Kalang Kabut Pikiran Mereka yang Merana Usai Melahirkan
Riana (36) tak pernah menyangka bahwa kebahagiannya menyambut kelahiran anak pertama berubah jadi ketakutan luar biasa. Beberapa hari setelah pulang ke rumah, bayinya yang bernama Alka tampak kuning karena kadar bilirubinnya tinggi.
Riana melahirkan Alka pada 2016 lalu. Saat itu Riana mengaku kondisi mentalnya langsung drop. Perasaannya tak menentu dan kerap menangis sendirian.
"Kerjaanku nangis melulu di rumah, ngerasa bersalah kok bisa kuning ini bayi. Mulai deh tuh overthinking, apa memang aku nggak bisa ngurus? Apa ASI-ku nggak bagus? Dan lain-lain," kata Riana bercerita soal kondisinya pasca melahirkan kepada CNNIndonesia.com baru-baru ini.
Kondisi mental yang tidak stabil itu membuat Riana sering menelepon suami di kantor untuk mengeluarkan keluh-kesah. Pasalnya, usai melahirkan ia hanya tinggal berdua dengan bayi di rumah.
Menurut Riana, ia sempat ditemani sang ibu usai melahirkan untuk beberapa saat. Namun karena kabar duka dari kerabat, orang tua Riana memutuskan pulang kampung.
Riana mengungkapkan apa yang ia alami merupakan bagian dari gejala baby blues. Riana mengaku merasa beruntung karena suaminya peka dengan kondisi mentalnya saat itu. Bahkan, suami Riana sudah mencari banyak referensi tentang baby blues sejak sebelum ia melahirkan.
Lihat Juga :Hari Guru Sedunia Dedikasi Guru di Daerah, Membagi Ilmu Tanpa Ribut Bayaran |
Mulai dari sedih yang tak berkesudahan, merasa bersalah, hingga ikut menangis saat bayi menangis.
"Bahkan aku ingat sambil nangis ada momen aku bilang, 'kenapa lagi? Mama salah lagi ya?' Jadi ngerasa bersalah mulu gitu. Padahal ternyata misal popoknya penuh, tapi aku bawaannya malah jadi nyalahin diri sendiri."
Dengan kondisi mental pasca melahirkan yang seperti itu, Riana bercerita peran suami sangat membantunya. Sang suami selalu memberikan dukungan dengan sabar dan berusaha menenangkan tiap kali Riana menumpahkan kesedihannya.
Selain itu, kata dia, suami juga ikut bangun malam saat bayi mereka terbangun, mengambil alih pekerjaan rumah, membelikan makanan kesukaan, hingga mengajak jalan Riana di hari libur.
Peran suami juga terasa dalam menyikapi kondisi bayi mereka yang kuning setelah lahir. Kata dia, suami mengambil keputusan-keputusan yang bertujuan menenangkan Riana, seperti tak langsung membawa Alka ke rumah sakit agar Riana tidak semakin panik.
"Dokter kasih saran-saran dan dikasih tenggat seminggu. Alhamdulillah enggak perlu nginep RS, disinar, dan lain-lain. Suamiku rajin ngejemur [bayi] tiap pagi dan [diberi] ASI aja, seminggu bilirubinnya sudah normal."
Riana juga bercerita bahwa ibunya kembali menemani masa-masa sulit itu setelah kembali dari kampung.
Hal tak jauh berbeda dialami Balqis (33) saat melahirkan anak pertamanya Adhara pada 2020 lalu. Balqis mengaku usai melahirkan kondisi mentalnya sangat tidak stabil karena diperparah pandemi Covid-19.
Saat itu ia memang ditemani suami, tapi tidak bisa ditemani ibu yang sangat ia butuhkan saat melahirkan. Hal itulah yang membuatnya sedih bukan main.
"Setelah lahiran, kalau kakak-kakak aku langsung ke rumah ibu. Aku nggak bisa karena Covid dan banyak pertimbangan kalau bayi dibawa ke rumah ibu. Mulai dari lingkungan dan takut banyak tamu yang akan datang ke rumah," kata Balqis.
Kondisi itu kian menjadi-jadi karena satu dan lain hal. Mulai dari kondisi bayi yang sempat kuning, kesulitan menyusui secara langsung, hingga kecemasan sebagai orang tua baru lainnya.
Meski demikian, Balqis tetap bersyukur karena suaminya mau berbagi peran dalam mengasuh anak mereka.
"Karena baru pertama punya anak yang pasti lebih ke saling nguatin. Sama dia bantu gendong atau ganti diapers."
Tak enak hati dengan suami
Nisa (33) teringat masa-masa pasca melahirkan anak pertamanya di akhir 2017. Ia memang tidak mengalami baby blues atau ketakutan lain pasca melahirkan. Namun, ia mengaku kewalahan dalam mengurus bayi seorang diri.
Suami Nisa memang siaga hingga 3 hari pasca melahirkan. Namun, usai cuti dari kantor selesai dan kembali bekerja, Nisa kerap mengaku tak enak hati untuk meminta bantuan kepada suami walau hanya sekadar ikut bangun di malam hari atau menggantikan popok.
"Karena suamiku pulang kerja sudah malam, aku lihat dia sudah capek. Jadi aku nggak tega kalau harus bangunin dia," kata Nisa.
Kondisi yang seperti itulah lantas membuatnya meledak suatu hari. Karena kelelahan bangun malam dan harus mengganti popok, ia tiba-tiba teriak dan marah kepada bayinya.
"Aku sendirian ganti popok. Waktu popoknya belum terpasang sempurna, bayiku pipis lagi dan nyembur ke badanku. Akhirnya aku teriak marah dan nangis. Padahal aku tau anakku belum ngerti apa-apa."
Saat itu terjadi, suami Nisa langsung bangun dan mengambil alih untuk mengganti popok. Nisa pun mengaku sempat berandai-andai jika suaminya mendapatkan cuti lebih banyak.
"Mungkin kalau dia bisa cuti lebih panjang, mengurus bayi akan terasa lebih ringan. Dan aku jadi nggak perlu merasa nggak enak," tuturnya.
(pua/pua)