Pertemuan 'Kanguru' dan 'Kolam Susu' di Panggung JFW 2023
Jakarta Fashion Week 2023 menjamu label dan desainer mancanegara salah satunya dari Australia. Masing-masing membawa kekhasan desain sekaligus budaya dari negara asalnya.
Kedutaan Besar Australia Jakarta dan Global Victoria menghelat pertunjukan mode dengan mengusung desainer Australia Denni Francisco serta dua desainer Indonesia yakni, Auguste Soesastro dan Friederich Herman. Auguste dan Friederich merupakan desainer yang sempat mencicipi pendidikan di sekolah terkemuka di Australia.
Francisco mempersembahkan koleksi busana di bawah jenama Ngali. Lewat Ngali, ia memperkenalkan budaya suku Aborigin dan suku Kepulauan Selat Torres. Kemudian Auguste lewat jenama Kraton tetap setia dengan sentuhan budaya Indonesia sembari memanfaatkan apa pun yang dimiliki selama pandemi termasuk stok kain dan sisa kain batik.
Pertunjukan ditutup dengan busana koleksi Friederich yang memamerkan gaya 'preppy look' khas 1960-an lengkap dengan warna-warna eksentrik dan berani.
Lihat Juga :Jakarta Fashion Week 2023 Berontak Harry Halim dan Romantisme Busana Tanpa Sekat Gender |
Ngali oleh Denni Francisco
Suku Aborigin adalah suku asli Australia. Setidaknya itu yang disebutkan di buku-buku ilmu pengetahuan umum. Namun seperti apa sih budayanya? Jenama Ngali milik Francisco mencoba meramunya bersama budaya suku Kepulauan Selat Torres.
Koleksi ini lekat dengan nuansa segar dan ringan. Warnanya pun beragam mulai dari warna baby blue yang lembut hingga coklat serta maroon yang berani. Warna-warna ini seolah menggambarkan keseharian suku Aborigin maupun suku Kepulauan Selat Torres. Suku Kepulauan Selat Torres memang dekat dengan laut, sementara suku Aborigin lekat dengan alam dan kehidupan daratan Australia.
Francisco membuktikan bahwa busana penuh motif tidak akan meninggalkan kesan 'berat' pada si pemakai. Paduan warna dan motif memberikan kesan 'kering' sekaligus liar. Anehnya, motif-motif abstrak serupa air dan bebatuan ini mengalir ringan begitu saja.
Warna dan motif ini 'mengalir' dalam siluet beragam tetapi tetap menonjolkan sisi feminin perempuan seperti, blus, gaun, tunik, rok dan celana.
Kraton oleh Auguste Soesastro
Selama dua tahun pandemi, Auguste berupaya menjaga 'dapur' tetap mengepul sembari meramu karya. Di panggung JFW 2023, ia memamerkan satu dari dua koleksi ramuannya.
Dia menuturkan bahwa karya ini adalah kelanjutan sekaligus evolusi dari karya-karya sebelumnya. Bertemakan Indonesia, Auguste ingin mengusung busana tradisional Indonesia dengan estetika universal (universal aesthetic).
"[Dulu androgynous] kali ini lebih androgynous lagi. Kalau dari tampilan, akan cukup konvensional, dalaman putih dan luaran hitam, kemudian ada sentuhan batik," kata Auguste pada CNNIndonesia.com jelang pertunjukan pada Sabtu (29/10).
Dia mengaku menggunakan kain-kain yang sudah ada plus memanfaatkan kain batik sisa busana pesanan dan koleksi terdahulu. Menurutnya, 'goal' dari upcycling atau memanfaatkan sisa adalah busana tidak boleh terlihat seperti kumpulan sampah.
"Ini upcycling tapi kelihatan kayak baju-baju 'normal' sehingga ada nilai tambah," imbuhnya.
Lihat Juga :Jakarta Fashion Week 2023 Potongan Imaji Masa Depan yang 'Merancang' Busana |