KOLEKSI PIRINGAN HITAM

Tren Piringan Hitam, Anak Kandung Budaya Pop

CNN Indonesia
Selasa, 07 Okt 2014 13:04 WIB
Menikmati musik dengan piringan hitam kembali menjadi tren di Indonesia. Pengamat musik, Denny Sakrie menilai, itu tak lepas dari pengaruh budaya pop.
Ilustrasi (GettyImages/Chris King)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menikmati musik dengan piringan hitam kembali menjadi tren di Indonesia. Pengamat musik, Denny Sakrie menilai, tren peredaran piringan hitam yang menggeliat akhir-akhir ini disebabkan pengaruh budaya pop yang kuat.

Denny tak menepis, tren itu dipengaruhi remaja-remaja hipsters yang menganggap bahwa memegang piringan hitam adalah sesuatu yang keren. Imbuhnya, tren itu pun tak luput dari pengaruh film-film Hollywood yang kerap menampilkan romantika piringan hitam.

Ia mencontohkan film High Fidelity (2000) yang menyuguhkan kios-kios penjual piringan hitam bekas. Dalam Almost Famous (2000), juga diperlihatkan adegan reporter muda yang mendapatkan warisan piringan hitam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Di 500 Days Of Summer juga ada adegan romantis yang diiringi alunan lagu dari piringan hitam,” tutur Denny saat ditemui di Kemang, Jakarta, Kamis (2/10).

Selain itu, adanya gerakan Records Store Day di Amerika Serikat sejak 2008, menurut Denny, juga ikut ambil bagian dalam memopulerkan kembali piringan hitam.

Gerakan yang digagas anak-anak muda itu bertujuan memperkenalkan sekaligus mengajak masyarakat Amerika Serikat untuk kembali mengunjungi toko-toko musik dan membeli rilisan fisik.

Di Indonesia, Records Store Day mulai populer di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta.

Mengenal masa lalu

Meski didominasi budaya pop, Denny menilai tren piringan hitam tak selamanya negatif. Itu juga bisa menjadi ajang belajar sejarah musik Indonesia bagi kaum muda.

“Terlepas dari sisi hipsters, ini sesuatu yang bagus. Mereka mau menggali lagu-lagu Indonesia yang sudah langka,” kata Denny. Lebih lanjut ia menjelaskan, tren piringan hitam bisa menjadi ajang untuk mengenalkan kembali musisi-musisi Indonesia di masa lalu.

Menurutnya, kemauan anak muda penggemar piringan hitam untuk menggali lebih dalam soal sejarah musik Indonesia, bisa menyambung kembali missing link. Selama ini, ia menilai itu sebagai penyakit yang menghambat regenerasi musik Indonesia.

“Tanpa ini, anak muda mungkin tidak kenal siapa Bing Slamet,” katanya mencontohkan.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER