Makna Riasan dan Busana Perkawinan Adat Jawa
Putri Tanjung resmi menjadi istri Guinandra pada Minggu (20/3) lalu. Pernikahan anak sulung Chairman CT Corp, Chairul Tanjung ini mengusung adat perkawinan Jawa yang sarat makna baik riasan maupun busananya.
Momen pernikahan keduanya pun mampu memukau siapa pun yang hadir.
Atalia Praratya, istri Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, mengungkapkan dirinya bangga Putri dan Guinandra mengaplikasikan adat Jawa dalam upacara pernikahan mereka.
"Saya melihat Putri cantik sekali, pangling, berbinar, termasuk saya melihat Putri masuk ke ruangan, mukanya berbinar-binar gitu meski menggunakan masker," ujar Atalia saat menghadiri acara pernikahan kemarin.
Riasan dan busana Putri Tanjung tidak hanya memperlihatkan keindahan dan kecantikan tetapi juga menyiratkan makna dan harapan-harapan baik dalam kehidupan pernikahan kelak.
Riasan pengantin dalam perkawinan adat Jawa
Riasan bisa dibagi menjadi dua yakni riasan wajah dan tata rambut atau sanggul. Riasan wajah pengantin perempuan menonjol pada paes atau lukisan mirip ukiran di area kening hingga pelipis. Berikut anatomi paes beserta maknanya.
Gajahan
Bentuknya setengah bulat, besar dan ditempatkan di tengah kening. Gajahan mengandung harapan perempuan dapat ditinggikan derajatnya dan dihormati.
Pengapit
Bentuk lekukan di kanan dan kiri gajahan dengan makna pendampingan agar selalu berjalan lurus.
Penitis
Bentuknya seperti telur, berukuran kecil di kanan dan kiri pengapit. Penitis memiliki makna hendaknya sesuatu harus punya tujuan dan perencanaan yang matang.
Godheg
Lekukan di dekat telinga atau pelipis. Godheg melambangkan pengingat agar kedua mempelai saling introspeksi diri dan tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan.
Kemudian untuk sanggul, adat perkawinan Jawa mengenal dua macam sanggul yakni, sanggul bangunan tulak dan sanggul bokor mengkurep. Sanggul bokor mengkurep digunakan saat prosesi siraman.
Sanggul yang dibungkus dengan rangkaian melati ini melambangkan sikap pengabdian diri dan bakti istri terhadap suami.
Sementara sanggul bangunan tulak berbentuk mirip kupu-kupu dan terdapat rangkaian melati yang dipasang di bawang sanggul. Sanggul ini melambangkan upaya untuk menghindari bahaya sekaligus permohonan keselamatan dari kerabat pengantin.
Busana pengantin dalam adat perkawinan Jawa
Busana pengantin perempuan akan menyesuaikan dengan tahapan prosesi pernikahan. Secara garis besar terdapat empat prosesi yakni, midodareni, ijab, panggih dan sesudah panggih.
Upacara midodareni
Pengantin mengenakan busana kejawen atau warna sawitan. Dikutip dari jurnal terbitan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, busana sawitan adalah busana dengan kain jarik dan stagen yang dibuat dari kain yang memiliki warna yang sama.
Pakaian ini melambangkan kesatuan rasa kedua mempelai, juga kesatuan dengan Sang Pencipta. Di sini juga terkandung makna, apapun yang terjadi, kedua pasangan akan tetap setia.
Pakaian sawitan terdiri dari tiga elemen utama yakni kebaya lengan panjang (dari kain lurik atau tenun warna hijau), stagen (pengikat kain jarik) dan kain jarik (melambangkan sikap sopan santun).
Ijab
Pengantin tidak mengenakan pakaian khusus, hanya kebaya, rok dan perlengkapannya.
Upacara panggih
Pakaian yang dikenakan disebut basahan yang terdiri dari semekan atau kemben, dodot atau kampuh, selendang cinde sekar merah, dan kain jarik cinde sekar merah.
Busana mengandung makna manusia hanya menyerah pada kodrat atau kejadian yang sudah digariskan. Dodot memiliki corak batik alas-alasan yang melambangkan pengantin akan mulai hidup baru.
Sesudah panggih
Pengantin akan mengenakan busana kanigaran yang terdiri dari kebaya panjang, kain jarik, stagen dan selop.
(els/agn)