Jakarta, CNN Indonesia --
Situasi pandemi Covid-19 yang semakin parah dapat menjadi pemicu stres. Mulai dari rasa sedih karena kehilangan teman atau keluarga, cemas akan kondisi kesehatan, bunyi sirene ambulans yang tak henti-henti, hingga kesulitan ekonomi.
Psikolog Sustriani Saragih menyatakan situasi dan kondisi tersebut dapat meningkatkan stres yang bisa mempengaruhi kondisi kesehatan.
"Tidak hanya kita yang mengalami masalah mental, tapi ini juga jadi kondisi di global. Perlu disadari hubungan tubuh dan pikiran. Sedih, depresi, cemas, turut direspons tubuh misal, imun rendah, sakit kepala, ada tanda somatik," kata Sustriani dalam bincang virtual bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Kamis (15/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi ini dapat diatasi dengan manajemen stres yang baik. Apa saja cara yang efektif untuk manajemen stres, depresi dan cemas? Sustriani membagikan sejumlah tips dan cara manajemen stres yang efektif di masa pandemi Covid-19.
1. Perawatan diri dasar (basic self care)
 Cara manajemen stres yang efektif di masa pandemi dapat dilakukan dengan memenuhi kebutuhan dasar seperti diet yang seimbang. (Foto: Brooke Lark via StockSnap) |
Stres dapat dikurangi dengan melakukan sejumlah perawatan diri dasar. Sustriani mengatakan bahwa memperbaiki gaya hidup dapat mendukung kesehatan mental. Perawatan diri dasar meliputi:
- Diet seimbang dengan konsumsi makanan sehat dan bernutrisi sehingga membantu produksi hormon serotonin alias hormon bahagia.
- Olahraga. Lakukan olahraga 30 menit setiap hari untuk meningkatkan pelepasan hormon endorfin. Hormon ini dapat meredakan rasa sakit dan membuat otak lebih bahagia. Otak yang bahagia mampu mengatasi masalah-masalah emosional.
- Tidur yang cukup. Setiap orang direkomendasikan untuk tidur 7-9 jam setiap malam. Tidur yang cukup dan membersihkan emosi negatif.
- Hidrasi yang cukup. Penting untuk mencukupi kebutuhan hidrasi dengan 9 gelas air per hari untuk mempertahankan fungsi otak tetap normal.
- Relasi sosial positif. Kebutuhan ini dapat dilakukan merawat hubungan baik dengan keluarga, teman Anda dapat membicarakan hal-hal yang menyenangkan dan melakukan hobi yang dapat melepas hormon oksitosin dan dopamin yang membuat otak bahagia.
2. Mindfulness
Lakukan mindfulness atau latihan meditasi diri dengan fokus pada situasi saat ini. Latihan mindfulness mengajak individu untuk fokus pada saat ini. Artinya, Anda tidak cemas akan masa depan maupun terlena dengan masa lalu.
Mindfulness dapat dilakukan dengan sederhana.
"Kita bernapas, kita nikmati enaknya bernapas tanpa rasa sakit. Membersihkan rumah, fokus, menikmati," kata Sustriani
Studi menunjukkan mindfulness membantu otak lebih sehat, ukuran amigdala (bagian otak yang mengatur emosi) lebih kecil, dan stres lebih rendah.
3. Afirmasi positif
Keluhan, berita negatif, kabar duka membuat otak penuh emosi negatif. Untuk melawan emosi negatif yang memenuhi otak, berikan hal-hal positif pada diri sendiri.
Word affirmation atau kata afirmasi yang positif seperti 'I am a good person', 'Aku tidak akan membandingkan diri dengan orang lain', juga kata-kata senada dapat memberikan manfaat untuk otak.
"Kalau konsisten mendengarkan yang positif, perilaku akan positif," kata Sustriani.
4. Ketangguhan keluarga
Family resilience atau ketangguhan keluarga penting dilakukan di masa sulit seperti ini. Cobalah duduk bersama dan bercerita mengenai kondisi yang dirasakan.
Menurut Sustriani, duduk bersama keluarga untuk diskusi disertai pencarian solusi dapat membantu meringankan stres dan depresi.
5. Strategi tambahan
Ada beberapa strategi tambahan untuk manajemen stres. Anda bisa berpasrah pada Tuhan lewat doa. Sustriani berkata bagian otak frontal log terdapat God spot aitu titik di otak yang mengatur hubungan dengan Tuhan.
Anda juga bisa mengatur batasan yang sehat (healthy boundaries) dengan membatasi baca berita negatif soal Covid-19. Lalu, melakukan hobi yang menyenangkan.
Anda juga bisa menuliskan hal-hal yang disyukuri hari ini (gratitude exercise). Tidak harus hal-hal besar misal, bernapas dengan lancar dan tidur cukup. Bersyukur bisa menambah produksi dopamin. Ada juga journaling atau menuliskan emosi yang dirasakan dan mengekspresikan perasaan lewat tulisan.
Lakukan manajemen stres dengan rutin. Jika cara-cara ini tidak membantu, Sustriani menyarankan agar berkonsultasi dengan konselor dan psikolog.