Jakarta, CNN Indonesia --
Busan akan membangun 'kota terapung' tahan banjir sebagai solusi naiknya permukaan laut pada 2022. Proyek bernama Oceanix itu hasil kolaborasi sejumlah desainer, arsitek dan insinyur.
Sejak diluncurkan pada 2019, penyelenggara telah mencari tempat membangun prototipe untuk 'kota terapung' tahan banjir di kawasan Korea Selatan tersebut.
Salah satu pendiri Oceanix, Itai Madamombe, mengatakan lingkungan prototipe pertama di Busan diperkirakan selesai pada 2025. Proyek tersebut, kata Itai, saat ini tengah dibicarakan bersama pihak pemerintah lain soal penerapan teknologi yang akan dikembangkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Walikota Busan Park Heong-joon menyambut baik kesepakatan tersebut.
"Dengan perubahan kompleks yang dihadapi kota-kota pesisir, kami membutuhkan visi baru di mana manusia, alam, dan teknologi dapat hidup berdampingan," tutur Heong-joon seperti dikutip CNN pada Minggu (11/12).
November lalu, kelompok pemegang proyek menandatangani perjanjian dengan Busan dan Badan Pembangunan Perkotaan PBB (UN Habitat) untuk menjadi tuan rumah lokasi kota terapung pertama di lepas pantai Korea Selatan.
Sementara itu, Direktur UN-Habitat, Maimunah Mohd Sharif, menggambarkan Busan sebagai lokasi ideal untuk menjadi prototipe.
"Kota terapung yang berkelanjutan adalah bagian dari gudang strategi adaptasi iklim yang tersedia bagi kita," katanya dalam pernyataan resmi.
"Daripada 'berkelahi' dengan air, mari kita belajar hidup selaras dengannya."
Lanjut ke sebelah...
Busan selama ini dianggap rentan terhadap dampak kenaikan permukaan laut. Pada 2020, Greenpeace Korea memperingatkan Pantai Haeundae bisa hilang pada 2030 karena hal itu.
Dalam kurun 10 tahun, sebuah studi Sustainability mengungkapkan Busan mengalami banjir yang parah dibanding kota lain.
Oleh sebab itu, perancang proyek kota terapung di Busan mengatakan nantinya kota itu terdiri dari serangkaian platform yang saling berhubungan dan ditargetkan bisa menampung 10 ribu penduduk.
Material untuk bangunan itu tetap dibuat di pabrik, kemudian baru diletakkan di lokasi. Setiap area kira-kira seluas lima hektare dan bisa menampung 300 orang di gedung setinggi tujuh lantai.
Mereka akan terhubung dengan yang lain melalui jalan setapak dan jalur sepeda.
Menurut firma arsitektur yang memimpin desain, Bjarke Ingels Group (BIG), komunitas itu bisa dikelompokkan di sekitar pelabuhan pusat untuk membentuk desa yang lebih besar dengan 1.650 penduduk.
Desa-desa itu kemudian akan membentuk kota metropolis lengkap dengan fasilitas rekreasi hingga ruang kerja, dan dijuluki Oceanix City.
Pemukiman itu dipertimbangkan sebagai bangunan berkelanjutan yang mana penduduk bisa menghasilkan makanan dan energi dalam sistem loop tanpa limbah.
Area tersebut akan dirancang dengan pertanian komunial, budidaya makanan akuaponik, dan kebun kompos. Sementara itu, peternakan makanan laut dapat berlokasi di perairan sekitarnya.
Di sisi lain, platform yang tidak berpenghuni dapat menampung turbin angin terapung dan panel surya, atau digunakan untuk menanam bambu untuk pembangunan gedung baru.
Rencana kota yang diusulkan BIG juga mencakup produksi air bersih, dengan instalasi pengolahan di lokasi dan sistem yang bisa menampung dan menyimpan air hujan.
Arsitek juga telah membayangkan armada kendaraan listrik yang terbuat dari taksi air hidrofoil hingga feri bertenaga surya. Transportasi itu menghubungkan lingkungan dengan bagian lain kota dan daratan.