SURAT DARI RANTAU

'Tembok Berlin' Itu Berwujud Neo Nazi dan Kaum Antivaksin

Patricia Rika Ariani | CNN Indonesia
Minggu, 15 Agu 2021 19:57 WIB
Penolakan terhadap vaksinasi Corona seakan menjadi "Tembok Berlin" baru dalam penanganan pandemi di Jerman.
Sampah masker di depan Old Opera, Frankfurt, Jerman. (AP/Michael Probst)

Antivaksin versus sains

Pandemi virus Corona tentu saja berdampak negatif pada kehidupan masyarakat di Jerman. Khususnya bagi para mahasiswa, kegiatan perkuliahan dan pekerjaan sambilan merupakan dua hal yang sangat dipengaruhi oleh pandemi, terutama karena banyak mahasiswa yang bekerja paruh waktu demi membiayai hidupnya selama kuliah.

Setahun yang lalu, kegiatan belajar mengajar di kampus saya bisa dibilang sangat kacau, karena selama ini kehadiran secara fisik sangat penting dan hampir seluruh tugas pun perlu dikumpulkan dalam bentuk cetak. Apalagi jurusan perkuliahan saya membutuhkan kedatangan ke laboratorium.

Belum mumpuninya sistem belajar dan mengajar jarak jauh serta kesiapan tenaga pengajar untuk menggelar kelas virtual juga menambah faktor sulitnya 'ngampus'.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tetapi seiring berjalannya waktu, situasi ini bisa dikendalikan. Kondisi pandemi di Jerman juga berangsur membaik, sehingga kegiatan perkuliahan yang harus dilakukan di kampus bisa kembali dilakukan.

Berbicara mengenai kaum antivaksin, selain di Indonesia kaum ini juga ada di Jerman.

Melirik berita yang baru-baru ini menjadi sorotan publik di Jerman, di mana seorang perawat berani memalsukan vaksin dengan cairan saline untuk disuntikkan ke orang-orang yang telah datang untuk mengikuti proses vaksinasi, cukup membuat saya sadar akan bahaya kaum antivaksin.

Contoh ini merupakan bukti betapa ekstremnya seorang antivaksin dapat bertindak demi menjunjung pemikiran mereka sekalipun harus melibatkan kepentingan orang lain.

Vaksinasi memang tidak diwajibkan di Jerman. Walaupun demikian, pemerintah dan sebagian besar masyarakat menyadari pentingnya vaksinasi untuk menekan Covid-19 mengingat perlunya memitigasi penyebaran penyakit ini yang sangat cepat.

Sejak beberapa bulan lalu, pemerintah telah menyediakan tempat-tempat vaksinasi dan memperbolehkan dokter-dokter umum untuk memberikan vaksinasi kepada seluruh penduduk Jerman, termasuk pemegang residensi Jerman (pelajar, pekerja temporer, ataupun pemegang visa lainnya).

Sayangnya, kaum antivaksin - yang biasanya termakan berita hoaks - terus berusaha keras menularkan pahamnya ini kepada orang lain sehingga memicu kebingungan dan ketegangan, misalnya dengan menyebarkan berita-berita dengan klaim sains tertentu mengenai efek vaksin pada anak-anak di masa depan, atau efek vaksinasi terhadap kesehatan mental manusia.

Semuanya ini tentu saja disebarkan tanpa klaim studi yang jelas, tetapi tidak sedikit yang menyertakan "comotan" temuan sains dari publikasi tertentu yang tidak berhubungan, supaya terkesan dapat dipercaya. Tidak sedikit juga yang menolak memakai masker karena disebut-sebut "mencabut kebebasan" seorang individu.

Kebencian terhadap vaksin dan penggunaan masker seakan menjadi "Tembok Berlin" baru dalam penanganan pandemi di Jerman.

People attend a protest rally in front of the Brandenburg Gate in Berlin, Germany, Wednesday, Nov. 18, 2020 against the coronavirus restrictions in Germany. Police in Berlin have requested thousands of reinforcements from other parts of Germany to cope with planned protests by people opposed to coronavirus restrictions. (AP Photo/Michael Sohn)Pedemo antipenguncian wilayah di Jembatan Brandenburg, Berlin, Jerman, pada 18 November 2020. (AP/Michael Sohn)

Seperti yang kita tahu, dalam situasi pandemi ini menjaga diri sendiri juga termasuk menjaga orang lain. Tidak hanya memisahkan masyarakat Jerman menjadi dua kubu, tetapi layaknya Tembok Berlin di masa lalu yang memisahkan anggota keluarga dan sanak saudara secara fisik, tembok transparan ini juga memisahkan manusia-manusia dari toleransinya terhadap orang lain.

Dengan menghindari vaksinasi dan penggunaan masker, orang-orang telah memisahkan dirinya dengan kewajiban menjaga keamanan bersama, terutama orang-orang lain yang berisiko kesehatan atau sudah lanjut usia.

Saat ini, untuk "merayu" lebih banyak penduduk Jerman supaya bersedia divaksin, pemerintah memberi banyak keistimewaan, mulai dari kemudahan untuk mengakses pusat perbelanjaan dan restoran, hingga aturan bebas karantina jika datang dari luar negeri termasuk negara berisiko Covid-19.

Dari pantauan saya, banyak anak muda yang lebih tergerak untuk divaksin, karena mereka telah mengedukasi dirinya secara mandiri mengenai bahaya penularan virus Covid-19 jika tidak segera divaksinasi.

Tinggal di negara yang memiliki banyak "-isme" tentu saja membuat saya banyak belajar. Walau berbeda pendapat, nyatanya penduduk Jerman tetap bangga pada negaranya. Salah satu contohnya mereka tertib dan disiplin pada aturan. Jika diminta di rumah saja selama penguncian Covid-19, mereka akan taat pada aturan yang berlaku.

Begitu juga soal melestarikan sejarah dan budaya, seperti halnya eksistensi Tembok Berlin ini. Sebelum pandemi, museum dan tugu peringatan biasanya ramai, tak hanya oleh turis mancanegara tapi juga turis domestik.

Walau sejarahnya kelam, mereka yang mencintai persatuan biasanya datang mengunjungi Tembok Berlin untuk mengingatnya sebagai simbol betapa nelangsanya suatu negara jika perbedaan SARA menjadi sumber perpecahan bangsa yang menyengsarakan bertahun-tahun.

Giliran kita sebagai kaum penerus perjuangan dari sejarah Indonesia, tembok manakah yang akan kita runtuhkan demi menjunjung kesatuan dan perdamaian?

---

Surat dari Rantau adalah rubrik terbaru di CNNIndonesia.com. Rubrik ini berupa "curahan hati" dari WNI yang sedang menetap di luar negeri. Bisa mengenai kisah keseharian, pengalaman wisata, sampai pandangan atas isu sosial yang sedang terjadi di negara yang ditinggali. Tulisan yang dikirim minimal 1.000 kata dan dilengkapi minimal tiga foto berkualitas baik yang berhubungan dengan cerita. Jika Anda ingin mengirimkan cerita, silakan hubungi [email protected]

(ard)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER