KERONCONG BELUM MATI

Sang Penjaga Tradisi Keroncong Tugu

CNN Indonesia
Rabu, 29 Okt 2014 14:33 WIB
Keroncong Tugu bertahan berkat kegigihan pelakunya untuk melestarikan: terus dimainkan dan tak putus diestafet ke generasi muda.
Keroncong Tugu dilestarikan dengan cara diestafet ke generasi muda. (CNN Indonesia/Kiky Makkiah)
Jakarta, CNN Indonesia -- Perawakannya kurus, berkulit gelap dengan rambut kemerahan terpapar sinar matahari. Tapi siapa kira pria kelahiran 1969 ini memikul beban berat di pundaknya: melestarikan musik keroncong.

Adalah Guido Quiko, generasi keempat dari keluarga Quiko, keluarga penjaga gawang tradisi keroncong di bumi Nusantara. Ia lahir dan tumbuh besar di Kampung Tugu, sebuah perkampungan kecil di pesisir utara Jakarta, yang dianggap titik nol musik keroncong di Indonesia.

Keturunan pertama Quiko di Kampung Tugu, Joseph Quiko, adalah orang yang pertama kali membuat orkes keroncong di kampung tersebut. Pada 1925 silam, ia membentuk Orkes Poesaka Krontjong Moresco Toegoe-Anno 1661. Angka 1661 merujuk pada tahun pertama kedatangan keturuan Portugis di Kampung Tugu. Konon nama Tugu sendiri diambil dari kata Por-tugu-ese.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Estafet kepemimpinan orkes keroncong di Tugu terus berlanjut sampai sekarang. Tercatat ada nama Yakobus Quiko, Samuel Quiko, hingga kini Guido Quiko. Seiring perkembangan zaman, makin banyak pula orkes keroncong yang muncul di Kampung Tugu, salah satunya adalah Kerontjong Toegoe Cafrinho yang saat ini dipimpin oleh Guido Quiko sendiri.

"Itu semua hanyalah sebuah panggilan hati kami sebagai masyarakat Kampung Tugu keturunan Portugis yang mencintai budaya kami," ucap Guido Quiko kepada CNN Indonesia, saat ditemui Jumat  lalu (24/10).

Seperti diketahui, musik keroncong sendiri awalnya adalah musik Portugis. Ukulele cak dan cuk sejatinya adalah transformasi dari alat musik tradisional Portugis yakni prounga dan macina yang pada masa lalu dibuat sendiri oleh masyarakat Kampung Tugu.

Orkes Kerontjong Toegoe Cafrinho pimpinan Guido sampai hari ini masih tetap memainkan lagu-lagu lama warisan leluhurnya, seperti Kerontjong Moresco dan Oud Batavia. Karena hubungan kuat antar keturunan Portugis, Guido mengatakan kelompoknya juga pernah diundang secara khusus oleh pemerintah Timor Leste.

Regenerasi yang terus berlanjut

Salah satu alasan mengapa keroncong dari Kampung Tugu bisa bertahan selama puluhan tahun adalah soal regenerasi musisi. Menurut penuturan Guido, ia tak bosan mengajak anak-anak muda di Kampung Tugu untuk bergabung dan berlatih bersama orkesnya.

"Setiap pertemuan bulanan saya selalu mengajak warga untuk terus mengangkat budaya kami. Keroncong Tugu punya sejarah besar yang harus terus dilestarikan sampai ke anak cucu," tuturnya.

Respon keluarga di Kampung Tugu pun diakui Guido cukup baik. Dukungan datang silih berganti dari komunitas lain yang ada disana. Guido menambahkan, bila ada kelebihan dari hasil pentas ia juga senantiasa memberikan kontribusi pada masyarakat.

Di tengah gempuran modernitas yang menerpa seluruh aspek kehidupan, Guido mengaku akan tetap mempertahankan apa yang diajarkan oleh para leluhurnya. Meski kini musik keroncong telah banyak mengalami perubahan, ia tidak akan merubah ciri khas dari keroncong khas Kampung Tugu karena hal itu adalah bagian dari sejarah.

"Karena akar keroncong berada di Tugu, maka biarlah kami tetap seperti ini," kata Guido.

Guido juga menjelaskan ia tengah berusaha menyiapkan kemasan keroncong yang dikombinasi dengan pertunjukan teater. Hal ini dia lakukan agar musik keroncong bisa tetap eksis di industri musik Indonesia.

Guido mengkritik media-media nasional terutama televisi swasta yang enggan mengangkat musik keroncong ke permukaan. "Entah kenapa kalau yang diangkat musik keroncong mereka bilang selalu rugi," ujar Guido lalu tertawa.

"Meski tak ada dukungan, kami tidak akan mundur. Kami akan tetap maju dengan keroncong," katanya menutup pembicaraan.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER