Harapan akan pria yang bisa menjadi tempat keluh kesah sehari-hari pun pudar. Sang suami kerap terlihat enggan dan malas saat Dahayu ingin berbagi cerita tentang kesehariannya atau pekerjaannya di kantor.
Padahal, keberadaan teman mengobrol menjadi kebutuhan emosional Dahayu yang terbesar dan paling mendasar. Meski sudah berkali-kali disampaikan, tapi sang suami tak juga memahami kebutuhan mendasar Dahayu yang satu ini.
"Saya enggak nuntut apa-apa, kok. Yang penting dia [suami] bisa jadi teman berbagi cerita. Itu aja," ujar Dahayu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski berstatus sebagai suami-istri, namun keduanya seolah hidup terpisah satu sama lain. Hal yang sama juga dilakukan sang suami. Jika Dahayu bertanya soal kegiatan sehari-harinya, maka ia akan dianggap bawel, curigaan, dan sederet penilaian negatif lainnya.
Dengan cara yang aneh, kehadiran suami justru membuat Dahayu merasa kesepian. "Punya suami, tapi rasanya tetap sendiri," keluh Dahayu pelan. Matanya menerawang sedih.
Segala kekesalan dan beban pikiran disimpan Dahayu seorang diri. Tak ada teman berbagi. Ada sesuatu yang kosong dalam diri Dahayu, yang tak bisa diisi oleh suaminya sendiri.
Padahal, Dahayu merasa telah melakukan segala upaya untuk sang suami. Ia berusaha menjadi istri yang bisa diandalkan dan mandiri tanpa bergantung pada suami. Segala urusan rumah tangga, ia yang urus. Ia juga membantu suami mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Tapi, kok, perlakuannya ke saya begitu, ya," ujar Dahayu.
Perlakuan suami yang seenaknya, ditambah dengan rasa kesepian dan kecewa, membuat Dahayu merasa tak diperlakukan layak sebagai seorang istri.
Dahayu tak tinggal diam. Merasa tak diperlakukan layak, ia mencoba bersikap tegas dengan beberapa kali menolak suami saat ingin berhubungan badan.
![]() |
"Memangnya istri hadir cuma buat ngelayanin hasrat seks suami?" ujar Dahayu lantang. Kepalanya mendongkak, pandangan matanya tajam, seolah sang suami berada di depan dan bersiap menerima amukannya.
Dahayu bahkan tak peduli jika penolakannya berujung pertengkaran. Toh, pertengkaran itu ujung-ujungnya akan mereda dalam beberapa waktu. Dahayu hanya perlu sabar menghadapi berbagai pertengkaran akibat urusan ranjang yang tak kunjung usai.
Dahayu tak mengerti apa yang ada di dalam pikiran suaminya. Perlahan, Dahayu mempertanyakan kehadirannya sebagai seorang istri.
"Apakah baginya, sebagai istri, saya itu hadir hanya untuk memuaskan hasrat seksualnya?" tanya Dahayu pelan.
Dahayu sadar betul bahwa kepuasan seksual punya peran penting dalam keharmonisan rumah tangga.
Lihat Juga :![]() SUDUT CERITA Ayah, Superman itu Juga Manusia |
Ia juga tahu, sebagai seorang Muslim, seorang istri perlu melayani hasrat seksual suami. Kebetulan, sang suami kerap menjadikan alasan agama sebagai penyebab kemarahannya saat Dahayu menolaknya berhubungan badan.
"Kamu, tuh, dosa kalau nolak suami yang pengin berhubungan badan," ujar Dahayu, meniru apa yang kerap disampaikan suaminya.
"Tapi, gimana sama perasaan saya? Apakah karena seorang istri perlu melayani hasrat seksual suami, terus perasaan istri enggak perlu diperhatikan? Apa seorang suami enggak perlu memenuhi kebutuhan emosional istri?"
Berbagai macam pertanyaan tentang relasi suami istri itu tumpah dan carut marut di dalam pikirannya. Ia gelisah antara ingin menjadi istri yang berbakti dan membahagiakan suami, termasuk urusan ranjang, atau mempertahankan harapannya untuk menjadi istri yang dihargai oleh suami.
Kedua hal itu, bagi Dahayu, bukan-lah pilihan. Melainkan dua hal yang harus berjalan beriringan.
Bagi Dahayu, meski punya 'tugas' untuk melayani hasrat seksual suami, seorang istri tetap-lah manusia biasa. Ia bukan boneka, seorang istri juga punya perasaan dan kebutuhan emosional yang patut diperhatikan.
"Saya itu seorang istri, bukan boneka seks suami."
(asr)