Kematian Akibat DBD di RI Capai 359 Kasus Sepanjang 2025

CNN Indonesia
Selasa, 29 Jul 2025 12:15 WIB
Ilustrasi. Hingga pekan ke-25 tahun 2025, Kemenkes RI mencatat sebanyak 79.843 kasus DBD, dengan 359 kematian. (ANTARA FOTO/Syaiful Arif)
Jakarta, CNN Indonesia --

Lonjakan kasus demam berdarah Dengue (DBD) kembali mengancam kesehatan masyarakat Indonesia. Hingga minggu ke-25 tahun 2025, Kementerian Kesehatan RI mencatat sebanyak 79.843 kasus DBD, dengan 359 kematian.

Angka ini menjadi sinyal peringatan keras bahwa DBD bukan lagi penyakit musiman yang bisa disepelekan.

Kondisi di tingkat global juga sama mengkhawatirkan. Pada 2024, sebanyak lebih dari 14 juta kasus DBD tercatat di seluruh dunia, jumlah tertinggi sejak sistem pencatatan global diperkenalkan pada 2010.

Dari total itu, Asia menyumbang 884.402 kasus dengan 1.008 kematian. Dengan angka ini, Asia menjadi episentrum baru penyebaran virus Dengue.

Dalam laporan tersebut, Indonesia menempati posisi yang mengkhawatirkan, yakni sebagai negara dengan beban disability-adjusted life years (DALYs) tertinggi akibat Dengue pada 2021. DALYs mengacu pada tahun kehidupan sehat yang hilang akibat kematian dini atau disabilitas berkepanjangan karena suatu penyakit.

Data dari Kemenkes selama tiga tahun terakhir (2021-2024) juga mengungkap bahwa kelompok usia 15-44 tahun paling sering terinfeksi. Selain itu, angka kematian tertinggi terjadi pada anak-anak dan remaja usia 5-14 tahun.

Temuan ini mengonfirmasi bahwa anak dan remaja merupakan kelompok yang paling rentan terhadap dampak serius Dengue.

"Dengue itu bukan penyakit musiman, virusnya ada sepanjang tahun dan bisa menyerang siapa saja, di mana saja, tanpa memandang usia atau gaya hidupnya," ujar dokter spesialis anak konsultan neurologi Atilla Dewanti, melalui keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (28/7).

Dia menjelaskan, gejala DBD sering kali menyerupai flu biasa, yakni demam tinggi mendadak, nyeri kepala, mual, muntah, nyeri otot dan sendi, hingga muncul ruam pada kulit.

Namun, jika tidak dikenali dan ditangani sejak awal, penyakit ini dapat berkembang menjadi dengue shock syndrome (DSS). Ini adalah kondisi yang ditandai dengan perdarahan hebat dan penurunan tekanan darah drastis, bahkan bisa berujung pada kematian.

Ilustrasi. DBD bisa menyerang siapa saja tanpa mengenal jenis kelamin, usia, atau gaya hidup yang dijalani. (iStockphoto/jarun011)

Atilla juga mengingatkan bahwa infeksi dengue bisa terjadi lebih dari satu kali karena virus ini terdiri dari empat serotipe berbeda, yakni DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4.

"Seseorang yang sembuh dari satu jenis virus dengue hanya kebal terhadap serotipe itu saja. Jika nanti terinfeksi oleh serotipe lain, risikonya justru bisa lebih berat," katanya.

Selain itu, yang makin memperparah situasi yakni hingga kini, belum ada obat khusus untuk mengatasi DBD. Penanganan medis masih bersifat simptomatik, yakni hanya meredakan gejala tanpa mengeliminasi virus.

Oleh karena itu, pencegahan menjadi garda utama, salah satunya dengan menerapkan 3M Plus: menguras, menutup, dan mendaur ulang tempat-tempat yang bisa menjadi sarang nyamuk.

Selain itu, kini telah tersedia vaksin Dengue yang bisa menjadi salah satu alternatif perlindungan tambahan, baik untuk anak-anak maupun orang dewasa.

"Untuk mendapatkan perlindungan yang optimal, seseorang perlu mendapatkan vaksin sesuai dengan dosis dan jadwal yang dianjurkan dokter," kata dia.

(tis/asr)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK