Jakarta, CNN Indonesia -- Korea Utara akan membuka diri terhadap para seniman. Rencananya, akan ada akademi seni internasional di sana. Tepatnya, di Pyongyang, ibukota Korea Utara. Para kreatif dari dalam maupun luar Korea Utara bisa bekerja sama. Mengutip
The Guardian, itu digagas oleh sekelompok seniman Norwegia.
Akademi itu dinamai DMZ Academy, yang diambil dari zona perbatasan militer antara Korea Utara dan Korea Selatan. Sebagai pembuka, Agustus 2015 beberapa seniman internasional akan dibawa ke negara terisolasi itu selama dua minggu. Di bawah pengawasan negara, mereka akan bekerjasama dengan pihak Korea Utara.
Bila berhasil, para pendiri berharap dapat mendirikan sekolah seni internasional secara permanen di sana. “Kami berharap dapat menggunakan konsep seni untuk menantang prasangka yang berkembang, baik di dalam maupun luar Korea Utara,” ujar seniman yang bergabung dalam proyek itu, Morten Traavik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, lanjut Traavik, sudah pernah ada pameran fotografi di Pyongyang. Namun, bertemunya seniman dari berbagai tempat untuk berbagi ide dan menciptakan karya, baru pertama kali itu diadakan. Traavik dan rekannya, Henrik Placht berharap dapat menemukan enam kreatif dari luar Korea Utara untuk mengikuti akademi seni yang digagasnya.
Traavik sendiri sudah 10 kali ke Korea Utara dan pernah bekerjasama dengan pejabat kebudayaan setempat. Empat proyek seni pernah ia lakukan di sana. Seperti program lainnya yang telah ia pimpin, Traavik mengakui proyek akademi seninya akan dibatasi. Termasuk apa yang bisa diekspresikan para seniman melalui karyanya.
Seperti diketahui, Pemerintah Korea Utara mengontrol secara ketat interaksi antara warga negara dan pengunjung internasional. “Kritik eksplisit terkait kepemimpinan tentu saja tidak diperbolehkan, tetapi saya tidak ada masalah sama sekali dengan itu,” kata Traavik. “Ini mengenai penghormatan akan norma budaya dan politik,” ia melanjutkan.
Meski pendirian sekolah seni internasional yang permanen masih sangat panjang, beberapa kalangan telah menyuarakan skeptisisme tentang ide itu. “Rasanya akan sangat sulit untuk mencapainya di Korea Utara,” kata Rektor School of Fine Arts Oslo Cecilie Broch Knutsen.
Traavik memang sering dituding terlalu dekat dengan pejabat pemerintahan di Pyongyang. Selama ini, pemerintah Korea Utara dianggap telah melakukan kejahatan serius terhadap rakyatnya. Namun, Traavik menolak anggapan yang mengatakan ia naif atau telah dicuci otaknya.
Ia percaya, berhubungan langsung dengan Korea Utara adalah jalan satu-satunya menerobos mitos-mitos yang diciptakan propaganda pemerintah dan pemberitaan media dunia.
“Tentu saja kami tidak akan membawa seniman seperti Pussy Riot, Tracey Emin, atau Banksy untuk saat ini,” kata Traavik. “Yang kami lakukan adalah memilih seniman yang bisa membawa ide-ide baru tetapi tidak kontroversial.”
“Harus diingat bahwa Korea Utara belum punya catatan pencerahan ketika membicarakan pikiran kritis. Gagasan seni kontemporer sebagai alat kontroversi seolah-olah berasal dari planet lain,” katanya lagi.
Seni visual Korea Utara terbatas pada genre realisme sosialis. Seribu seniman kebanggaan negara ini dipekerjakan untuk perayaan Mansudae Art Studio, yang didedikasikan untuk menciptakan karya seni patriotik baik di dalam maupun luar negeri, dan dijual dengan mata uang asing.
Meski begitu, Traavik berargumen seniman Korea Utara sangat cakap dalam banyak genre, terutama seni pertunjukan. “Pada satu sisi, masyarakat Korea Utara terpusat pada kegiatan pertunjukan. Saya setengah bercanda ketika menyebut negara ini bagaikan pertunjukan yang terbesar dan terpanjang di dunia,” ucapnya.