Jakarta, CNN Indonesia --
Diskusi mengenai Ley Line atau Garis Ley yang terorinya muncul pada tahun 1921 masih terus berlanjut, bahkan hingga saat ini di zaman yang sudah modern.
Garis Ley adalah garis imajiner lurus dan sejajar yang bisa ditarik antara berbagai bentang alam dan monumen bersejarah yang menonjol.
Di sepanjang garis ini, di tempat mereka berpotongan, ada kantong "energi terkonsentrasi".
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip All That Interesting, teori ini pertama kali digagas oleh ahli arkeologi Alfred Watkins yang ditulis dalam bukunya berjudul 'The Old Straight Track'.
Watkins sangat yakin dengan teorinya, namun karena "berbau takhayul", gagasan Watkins tidak pernah diterima oleh lembaga arkeologi Inggris.
Dalam teorinya, Watkins memperhatikan bahwa situs-situs kuno di berbagai titik di seluruh dunia berada dalam area searah.
Baik situs buatan manusia atau alam, mereka semua berada dalam satu pola, biasanya garis lurus. Dia menyebut garis-garis ini 'ley' dan percaya bahwa garis mengandung unsur supranatural dan spiritual.
Misalnya, membentang dari ujung selatan Irlandia, sampai ke Israel, ada garis lurus yang menghubungkan tujuh bentang alam berbeda yang menyandang nama "Michael", atau semacamnya.
Garis Ley juga ditemukan saat menarik garis lurus dari Piramida Agung Giza di Mesir, Chichen Itza di Meksiko, dan Stonehenge di Inggris. Belum diketahui lebih lanjut mengenai keberadaan "energi" yang dimaksud, namun fakta tersebut lumayan mengejutkan kalangan arkeolog.
Meskipun garis-garis itu kadang-kadang akurat secara geografis, keberadaan Garis Ley di penjuru dunia telah diperdebatkan hampir sejak Watkins melakukan pengamatannya.
Yang berteori secara ilmiah berpendapat kalau mungkin saja pemukiman zaman dulu memang dibangun seragam, sehingga segala bangunan penting harus dibuat lurus berdampingan yang akhirnya menciptakan apa yang disebut Garis Ley.
Artikel ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...
Pengakuan Garis Ley
Banyak budaya di seluruh dunia memiliki pemahaman tentang Garis Ley. China menyebut mereka 'Garis Naga', Amerika Selatan 'Garis Semangat' dan Australia 'Garis Mimpi.
Di benua Asia sendiri, konsep Garis Ley cukup mendapat pengakuan. Sebagian besar masyarakat di sana percaya bahwa area dari barat ke timur adalah tempat-tempat yang memiliki "energi".
Di Indonesia, salah satu Garis Ley berada di Bali.
Mengutip tulisan dari situs Bali Spirit Festival, ada enam tempat di Pulau Dewata yang menyambung dalam Garis Ley, di mana energi dari masing-masing elemen dimurnikan.
Dimulai dari Pura Uluwatu, kemudian melewati gunung vulkanik yang suci; Gunung Batur.
Setelah itu berlanjut ke Pura Luhur Batukaru dan Gunung Agung, di mana ada mata air Tirta Empul di kaki gunungnya, kemudian berakhir di Pura Agung Pulaki.
Sementara Garis Ley di Jepang terhubung dari Gunung Takachiho yang melewati Gunung Tsurugi, Gunung Fuji, Kuil Ise, sampai Istana Kekaisaran.
Mengutip All About Japan, terdapat kurang lebih 20 tempat "berenergi" yang berada dalam Garis Ley versi Negara Matahari Terbit.
Jika sedang berwisata dengan pemandu wisata lokal, ia akan segera memberitahu Anda saat masuk ke tempat yang disebut "power spot". Sulit untuk dijelaskan maknanya, namun tempat-tempat ini dipercaya bisa menjadi lokasi terbaik untuk "mengadu kepada Tuhan".
Salah satunya ialah kawasan Pantai Tsurigasaki, venue ajang olahraga surfing dalam Olimpiade Tokyo 2020.
Pantai yang berada di kota Ichinomiya, Prefektur Chiba, ini berada di kawasan paling timur di Jepang.
Kota Ichinomiya mendapatkan namanya dari Kuil Buddha Kazusanokuni Ichinomiya Tamasaki.
 Pemandangan Piramida Giza di Mesir, yang disebut masuk Garis Ley dunia. (AFP PHOTO / KHALED DESOUKI) |
Selama berabad-abad, kuil ini ramai dikunjungi orang yang berdoa untuk mendapat keberuntungan dalam hidup, seperti dalam pernikahan, keluarga sampai bisnis.
Terdapat juga jimat yang bisa dibeli dari kuil, dan tentu saja banyak peselancar yang membelinya untuk keselamatan selama di lautan.
Kuil Kazusanokuni Ichinomiya Tamasaki menambah daftar panjang puluhan tempat "berenergi" di sepanjang Garis Ley Jepang, setelah Gunung Fuji, Kuil Samukawa di Prefektur Kanagawa, Kuil Moto Ise Kotai-jingu di Prefektur Kyoto dan Kuil Izumo di Prefektur Shimane.
"Secara historis dalam budaya Jepang, pantai dianggap sebagai pintu masuk Tuhan dari laut dan darat. Oleh karena itu mereka memiliki monumen raksasa bernama 'torii' yang berarti 'gerbang Tuhan' di setiap pantai, seperti juga di Pantai Tsurigasaki," kata salah satu warga bernama Ben.
"Saat festival Matsuri di musim panas, kuil-kuil di sekitar Pantai Tsurigasaki membawa replika kuil mereka, atau 'mikoshi', untuk disucikan di lautan. Tradisi di Ichinomiya berlangsung di Pantai Tsurigasaki," pungkasnya.
[Gambas:Photo CNN]