Jakarta, CNN Indonesia --
Setelah mengungkapkan akan melakukan uji klinis di 8 rumah sakit beberapa waktu lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM) resmi mengizinkan penggunaan Ivermectin sebagai obat Covid-19.
Keputusan ini tercantum dalam Surat Edaran Nomor PW.01.10.3.34.07.21.07 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Distribusi Obat dengan persetujuan Penggunaan Darurat (Emergency Use Authorization). CNN Indonesia mendapat Surat Edaran ini dari Arya Sinulingga, staf khusus Menteri BUMN.
BPOM sendiri belum memberikan pernyataan terkait edaran ini. Kepala BPOM Penny K Lukito, Jubir Vaksinasi dari BPOM Lucia Rizka Andalusia, dan Kepala Subbagian Komunikasi, Informasi, dan Edukasi BPOM Eka Rosmalasari belum merespons saat dihubungi CNN Indonesia untuk dimintai konfirmasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbeda dari Indonesia, baik WHO, CDC, dan FDA sebenarnya belum memberikan izin penggunaan ivermectin untuk mengobati Covid-19.
Menurut Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat, Ivermectin adalah obat untuk mengobati infeksi cacing parasit. Penggunaan obat ini sangat spesifik merujuk pada infeksi akibat cacing tertentu.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga belum memberikan rekomendasi penggunaan Ivermectin sebagai obat terapi pasien Covid-19. Namun, penggunaannya dalam rangka uji klinik boleh dilakukan. WHO dalam pernyataannya beberapa waktu lalu juga menyatakan penggunaan Ivermectin sembarangan tanpa pengawasan dokter bisa berakibat fatal.
Dalam laman resminya, WHO menyebut bahwa bukti saat ini tentang penggunaan ivermectin untuk mengobati pasien COVID-19 tidak dapat disimpulkan. Sampai lebih banyak data tersedia, WHO merekomendasikan bahwa obat tersebut hanya digunakan dalam uji klinis, namun belum ada penelitian yang membuktikan efektivitas obat ini untuk Covid-19.
Rekomendasi ini, yang berlaku untuk pasien COVID-19 dengan tingkat keparahan penyakit apa pun, sekarang menjadi bagian dari pedoman WHO tentang perawatan COVID-19.
"Ivermectin adalah agen anti-parasit spektrum luas, termasuk dalam daftar obat esensial WHO untuk beberapa penyakit parasit. Ini digunakan dalam pengobatan onchocerciasis (buta sungai), strongyloidiasis dan penyakit lain yang disebabkan oleh cacing yang ditularkan melalui tanah. Ini juga digunakan untuk mengobati kudis," tulis WHO.
WHO juga menulis bahwa saat ini telah dibentuk kelompok pengembangan pedoman untuk merespons meningkatnya perhatian dunia pada ivermectin sebagai pengobatan potensial untuk Covid-19.
Kelompok ini adalah panel ahli internasional yang independen, yang mencakup ahli perawatan klinis dalam berbagai spesialisasi dan juga termasuk ahli etika dan mitra pasien.
Kelompok tersebut meninjau data yang dikumpulkan dari 16 uji coba terkontrol secara acak (total terdaftar 2407), termasuk pasien rawat inap dan pasien rawat jalan dengan COVID-19.
Mereka menemukan bahwa bukti Ivermectin bisa mengurangi kematian, kebutuhan ventilasi mekanis, kebutuhan masuk rumah sakit dan waktu untuk perbaikan klinis pada pasien COVID-19 hanya memiliki tingkat "kepastian yang sangat rendah". Hal ini karena data percobaan yang tersedia berjumlah sedikit dan metodologinya terbatas.
Panel tidak menyarankan penggunaan ivermectin untuk mencegah COVID-19 di luar cakupan pedoman yang ada saat ini.
FDA sendiri mencantumkan ivermectin sebagai obat antiparasit beberapa penyakit tropis yang terabaikan, termasuk onchocerciasis, helminthiase, dan scabies.Selain itu juga sedang dievaluasi potensinya untuk mengurangi tingkat penularan malaria dengan membunuh nyamuk yang memakan manusia dan ternak yang dirawat.
Hanya saja, Ivermectin tidak disetujui oleh FDA untuk pengobatan infeksi virus apapun.
Mengutip laman NIH, Laporan dari studi in vitro menunjukkan bahwa ivermectin bertindak dengan menghambat protein transpor nuklir alfa / beta-1 yang diimpor oleh inang, yang merupakan bagian dari proses transpor intraseluler utama yang dibajak virus untuk meningkatkan infeksi dengan menekan respons antivirus inang.
Namun tidak ada uji klinis yang melaporkan manfaat klinis ivermectin pada pasien dengan virus ini.
Melalui penelitian tersebut, tidak ada data yang cukup untuk Panel Pedoman Perawatan Covid-19 untuk merekomendasikan untuk atau menentang penggunaan ivermectin untuk pengobatan COVID-19.
Hasil dari beberapa uji coba acak dan studi kohort retrospektif penggunaan ivermectin pada pasien dengan Covid-19 telah diterbitkan dalam jurnal peer-review dan beberapa studi klinis menunjukkan tidak ada manfaat atau perburukan penyakit setelah penggunaan ivermectin.
Sedangkan yang lain melaporkan waktu yang lebih singkat untuk menuntaskan manifestasi penyakit terkait dengan Covid-19, dan ada juga yang membuktikan bahwa obat ini membantu membersihkan virus, dan menekan kematian.
Namun hasil penelitian tersebut masih tak merekomendasikan ivermectin sebagai obat covid-19.
Ada beberapa alasan antara lain: sebagian besar studi ini memiliki informasi yang tidak lengkap dan keterbatasan metodologis yang signifikan, yang membuatnya sulit untuk mengecualikan penyebab umum bias. Keterbatasan ini meliputi:
- Ukuran sampel sebagian besar percobaan kecil.
- Berbagai dosis dan jadwal ivermectin digunakan.
- Beberapa uji coba terkontrol secara acak adalah studi label terbuka, di mana baik peserta maupun peneliti tidak mengetahui kelompok pengobatan.
- Pasien menerima berbagai obat bersamaan (misalnya, doksisiklin, hidroksiklorokuin, azitromisin, seng, kortikosteroid) selain ivermectin atau obat pembanding. Ini mengacaukan penilaian kemanjuran atau keamanan ivermectin.
- Tingkat keparahan COVID-19 pada peserta penelitian tidak selalu dijelaskan dengan baik.
"FDA belum menyetujui ivermectin untuk digunakan dalam mengobati atau mencegah Covid-19 pada manusia. Tablet ivermectin disetujui pada dosis yang sangat spesifik untuk beberapa cacing parasit, dan ada formulasi topikal (pada kulit) untuk kutu kepala dan kondisi kulit seperti rosacea. Ivermectin bukan anti virus (obat untuk mengobati virus)," tulis FDA dalam laman resminya.
"Memakai obat ini dengan dosis besar akan berbahaya dan dapat menyebabkan bahaya serius."
Tablet ivermectin disetujui oleh FDA untuk mengobati orang dengan strongyloidiasis usus dan onchocerciasis, dua kondisi yang disebabkan oleh cacing parasit. Selain itu, beberapa bentuk ivermectin topikal (pada kulit) disetujui untuk mengobati parasit eksternal seperti kutu kepala dan untuk kondisi kulit seperti rosacea.
Beberapa bentuk ivermectin digunakan pada hewan untuk mencegah penyakit heartworm dan parasit internal dan eksternal tertentu. Penting untuk dicatat bahwa produk ini berbeda dari produk untuk manusia, dan aman jika digunakan sesuai resep untuk hewan saja.
FDA belum meninjau data untuk mendukung penggunaan ivermectin pada pasien untuk mengobati atau mencegah Covid-19. Namun, beberapa penelitian awal sedang berlangsung.
Dalam laman resminya, FDA juga mengungkapkan bahwa memakai obat untuk penggunaan yang tidak disetujui bisa sangat berbahaya. Ini juga berlaku untuk ivermectin.
"Ada banyak informasi yang salah di sekitar, dan Anda mungkin pernah mendengar bahwa tidak apa-apa untuk menggunakan ivermectin dosis besar. Itu salah."
"Bahkan tingkat ivermectin untuk penggunaan yang disetujui dapat berinteraksi dengan obat lain, seperti pengencer darah. Anda juga dapat overdosis pada ivermectin, yang dapat menyebabkan mual, muntah, diare, hipotensi (tekanan darah rendah), reaksi alergi (gatal dan gatal-gatal), pusing, ataksia (masalah dengan keseimbangan), kejang, koma dan bahkan kematian."
"Sementara itu, cara efektif untuk membatasi penyebaran Covid-19 tetap menggunakan masker, menjaga jarak minimal 6 kaki dari orang lain yang tidak tinggal bersama Anda, sering mencuci tangan, dan menghindari keramaian," tulis FDA.
Respons dokter soal Ivermectin
"Ivermectin itu obat cacing. Penggunaannya harus sesuai anjuran dokter karena efek samping mual, muntah, diare, alergi, sampai kejang, koma, dan kematian," ujar dokter spesialis paru, Erlang Samoedrosaat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (22/6).
Tak hanya itu, Erlang juga sempat mengatakan bahwa studi pada hewan percobaan juga memperlihatkan kemunculan efek samping terhadap janin. Sementara interaksi obat, seperti dengan obat TBC rifampisin, ditemukan dapat menurunkan kadar keampuhan ivermectin.
"IDI tidak merekomendasikan penggunaan Ivermectin pada pasien Covid-19 untuk sekarang ini, sama sekali tidak merekomendasikan," kata Zubairi kepada CNNIndonesia.com, Selasa (29/6).
"Jadi Ivermectin kalau untuk keperluan lain itu namanya off label, artinya labelnya sebetulnya hanya obat cacing tapi dipakai yang lain. Jadi intinya Ivermectin kalau sudah ada di Apotik Indonesia tidak boleh dipakai untuk mengobati covid-19," ujar Zubairi.