Hati-Hati Silent Pandemic Mengancam Jiwa Lewat Bakteri dan Luka

CNN Indonesia
Minggu, 04 Des 2022 16:51 WIB
Masalah kesehatan masih menjadi momok utama yang harus diwaspadai. Bukan hanya pandemi Covid-19, pandemi senyap atau silent pandemic juga harus diwaspadai.(saulhm/Pixabay)
Jakarta, CNN Indonesia --

Masalah kesehatan masih menjadi momok utama yang harus diwaspadai. Bukan hanya pandemi Covid-19, pandemi senyap atau silent pandemic juga harus diwaspadai.

Dokter sekaligus Ketua Pusat Resistensi Antimikroba Indonesia (PRAINDO), Harry Parathon mengatakan pandemi senyap yang harus diwaspadai ini adalah resistensi antimikroba atau AMR.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga telah menyatakan bahwa AMR adalah satu dari sepuluh ancaman kesehatan masyarakat di dunia. Penyakit ini terutama jadi ancaman di negara berkembang.

Setiap tahun jumlah kematian akibat AMR ini terus mengalami peningkatan. Maka tak heran angka 10 juta kematian di 2050 pun muncul yang bisa terjadi akibat AMR.

"AMR bahkan dapat menjadi penyebab 10 juta kematian per tahunnya di seluruh dunia pada tahun 2050. Malah bisa lebih cepat mungkin di 2035 sudah terjadi," kata Harry dalam webinar tentang resistensi antimikroba, Selasa (29/11).

Kata dia, masalah ini seharusnya menjadi perhatian utama selain Covid-19. Apalagi pengetahuan masyarakat tentang penyakit ini juga masih tergolong minim. Padahal per 2019 lalu saja sudah ada 4,9 juta orang dari seluruh dunia yang meninggal akibat penyakit ini.

Resistensi antimikroba bisa muncul saat bakteri, virus, jamur, dan parasit berubah dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut merujuk pada tingkat kekebalan makhluk terhadap antibiotik yang ada di tubuh manusia.

"Sehingga membuat infeksi lebih sulit diobati dan meningkatkan risiko penyebaran penyakit hingga kematian," kata dia.

Resistensi antimikroba ini bisa muncul saat penggunaan antibiotik dilakukan sembarangan. Misalnya kelebihan atau kekurangan antibiotik.

Kuman atau bakteri yang harusnya terbunuh justru berkembang biak. Mereka bahkan bermutasi sehingga memperburuk kondisi kesehatan pasien.

Masalah ini bisa muncul jika penggunaan antibiotik dilakukan serampangan. Sayangnya sekitar 70-80 persen orang Indonesia kerap minum obat antibiotik untuk berbagai penyakit sederhana.

"Padahal tidak semua penyakit, perlu diobati dengan antibiotik. Bahkan tidak semua luka luar perlu antibiotik," katanya.

Kata Harry, salah satu area yang saat ini memiliki tingkat penggunaan antibiotik yang tinggi adalah perawatan luka. Saat terjadi AMR maka prosedur manajemen luka akan terpengaruh.

Sebab luka dapat menjadi saluran infeksi. Hal ini memungkinkan masuknya mikroba, termasuk yang resisten antimikroba ke dalam jaringan.

"Infeksi yang disebabkan oleh bakteri resisten antibiotik lebih sulit untuk diobati dan menyebabkan biaya pengobatan yang lebih tinggi, perawatan di rumah sakit yang lebih lama, dan meningkatkan kematian," kata dia.

(chs/chs)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK