Studi: Temukan Bakteri Kulit Ternyata Bisa Picu Penyakit Lupus

CNN Indonesia
Sabtu, 05 Nov 2022 11:20 WIB
Beberapa orang dianggap rentan terhadap lupus jika memiliki genetika atau faktor keturunan. Walau begitu, pemicu sebenarnya penyakit lupus belum diketahui.( iStockphoto/Michail_Petrov-96)
Jakarta, CNN Indonesia --

Lupus jadi salah satu penyakit yang tentunya dihindari semua orang. Jika Anda memiliki lupus, sistem kekebalan yang seharusnya melindungi, malah berbalik melawan tubuh.

Pengidap lupus kebanyakan wanita di usia remaja dan 20 an. Gejalanya biasanya demam, kejang, rambut rontok, nyeri sendi, hingga gagal ginjal. Penyakit ini akan berakibat fatal jika tidak ditangani.

Apa sebenarnya yang membuat orang terserang penyakit lupus?

Beberapa orang dianggap rentan terhadap lupus jika memiliki genetika atau faktor keturunan. Walau begitu, pemicu sebenarnya penyakit lupus belum diketahui.

Tapi, sebuah studi teranyar yang diterbitkan pada 28 Oktober di Science Immunology menawarkan satu jawaban yang mungkin. Penelitian itu menemukan bahwa mikroba kulit dapat menyebabkan lupus sistemik besar-besaran pada tikus. Mikroba usus juga kemungkinan berperan dalam perkembangan penyakit lupus.

Penulis dan dokter kulit di Tohoku University School of Medicine, Hitoshi Terui mengatakan banyak penelitian menunjukkan hubungan antara mikroba usus dan penyakit autoimun. Tetapi tidak ada penelitian yang mengaitkan mikroba kulit dengan peradangan autoimun.

Menukil laman The Scientist, para peneliti sebenarnya sudah menduga bahwa epidermis- khususnya keratinosit, sel kulit yang memproduksi keratin-terlibat dalam lupus.

Penelitian ini tidak langsung dilakukan pada manusia. Terui dan rekan-rekannya menggunakan model tikus dari sindrom Sjögren. Sindrom ini memang lebih ringan dari lupus yang juga muncul pada sekitar 20 persen pasien manusia dengan SLE.

Para peneliti mengamati bahwa usapan kulit dari tikus knockout mengandung lebih banyak bakteri Staphylococcus aureus daripada tikus normal. Bukan hanya itu, melalui studi ini peneliti juga menghubungkan dua sitokin, IL-17 dan IL-23, dengan gejala autoimun yang memburuk.

Eksperimen lebih lanjut menunjukkan bahwa keratinosit terlibat dalam menginduksi peradangan autoimun. Meski demikian, para peneliti mengingatkan bahwa disfungsional dalam temuan ini belum secara langsung terkait dengan lupus pada manusia. Penelitian lebih lanjut diperlukan sebelum temuan ini dapat diterjemahkan.

(tst/chs)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK