Muncul Tren Wisata Anti Destinasi yang Dipromosikan Influencer
Influencer biasanya punya peran besar dalam mempromosikan tempat berlibur bagi wisatawan. Namun, ada anggapan bahwa promosi yang dilakukan influencer malah membuat sebuah destinasi wisata menjadi overtourism.
Karena pandangan tersebut, kini muncul tren "anti influencer" untuk mencegah kepadatan wisatawan di sebuah destinasi. Menurut CEO jejaring sosial ASMALLWORLD, Jan Luescher, para wisatawan mulai menghindari rekomendasi destinasi dari para influencer sebagai upaya menghindari tempat yang terlalu ramai.
"Para wisatawan mencari perjalanan yang lebih personal yang berbeda dari rencana perjalanan yang dapat diprediksi dan penuh dengan peluang foto yang dibentuk oleh media sosial," kata Jan.
Salah satu contoh utama destinasi yang menjadi viral berkat para influencer adalah Santorini di Yunani. Pada tahun 2013, saat Instagram pertama kali mendapatkan banyak pengikut, jumlah pengunjung mulai meningkat tajam hingga mencapai total 3,4 juta wisatawan.
Angka tersebut bahkan jauh melebihi jumlah penduduk tetap Santorini yang berjumlah sekitar 20 ribu orang, melansir Mirror.
Sejak saat itu, pulau ini dikenal luas sebagai "Pulau Instagram"-nya Yunani, dengan delapan juta unggahan yang diberi tagar #santorini di platform tersebut. Kini, pulau Santorini telah dibanjiri pengunjung dan memberlakukan pembatasan pengunjung tahun ini.
"Destinasi wisata yang sudah mapan menjadi viral di berbagai platform media sosial seperti TikTok dan Instagram. Kemudian, terus diromantisasi oleh para influencer, sehingga mendorong lebih banyak orang untuk berkunjung," ungkap Jan.
"Hal ini mengakibatkan lonjakan pariwisata secara tiba-tiba, dengan banyaknya orang yang berbondong-bondong ke tempat yang sama di waktu yang sama, yaitu ketika destinasi tersebut sedang populer di platform tersebut,"
"Generasi Z, pengguna utama platform ini, cenderung muncul dalam jumlah besar."
Jan melanjutkan, "Hal ini mengakibatkan kepadatan penduduk dan pariwisata yang berlebihan, baik di tempat-tempat yang dulunya tersembunyi maupun destinasi yang sudah populer, yang pada akhirnya merugikan semua orang, baik wisatawan maupun penduduk lokal."