Matcha kerap disebut sebagai superfood berkat warna hijau cerah, rasa earthy yang khas, dan kandungan antioksidannya yang tinggi. Minuman ini bahkan menjadi simbol gaya hidup sehat modern, mulai dari kafe kekinian hingga rutinitas wellness harian.
Namun, di balik manfaatnya, matcha juga menyimpan sejumlah risiko jika dikonsumsi berlebihan.
Berbeda dengan teh hijau biasa, matcha dibuat dari daun teh utuh yang digiling menjadi bubuk halus. Artinya, saat meminum matcha, tubuh menyerap seluruh kandungan daun teh, termasuk katekin, kafein, dan L-theanine yang dikenal dapat meningkatkan fokus dan metabolisme.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Meski demikian, para ahli mengingatkan, matcha sebaiknya dikonsumsi dengan bijak. Jika diminum lebih dari dua cangkir per hari, matcha berpotensi memicu efek samping, mulai dari gangguan pencernaan hingga tekanan darah tinggi. Bahkan, dalam kondisi tertentu seperti kehamilan, matcha bisa menjadi minuman yang berisiko.
Melansir Healthshots, matcha dan teh hijau berasal dari tanaman yang sama, Camellia sinensis. Perbedaannya terletak pada cara budidaya dan pengolahannya.
Tanaman matcha ditanam dengan cara dinaungi sinar matahari langsung selama sekitar 20-30 hari sebelum panen. Proses ini meningkatkan kadar klorofil dan asam amino, terutama L-theanine, yang memberi rasa dan profil gizi khas pada matcha.
Setelah dipanen, daun teh dikukus, dikeringkan, lalu digiling menggunakan batu hingga menjadi bubuk hijau terang. Karena seluruh daun dikonsumsi, kandungan zat aktif dalam matcha menjadi jauh lebih pekat dibanding teh seduhan biasa.
Meski banyak kandungan nutrisi yang bisa diserap tubuh, tapi mengonsumsi matcha juga bisa berlebihan terutama jika dikonsumsi terlalu banyak. Berikut sejumlah risiko kesehatan yang bisa muncul jika matcha dikonsumsi secara berlebihan:
Karena berasal dari daun teh utuh, matcha berpotensi mengandung logam berat, pestisida, atau fluoride yang terserap dari tanah. Beberapa penelitian menunjukkan, matcha dari wilayah tertentu bisa mengandung jejak zat berbahaya jika kualitasnya tidak terkontrol.
Matcha mengandung antioksidan hingga tiga kali lebih banyak dibanding teh hijau berkualitas tinggi. Konsumsi katekin dalam jumlah berlebihan dapat memicu mual dan, pada kasus tertentu, berdampak pada fungsi hati atau ginjal.
Ahli gizi Vidhi Chawla menegaskan, "Manfaat matcha itu nyata, tapi risikonya juga ada jika dikonsumsi berlebihan."
Meski sering dikaitkan dengan kesehatan jantung, konsumsi teh hijau termasuk matcha dapat meningkatkan tekanan darah pada sebagian orang. Bagi penderita hipertensi, matcha sebaiknya dikonsumsi dengan sangat hati-hati.
Kandungan kafein dalam matcha menjadi perhatian utama bagi ibu hamil. Asupan kafein berlebih selama kehamilan dikaitkan dengan risiko keguguran, berat badan lahir rendah, hingga gangguan perkembangan janin.
"Ibu hamil sebaiknya menghindari matcha atau mengonsumsinya di bawah pengawasan medis," ujar Chawla.
Meski jarang, matcha dapat memicu reaksi alergi pada sebagian orang, seperti ruam, gatal, pembengkakan, hingga sesak napas. Jika gejala ini muncul, segera cari pertolongan medis.
Minuman panas yang dikonsumsi pada suhu terlalu tinggi dapat merusak lapisan kerongkongan. Kebiasaan ini dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker kerongkongan. Biarkan matcha sedikit mendingin sebelum diminum untuk mengurangi risikonya.
Kandungan polifenol yang tinggi dalam matcha dapat mengganggu sistem pencernaan jika dikonsumsi berlebihan. Efeknya bisa berupa mual, diare, muntah, hingga memperburuk gejala irritable bowel syndrome (IBS).
(tis/tis)