Jakarta, CNN Indonesia -- Jepang punya berbagai macam kerajinan tangan, salah satunya adalah oshibana. Oshibana adalah seni merangkai bunga dengan metode mengeringkan bunganya secara alami dan tetap mempertahankan warna aslinya.
Oshibana berasal dari kata oshi (tekan) dan bana/hana (bunga).
Agar warna asli tetap terjaga, perlu metode khusus dalam mengeringkan bunga dan daun-daun yang digunakan untuk oshibana. Lama pengeringan juga bervariasi, tergantung dari seberapa besar kandungan air dalam tumbuhan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semakin besar kandungan air dalam tumbuhan, maka proses pengeringan akan semakin lama. Namun, rata-rata pengeringan bunga memakan waktu antara lima sampai sepuluh hari.
Untuk mengeringkan bunga atau daun, diperlukan kertas khusus yang mudah menyerap air serta tidak mengandung bahan kimia, seperti tinta.
"Contohnya, kerta buram. Kertas ini cukup mudah diperoleh, lebih murah, dan bisa dipakai berulang-ulang," kata pengajar oshibana Mutia H. Prasodjo saat ditemui di Jak Japan Matsuri, di Plaza Senayan, Jakarta Selatan, Senin (15/9).
Dalam melakukan kerajinan tangan ini, Mutia memperoleh bunga dan daun dari lingkungan sekitar. "Kalau ada bunga atau daun liar, saya pungut. Kadang juga minta ketika resepsi pernikahan," ujarnya.
Mutia menjelaskan cara sederhana mengeringkan bunga atau daun tanpa menghilangkan warna aslinya. Pertama-tama, tumpuk sepuluh kertas buram dan lapisi lagi dengan busa dan kertas minyak. Sesudah itu, barulah meletakkan bunga atau daun yang hendak dikeringkan.
Bunga atau daun tersebut lalu ditutup kembali dengan kertas minyak dan sepuluh lembar kertas buram. Setelah itu, dimasukkan ke dalam plastik dan mulai dilakukan proses penekanan.
"Lalu plastik tersebut dijepit supaya kedap udara dan disimpan di dalam ruangan. Satu hari kemudian bunganya dikeluarkan," ujar Mutia menjelaskan. Proses tersebut kemudian dilakukan berulang-ulang sampai bunga benar-benar kering.
Setelah bunga atau daun tersebut kering, kegiatan merangkai dapat dimulai.
Perajin oshibana dapat sesuka hati merangkai bunga dan daun tersebut. Mutia, misalnya, membuat kalung, jepit rambut, hiasan kulkas, hingga lukisan dengan menggunakan bunga dan daun kering tersebut.
Bunga dan daun kering tersebut juga dapat digunakan menghias gelas atau kartu ucapan. Hasil kerajinan tangan tersebut kemudian ia jual. Untuk kalung dan jepit rambut, dijual dengan harga satuan Rp 150 ribu.
Dalam membuat sebuah lukisan dengan teknik oshibana, Mutia mengaku butuh waktu sebulan.
Beberapa lukisan telah ia hasilkan, salah satunya adalah lukisan perempuan Jepang berbalut kimono. Bila dilihat dari dekat akan jelas bahwa lukisan tersebut terbuat dari rangkaian daun dan bunga kering.
Mutia yang telah menekuni oshibana sejak 2002 melihat antusiasme masyarakat Indonesia terhadap oshibana cukup tinggi.
"Orang Jepang terkenal ulet ketika mengerjakan sesuatu, termasuk kerajinan tangan. Mereka juga menekankan proses daripada hasil. Banyak orang Indonesia suka hal itu," katanya.
Menurut Mutia, kecintaan pada oshibana dapat mengubah sikap hidup seseorang. Salah satunya adalah membuat orang lebih cinta terhadap alam.
"Ketika melihat bunga atau rumput liar, mereka akan ambil untuk oshibana. Selain diubah jadi karya seni yang indah, juga membuat lingkungan bersih" kata Mutia.