Porter, Profesi Kuno yang Hampir Punah di Istanbul

CNN Indonesia
Sabtu, 13 Nov 2021 13:20 WIB
Sebelum adanya teknologi mesin pengangkut dan ponsel, para porter sangat diandalkan dalam perdagangan di pasar-pasar Istanbul, Turki.
Sebelum adanya teknologi mesin pengangkut dan ponsel, para porter sangat diandalkan dalam perdagangan di pasar-pasar Istanbul, Turki. (AFP/OZAN KOSE)

Kode etik kuli panggul

Porter biasanya bekerja dalam regu, di bawah kepemimpinan seorang kapten yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan pekerjaan dengan pedagang dan mendistribusikan gaji pada akhir shift.

Yildiz mengatakan dia menghasilkan sekitar 200 hingga 300 lira (sekitar Rp280 ribu sampai Rp430 ribu), terkadang lebih saat hari sibuk.

Tetapi pekerjaan itu membutuhkan kode etik yang ketat, dengan masing-masing regu mengendalikan distrik tertentu dan tidak dapat menyeberang ke wilayah lain.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jika saya mencoba pergi ke sana, mereka tidak akan membiarkan saya -- itu wilayah mereka," kata portir Mehmet Toktas (49) sambil menunjuk ke bangunan di seberang jalan.

Selama hampir 30 tahun, enam hari seminggu, Toktas telah membawa beban menaiki tangga gedung tujuh lantai yang sama, mengembangkan fisik seorang pegulat tetapi penghasilannya semakin berkurang seiring waktu.

Lebih dari seratus pedagang di gedung itu bergantung pada orang-orang seperti Toktas -- gerobak biasa di atas roda tidak banyak berguna di rumah-rumah tua tanpa lift dan hanya lorong-lorong sempit.

Tapi berdiri di bawah lampu neon pucat di lantai dasar, Toktas merasa seperti salah satu yang selamat terakhir dari perdagangan yang menghilang, ditinggalkan oleh pedagang yang pindah ke lokasi yang lebih mudah diakses dan teman-teman yang memilih pekerjaan yang tidak terlalu melelahkan.

"Dulu ada empat atau lima dari kami di sini, tetapi yang lebih tua telah pergi dan sekarang saya sendirian. Saat itu, bayaran lebih baik dari sekarang," katanya.

"Saat ini, jumlah pekerjaan telah turun dan kami tidak menghasilkan banyak."

A man carries empty cardboard boxes near the Grand Bazaar in central Sultanahmet district of Istanbul, on August 11, 2018. / AFP PHOTO / Yasin AKGULUsia porter beragam, dari muda sampai tua. Namun kini, porter senior sudah banyak yang pensiun. (AFP PHOTO / Yasin AKGUL)

Cedera lutut

Toktas mengatakan bahwa dia masih menghasilkan hingga sekitar Rp280 ribu per hari, tetapi hampir tidak dapat mengambil cuti jika dia ingin mendapatkan upah minimum resmi, yang sekarang bernilai sekitar Rp5 juta per bulan.

Selain itu, ia tidak memiliki jaminan kesehatan atau jaminan sosial, yang berarti ia harus ekstra hati-hati untuk memastikan punggungnya bertahan sampai rencana pensiun pada usia 60 tahun.

"Setiap orang yang lebih tua dari saya telah dioperasi lutut atau punggungnya," kata Toktas.

Di sekitar lingkungan, beberapa kuli terlihat seperti orang tua, rambut mereka perak dan kaki mereka setipis egrang.

Namun, meskipun tulang rawan rusak dan hernia sesekali, beberapa kuli bekerja sampai mereka berusia 70 tahun.

Bagi para pedagang kota tua, orang-orang ini adalah berkah.

Lihat Juga :

"Mereka adalah mata rantai yang tidak bisa kita lepaskan," kata pedagang Kamil Beldek, berdiri di belakang konter toko kecilnya.

"Bagi kami, apa yang mereka lakukan tampaknya sangat sulit, tetapi bagi mereka itu mudah."

Toktas kurang pasti. Meskipun dia merasa berguna dan dibutuhkan, dia ragu banyak orang lain yang akan mengikuti langkahnya.

Lantai atas gedungnya sekarang kosong, dengan pedagang grosir lebih memilih untuk pindah ke lokasi yang lebih terpencil di mana logistik lebih mudah diatur.

"Dalam 10 atau 15 tahun, pekerjaan ini tidak akan ada lagi," prediksi Toktas.



(afp/ard)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER