Jakarta, CNN Indonesia -- Sebagai sutradara, Riri Riza mengakui dirinya realis. Dalam artian selalu ingin menggambarkan cerita sesuai dengan kenyataan, baik itu lokasi, cara tokoh berperilaku, berbusana, dan lainnya. Dengan begitu, menurut Riri, penonton dapat menangkap pengalaman sesungguhnya.
“Ketika memfilmkan cerita dari buku, saya selalu berupaya supaya bisa mengambil gambar di tempat aslinya,” ujar Riri saat ditemui di acara diskusi di balik pembuatan film
Sokola Rimba di AtAmerica, Mal Pacific Place, Jakarta Selatan, Kamis (21/8).
Riri menceritakan kisahnya saat mengambil gambar
Sokola Rimba, di mana tokoh dalam film tersebut memerankan dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di film tersebut, masyarakat khususnya anak-anak Orang Rimba berperan sesuai aslinya, mulai dari cara berperilaku, berbicara, berpakaian, dan berinteraksi dengan orang lain.
“Kami termasuk orang-orang beruntung yang dapat berinteraksi dengan mereka. Mungkin saya tidak akan mengalaminya kalau saya hanya bikin film di kota,” kata Riri kemudian tersenyum.
Pria lulusan Institut Kesenian Jakarta ini mengatakan film punya kekuatan untuk dapat menggugah orang banyak. Menurutnya, film bukan hanya berfungsi mengirimkan pesan moral kepada penonton, tetapi juga membuat siapa pun yang menonton bertanya-tanya.
Dalam penggarapan
Sokola Rimba, Riri ingin menunjukkan Indonesia merupakan negara yang sangat luas dan demografi masyarakatnya pun sangat kompleks.
Ia juga ingin memperlihatkan persoalan-persoalan sosial yang terjadi di Indonesia, khususnya persoalan yang selama ini tidak terlihat.
“Film punya kekuatan untuk membawa penontonnya ke sebuah tempat dan pengalaman,” ujar ayah dua anak ini.
****
Penulis buku
Sokola Rimba Butet Manurung turut mengapresiasi gaya realisme yang dianut Riri. Menurutnya, film
Sokola Rimba telah berhasil memvisualisasikan realitas yang dihadapi Orang Rimba.
“Kalau dalam bentuk buku, hanya beberapa orang yang mau baca, sedangkan dengan film, jangkauannya lebih luas,” ujar antropolog lulusan Universitas Padjadjaran ini melalui Skype dalam diskusi
Sokola Rimba di AtAmerica, Mal Pacific Place, Jakarta Selatan, Kamis (21/8).
Dalam bukunya, Butet menceritakan permasalahan yang dihadapi Orang Rimba yang tinggal di Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi.
Orang Rimba mengalami kebingungan karena harus berhadapan dengan modernitas tetapi juga menjunjung nilai-nilai adat yang mereka anut. Dikisahkan bahwa mereka tetap membutuhkan pendidikan, tetapi dengan cara yang berbeda.
“Tujuan pendidikan untuk mereka bukanlah agar mendapat nilai bagus atau pekerjaan yang menjanjikan,” kata Butet. Ia menjelaskan tujuan pendidikan bagi Orang Rimba adalah untuk menjaga eksistensi, bertahan hidup, serta dapat menentukan masa depan.
Menurut Butet, kisah Orang Rimba merupakan permasalahan universal masyarakat adat di dunia. “Saya beberapa kali memutar film ini di Australia. Hasilnya, saya bisa membuat penonton di Australia memahami masalah Orang Rimba yang ada di Indonesia,” kata perempuan bernama asli Saur Marlina Manurung ini.
Selesai menggarap
Sokola Rimba, Riri saat ini tengah menyelesaikan film
Pendekar Tongkat Emas. Tempat pengambilan gambar film yang dibintangi Christine Hakim dan Nicholas Saputra ini berlokasi di Sumba.
“Genre film ini seperti komik silat Indonesia tahun '80-an. Mudah-mudahan bisa ditonton Desember nanti,” kata Riri menutup pembicaraan.