang paham dengan syariat Islam. Orang yang akan berkurban bisa memberikan sejumlah uang kepada rumah potong hewan, atau lembaga kurban terjamin sehingga pelaksanaannya tidak mengundang risiko penularan Covid-19.
"Distribusi daging kurban bisa dilakukan kepada kelompok panti asuhan, pesantren, atau lainnya, tidak per orang supaya tidak terjadi kerumunan," kata Ahmad.
Dengan demikian pelaksanaan kurban bisa tetap dijalankan tanpa meningkatkan risiko penularan Covid-19, tentunya dengan protokol kesehatan ketat.