Memori Perang dalam Graffiti Afghanistan

CNN Indonesia
Kamis, 18 Sep 2014 14:39 WIB
Shamsia Hassani memberi kesan baru mengenai karya seni di Afghanistan. Ia menghasilkan karya-karya yang menunjukkan sisi lain dari Afghanistan.
Graffiti karya Shamsia Hassani
Jakarta, CNN Indonesia -- Lebih dari sepuluh tahun lalu, patung Buddha Bamiyan di Afghanistan dihancurkan oleh Taliban dengan menggunakan dinamit. Kejadian itu menorehkan sejarah pahit dalam dunia seni Afghanistan.

Namun kini Shamsia Hassani memberi kesan baru mengenai karya seni di Afghanistan. Hassani merupakan salah satu seniman graffiti paling terkemuka di Afghanistan. Ia menghasilkan karya-karya yang menunjukkan sisi lain dari Afghanistan.

“Saya ingin mengangkat memori buruk yang disebabkan perang dalam lukisan-lukisan saya,” ujar Hassani.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Bila saya angkat pengalaman buruk itu dalam karya seni yang penuh warna, maka saya dapat menghapus memori tentang perang dari pikiran orang-orang. Saya ingin membuat Afghanistan terkenal akan karya seninya, dan bukan karena perang,” ujarnya lagi.

Graffiti telah terbukti sebagai bentuk kesenian yang sempurna bagi kehidupan modern Afghanistan. Kesenian ini seringkali dijadikan medium demokrasi karena bisa menularkan pesan secara kuat tanpa harus menggunakan kata-kata. Hal ini menjadi efektif mengingat Afghanistan masih menjadi salah satu negara yang tingkat literasinya terendah di dunia.

Galeri seni masih langka di Afghanistan, apalagi di kota-kota yang hancur akibat perang. Namun, para seniman kerap menggunakan dinding dan trotoar yang jumlahnya sangat banyak di Afghanistan. Hassani bahkan membuat graffiti di reruntuhan pusat kebudayaan Rusia di Kabul. Bila graffiti dilarang di negara-negara barat, di Afghanistan kesenian ini diterima.

Hassani mengajar di Fakultas Seni Rupa Universitas Kabul. Ia memutuskan mendalami seni setelah terinspirasi oleh seniman Inggris, Chu, yang menyelenggarakan lokakarya graffiti di Kabul pada 2010.

Namun, bukan berarti Hassani tidak mendapatkan masalah dari hobi yang dikerjakannya itu. Situasi keamanan di Afghanistan masih jauh dari ideal. Apalagi sebagai seniman perempuan, Hassani tidak selalu disambut dengan antusias. Beberapa menganggapnya sebagai perusak, sementara yang lain masih berpikir perempuan seperti Hassani sebaiknya menghabiskan waktu di rumah saja.

Perempuan seringkali dijadikan subjek dalam karya-karya Hassani. Ia seringkali melukis perempuan dalam siluet berwarna biru dan mengenakan burqa. Mereka jauh dari stereotip Taliban. Figur yang diciptakan Hassani merupakan subjek yang aktif, yaitu kuat, dinamis, anggun, atau bahkan terlihat sedang menari.

“Saya ingin menunjukkan perempuan Afghanistan telah kembali dengan sosok yang lebih kuat. Bukan perempuan yang hanya di rumah. Ini adalah perempuan baru. Perempuan yang penuh energi,” katanya.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER