Tahun 1920, pemerintah Hindia Belanda membangun Kantor Pos Cikini. Dengan adanya itu, surat menyurat dan pengiriman barang dari luar jawa dan negeri menjadi lebih mudah. Sampai saat ini, Kantor Pos Cikini masih ada dan beroperasi.
Sekitar tahun 1950, tak jauh dari kantor pos, pabrik dan toko roti asal Bogor, Tan Ek Tjoan, dibuka di Cikini.
Toko roti itu nyaris tak pernah sepi. Orang-orang Belanda yang tinggal di sekitar Cikini menjadikan Roti Gambang, roti berbahan gula aren, sebagai menu sarapan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sayangnya, tahun 2015 lalu pabrik roti Tan Ek Tjoan di Cikini berhenti beroperasi dan dipindah ke Ciputat. Meski begitu, roti Tan Ek Tjoan di Cikini masih mudah didapat melalui penjualan gerobak bersepeda.
Dari sepanjang Kantor Pos sampai Stasiun Cikini, sedikitnya ada delapan gerobak Tan Ek Tjoan. Macam rotinya pun semakin bervariasi.
Selain bangunan dan makanan, Cikini juga punya tokoh yang legendaris yaitu Mohamad Ali alias Bir Ali. Konon panggilan itu disematkan kepadanya karena Ali suka minum bir.
James Siegel dalam bukunya, 'Gaya (Orde) Baru: Eksplorasi Kejahatan Politik dan Kejahatan (2000)' menceritakan Bir Ali adalah seorang mantan militer yang menjadi perampok terkenal.
Ali tak sendiri, dia bersama Kusni Kasdut, Mulyadi dan Abu Bakar membuat geng perampok. Nama mereka melintang di dunia kejahatan.
Ali pernah merampok seorang hartawan Arab bernama Ali Badjened dan menembaknya sampai meninggal pada 11 Agustus 1953. Selain itu, Ali dan geng rampoknya juga pernah menjarah Museum Nasional Indonesia alias Museum Gajah yang di Merdeka Barat, Jakarta.
Ragam cerita dimiliki oleh Cikini. Tak bisa dihilangkan dan menjadi bagian dari Cikini saat ini. Kini, Pemprov DKI bahkan memproyeksikan Cikini sebagai destinasi urban tourism (wisata perkotaan).
Cikini dianggap mempunyai daya tarik karena mempunyai tempat-tempat bersejarah dan sederet tempat kongko legendaris.
(ard)