Jakarta, CNN Indonesia --
Kerja keras sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun, bukan berarti Anda hidup semata-mata untuk bekerja. Jika Anda seorang penggila kerja atau workaholic, bisa jadi Anda terperangkap gaya hidup hustle culture.
Dikutip dari laman Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, orang dengan gaya hidup hustle culture merasa dirinya harus terus bekerja keras dan hanya perlu meluangkan sedikit waktu untuk istirahat. Tak heran hustle culture juga disebut gila kerja.
Huslte culture tak baik untuk kesehatan baik fisik maupun mental. Pasalnya, orang yang terjebak dalam hustle culture menganggap jalan menuju kesuksesan dan kesejahteraan hanya dengan bekerja. Alhasil, jam kerja pun sering kali melebihi waktu normal. Lembur sudah jadi makanan harian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tren hustle culture ini hampir dialami oleh sebagian besar pekerja di berbagai perusahaan, terutama kalangan generasi milenial yang fresh graduate. Tuntutan kebutuhan hidup yang banyak mengharuskan mereka bekerja lebih keras supaya mendapatkan penghasilan besar meskipun mengesampingkan kesehatan diri sendiri," tutur psikolog Riliv, Graheta Rara Purwasono, dalam rilis resmi yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (19/8).
Dia menambahkan fenomena hustle culture juga dipicu faktor eksternal salah satunya celoteh (quotes) orang-orang sukses turut mendorong orang untuk kerja, kerja, dan kerja. Kata-kata yang memicu motivasi ini membuat banyak orang semakin gila kerja.
Apa Bahaya Hustle Culture?
Jika terus dilakukan, hustle culture dapat meningkatkan stres dan berujung burnout. Burnout adalah kondisi saat seseorang merasa lelah berkepanjangan karena stres kerja yang berat. Burnout dapat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik.
Simak cara mengubah pola pikir hustle culture di halaman berikut.
Bagaimana mengubah pola pikir dan bekerja sewajarnya?
Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan agar tak terperangkap gaya hidup hustle culture.
1. Bekerja untuk hidup
Ubah pola pikir bahwa bekerja untuk hidup, bukan hidup untuk bekerja.
Periksa kembali daftar tugas dan tanggung jawab Anda, selesaikan sesuai waktu yang ditentukan tanpa berlebihan. Alokasikan waktu untuk istirahat, me time, juga waktu untuk bersosialisasi dengan keluarga maupun teman.
2. Tak perlu membandingkan diri dengan orang lain
Sangat baik memiliki role model sebagai sumber inspirasi atau panutan di dunia kerja. Hanya saja perlu diingat lagi bahwa Anda memiliki garis start yang berbeda, perjuangan pun berbeda pula.
Sembari mensyukuri yang ada kini, jadikan para panutan ini penyemangat, bukan sumber perbandingan.
3. Waktu untuk santai
Alokasikan waktu untuk bekerja dan waktu untuk bersantai dengan seimbang. Rencanakan aktivitas yang menyenangkan seperti melakukan hobi membaca, merawat tanaman, bermain dengan anjing kesayangan atau mencoba menu masakan baru.
Sejenak mute grup percakapan kantor, alihkan perhatian dari keinginan membuka email pekerjaan.
4. Sukses tak cuma dari bekerja
Kerja keras tidak selalu memberikan jaminan akan kesuksesan. Anda perlu mendefinisikan kembali kesuksesan menurut Anda, bukan kesuksesan menurut orang lain seperti selebriti atau influencer.
Anda bisa saja merumuskan kesuksesan misalnya, mampu melunasi cicilan KPR rumah tanpa macet, mampu berkomitmen olahraga 30 menit per hari, atau mengurangi jajan dan dialihkan untuk tabungan.
5. Kesehatan adalah nomor satu
Tanpa kondisi tubuh yang fit dan sehat, tentu pekerjaan bakal terbengkalai. Saat sakit, penghasilan dari pekerjaan pun harus memenuhi kebutuhan pengobatan dan pemulihan.
Kesehatan Anda tetap yang utama. Pekerjaan cukup dikerjakan sesuai porsi dan kapasitas Anda.