Jakarta, CNN Indonesia -- Cangik menjadi juri yang bertugas memilih satu Maharaja dari enam calon, yaitu Santunu Garu, Dundung Bikung, Graito Bakari, Burama-Rama, Binanti Yugama, dan Jaka Wisesa.
Cangik kemudian memanggil tokoh-tokoh besar dunia wayang untuk ikut menjadi juri dalam sayembara ini. Mereka adalah Semar, sang panakawan senior, Betari Permoni ratu para setan, Betara Narada perdana menteri para dewa, Raden Gatotkaca wakil Pandawa, Raden Lesmono wakil Kurawa, dan Riri Ratri putri raja Kediri.
Teater Koma kembali menampilkan lakon terbarunya dengan judul
Republik Cangik. Produksi ke-136 dari Teater Koma ini akan dipentaskan di Gedung Kesenian Jakarta pada 13 hingga 22 November mendatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pementasan ini berkisah tentang Cangik, panakawan perempuan dari Kerajaan Mandura yang bertugas memilih pemimpin Negeri Suranesia setelah Maharaja Surasena, pemimpin sebelumnya, meninggal dunia.
Mengangkat unsur feminisme
Dalam setiap pementasan, sutradara serta penulis naskah Nano Riantiarno seringkali menggelitik para penonton dengan suguhan cerita yang tak jauh-jauh dari kondisi politik di Tanah Air. Pada Republik Bagong misalnya, pementasan tersebut sangat pas dengan pemerintahan Gus Dur.
"Di akhir cerita, Bagong dikisahkan tinggal sendiri, persis seperti Gus Dur yang ditinggal sendirian di akhir kepemimpinannya. Sementara, Republik Togog bercerita soal kemunafikan," kata Nano di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Senin (3/11). Di sisi lain, Republik Petruk mengisahkan ketakutan akan pihak asing.
Kini, ia mengangkat unsur feminisme dengan menampilkan sosok Cangik dan Limbuk. "Pemerintahan sekarang mengangkat delapan menteri perempuan. Sangat banyak dibandingkan pemerintahan sebelumnya yang hanya ada dua atau empat menteri perempuan. Sekarang adalah saatnya perempuan bicara akan segala hal," kata Nano.
Namun, Nano kemudian berkata, "Tapi Cangik dan Limbuk punya atasan, yaitu Baladewa. Saat akhir pertunjukkan juga saya turunkan wayang Kurawa. Silakan tafsirkan sendiri."
Nano bercerita menulis naskah Republik Cangik lima bulan lalu. Sementara, Rita dan Tuti yang memerankan Cangik dan Limbuk mengaku telah latihan intensif sejak Agustus lalu. Teknik vokal dan ikatan peran dengan pemain lain jadi tantangan terberat bagi mereka.
"Selama tiga jam pertunjukan saya harus mengeluarkan vokal yang sesuai dengan karakter Cangik yang sangat berbeda dengan warna suara saya. Butuh energi yang besar dan harus banyak latihan teknik vokal dan pernapasan," kata Rita kepada CNN Indonesia saat ditemui seusai menunjukkan bakat aktingnya.
Meski sebelumnya pernah berkolaborasi dengan Tuti sebagai Cangik dan Limbuk, mereka mengaku harus tetap melatih
chemistry di antara mereka, juga dengan pemain-pemain lain.
"Harus banyak riset lagi seperti apa karakter Cangik. Saya dan Tuti melakukan akting cakar-cakaran tetapi harus memikirkan juga bagaimana supaya akting tersebut terlihat artistik," katanya.
Senada dengan Rita, Tuti juga mengatakan teknik vokal jadi hal yang sangat diperhatikan dalam peran ini. Belum lagi, kostum yang berat dan besar yang harus dipakainya agar menyerupai karakter Limbuk.
"Bisa dibayangkan bagaimana saya melakukan akting berkelahi dengan kostum sebesar itu," kata Tuti sambil menunjuk kostum berwarna dominasi merah dengan semburat emas yang besarnya melebihi dua kali lipat ukuran tubuhnya.
"Para pemain memang harus menaklukkan kostum, sesulit apapun itu," kata Rita kemudian mengakhiri pembicaraan.
Digarap para seniman handal Pementasan ini merupakan lakon keempat yang berjudul Republik dan menggunakan nama tokoh panakawan. Sebelumnya, ada
Republik Bagong, Republik Togog, dan
Republik Petruk.Tiap lirik lagu dalam Republik Cangik digubah menjadi komposisi musik oleh Idrus Madani dan diaransemen Fero A. Stefanus. Sementara arahan gerak oleh Elly Luthan.
Adapun, karakter Cangik diperankan oleh Rita Matu Mona yang telah bermain teater lebih dari 34 tahun, sementara Limbuk diperankan oleh Tuti Hartati yang telah punya pengalaman 14 tahun di bidang teater.
Secara keseluruhan, terdapat 84 orang yang memegang andil dalam pementasan ini, yaitu 9 pemusik, 35 aktor dan aktris, dan 40 pekerja di belakang layar.
Aktor dan aktris kawakan juga turut ambil peran, di antaranya Budi Ros, Subarkah Hadisarjana, Anneke Sihombing, Dorias Pribadi, Alex Fatahillah, Ohan Adiputra, Daisy Lantang, Ratna Ully, Raheli Dharmawan, Supartono JW, dan Emmanuel Handoyo.
Pemain muda seperti Bayu Dharmawan Saleh, Angga Yasti, Suntea Sisca, Ade Firman Hakim, dan Rangga Riantiarno juga ikut ambil bagian.
Artistik latar dunia wayang dikerjakan oleh Onny Koes, sementara cahaya digarap oleh Deray Setyadi. Di sisi lain, sekitar 90 kostum dalam pementasan ini dikerjakan oleh Rima Ananda Omar dengan sentuhan tata rias Sena Sukarya.
"Seni tradisional atau etnik yang saya tampilkan lewat kostum bukan hanya soal motif Batik tetapi juga bentuk busananya. Saya banyak 'menabrakkan' unsur modern dan tradisional, misalnya kostum Cangik yang ada unsur futuristiknya," kata Rima yang mengaku membutuhkan waktu tiga bulan dalam pengerjaan kostum.
Harga tiket berkisar antara Rp 100 ribu sampai Rp 300 ribu. Namun, sebagian tiket akan diberikan secara gratis untuk para pelajar dan guru.
"Ada 100 tiket yang disediakan bagi pelajar dan guru. Ini sudah kelima kalinya kami memberikan tiket gratis melalui program Apresiasi Nonton Pertunjukkan Teater," kata Kepala Program Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian saat konferensi pers.