DRAMA KELASWARA JAYENGTRESNA

Cabang Wayang Klasik yang Jarang Dipentaskan

CNN Indonesia
Senin, 22 Sep 2014 14:42 WIB
Tatik Kartini Mustikahari,  sutradara pementasan ini mengatakan sengaja memilih drama menak dengan kisah ini karena  termasuk cerita yang semakin langka dipentaskan.
Drama Menak Kelaswara Jayengtresna, Teater Wayang TMII, Jakarta (21/9) (Mohammad Safir Makki/CNN Indonesia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sepasang penari, pria dan wanita, melenggok mesra dalam gerakan yang lembut. Gamelan mengiringi gerakan mengalun dalam irama nan syahdu. Sekilas orang boleh menyangka mereka sedang menarikan tari Jawa klasik tentang sepasang kekasih yang sedang kasmaran.

Tapi lihatlah mendekat, banyak hal-hal unik yang membedakan pasangan penari ini dengan tarian Jawa klasik lainnya. Lain pula dengan kisah percintaan dalam cerita Ramayana.

Tangan sang penari tidak bergerak sampai jemari. Gerak lengan hingga pergelangan sama halnya dengan tarian Jawa klasik pada umumnya. Namun jemari sang penari bergerak lebih kaku. Empat jadi rapat dan lurus, ibu jadi membentuk huruf L nan tegas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Inilah sendratari golek menak Kelaswara Jayengtresna yang ditampilkan oleh Sanggar Surya Kirana di Teater Wayang Indonesia, Gedung Wayang Kautaman Taman Mini Indonesia Indah, Pondok Gede, Jakarta, Minggu (21/9).

Tatik Kartini Mustikahari, sutradara pementasan ini kepada CNN Indonesia mengatakan sengaja memilih drama menak dengan kisah ini karena termasuk cerita yang semakin langka dipentaskan.

"Awalnya setahun lalu kami mau meminjam tempat ini untuk pementasan karya saya yang bukan wayang," kata Tatik mengenang.

Namun kemudian dia ditantang oleh pengelola Teater Wayang untuk membuat pementasan wayang. "Kalau Ramayana atau Mahabarata orang sudah tahu, tapi tidak demikian dengan wayang menak terutama di Jakarta," kata Tatik.

Sukses dengan pementasan Adaninggar Kelaswara tahun lalu, tahun ini Tatik bersama Sanggar Surya Kirana membawakan kisah cinta Kelaswara Jayengtresna ini.

Kisah cinta berakhir bahagia

Dikisahkan Putri Kelaswara berangkat ke medan perang sebagai panglima atas perintah Raja Kelanjajali dari Kerajaan Kelan yang tak lain adalah ayahandanya sendiri.

Bukan panah dan tombak yang kemudian membuat Kelaswara luluh di medan laga. Tapi tak lain adalah panah cinta Tiyang Agung Jayengtresna, yang seharusnya menjadi musuhnya. Sejoli ini akhirnya sepakat mengikat janji.

Tantangan datang dari Raja Kelanjajali dan saudara Kelaswara, Tasik Wulan, yang tak terima Kelaswara menjalin kasih dengan Jayengtresna.

Di keputren Kelaswara pertarungan adu kekuatan antara Raja Kelanjajali dan Jayengtresna terjadi. Raja Kelanjajali tersungkur kalah dan mengakui kedigdayaan Sang Raja dari negeri seberang. Kelanjajali akhirnya merestui dan merelakan bangsanya mengikuti agama suci yang dibawa Jayengtresna.

Layaknya sebuah drama romantis berakhir bahagia, kisah Kelaswara Jayengtresna berakhir bahagia, dengan cintalah sebagai pemenangnya.

Tarian peninggalan Sultan Hamenku Buwono IX

Indonesia sangat kaya akan jenis wayang. Mulai dari potehi, wayang kulit, wayang beber, wayang golek, hingga wayang suket. Sejauh ini yang banyak dikenal orang memang baru yang mengangkat kisah Ramayana dan Mahabarata.

"Nah wayang golek menak ini secara khusus mengambil kisah dari Hikayat Amir Hamzah yang disadur oleh seniman Solo, Raden Ngabehi Yosodipuro," kata Tatik. Dari buku saduran karya Amir Hamzah alias Wong Agung Jayengrono itu kemudian Sultan Hamengku Buwono IX menciptakan gerakan tarian golek menak. Gerakan karya Sang Sultan kemudian oleh para seniman tari dibakukan pada tahun 1965.

"Sultah Hamengku Buwono IX saat membuat gerakan ini terilhami oleh gerak wayang golek Sunda. Itulah mengapa jika dilihat gerakan penari, seperti tangan dan leher terlihat seperti patah-patah," kata Tatik. Namun Sultan Hamengku Buwono IX juga mengadopsi beberapa gerakan dari silat Sunda dan silat Minang untuk adegan pertarungan.

"Sementara untuk pertunjukan di Jakarta ini saya juga menyesuaikan dengan kondisi penari di Jakarta. Jadi bisa dibilang ini adalah tari menak yang inovatif," kata Tatik.

Diakui sebagai cabang dari tari klasik Yogyakarta, golek menak memiliki kekhasan yang terpancar tak hanya dari alur cerita dan gerakan. Tapi juga pada penokohan dan tata busana.

Alur cerita golek menak umumnya mengangkat kisah-kisah kepahlawanan dalam proses pengislaman di sejumlah wilayah yang diselingi dengan cerita percintaan. "Intinya adalah cerita-cerita tentang penyebaran agama Islam yang disebut dalam cerita sebagai agama suci," kata Tati.

Nafas Islam dalam cerita ini juga mengejewantah dalam berbagai detail dalam pertunjukan. Misalnya tembang-tembang pembuka yang berisi Salawat Nabi dan Ilir-ilir yang merupakan gubahan Sunan Kali Jaga.

Kostum para pemain juga terlihat lebih tertutup. Seluruh tokoh pemeran menggunakan baju atau kebaya berlengan panjang dari bahan beludru atau satin dengan sulaman benang emas.

Jamang atau hiasan kepala para penari pada beberapa pemeran juga tampak pengaruh Asia Tengah dan Timur Tengah. Yakni semacam topi yang digunakan para penari sufi di Turki.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER