Jakarta, CNN Indonesia -- Di film
Blackhat garapan Michael Mann yang bakal rilis Jumat (16/1) mendatang, akan ada bangunan-bangunan khas Indonesia yang bisa dikenali. Di antaranya: Patung Pembebasan Papua Barat, kapal tradisional di Pelabuhan Sunda Kelapa, juga gedung hijau di Tanah Abang.
Blackhat memang mengambil gambar di Jakarta, Indonesia sejak tahun lalu. Mann datang bersama pemeran utama film, seperti Chris Hemsworth ke Lapangan Banteng dan beberapa lokasi lain. Lewat film itu, Indonesia bisa muncul di layar bioskop penjuru dunia, termasuk Hollywood.
Sejatinya, kisah tentang peretasan siber itu bukan satu-satunya film asing yang menggunakan Indonesia sebagai latar pengambilan gambar. Dirangkum CNN Indonesia, berikut enam film yang syuting dengan lingkungan sekitar Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indonesia menjadi salah satu lokasi sentral di film garapan Michael Mann ini. Bagaimana tidak. Peretas yang meledakkan nuklir di Tiongkok ternyata melakukannya dari Jakarta, Indonesia. Tak ayal, pengambilan gambar pun banyak dilakukan di Negeri Khatulistiwa ini.
Sekitar Agustus tahun lalu, Mann membawa kru dan bintang-bintang filmnya ke Jakarta. Salah satunya, Chris Hemsworth yang memerankan salah satu peretas berbakat, Nicholas Hathaway. Mereka melakukan syuting di Lapangan Banteng, Tanah Abang, Pelabuhan Sunda Kelapa, Apotek Melawai, dan salah satu kolong jembatan layang.
Maka, jangan kaget jika menemui kapal-kapal tradisional Indonesia, Patung Pembebasan Papua Barat, dan gedung hijau pusat perbelanjaan Tanah Abang saat menonton film yang tayang Jumat (16/1) mendatang ini. Wajah masyarakat asli dan bahasa ibu juga ada di Blackhat.
Di film ini, Jakarta disandingkan dengan kota di negara lain seperti Los Angeles, Hong Kong, dan Malaysia. Mann menerangkan, ia mengambil latar di Indonesia karena mengagumi keindahan lokasi yang penuh warna, keunikan kebudayaan, dan keramahan masyarakatnya. Penggarap The Insider, Miami Vice, Collateral, dan Public Enemies itu ingin membuat film lain di sini.
Sementara Hemsworth mengaku punya kedekatan emosional dengan Indonesia. Ia beberapa kali berlibur ke Bali. Pernikahan dengan istrinya, Elsa Pataky pun dilakukan di Pulau Sumba.
Bentangan sawah nan hijau dan eksotisme budaya 'menghipnotis' Julia Roberts untuk kembali ke Indonesia melalui film Eat Pray Love. Setelah melakukan perjalanan pencarian jati diri dan tujuan hidup ke berbagai negara, Roberts menuntaskan pengembaraannya di Indonesia.
Di Ubud, sebuah desa di Bali, Roberts yang memerankan penulisnya sendiri, Elizabeth Gilbert akhirnya menemukan keseimbangan antara kedamaian diri dan cinta sejati. Di sana ia seperti menemui hidup yang begitu tenang.
Bagi penonton film Eat Pray Love, pemandangan alam Ubud juga 'menghipnotis' untuk kemudian membeli tiket berlibur ke Bali. Tidak seperti Kuta atau Seminyak yang identik dengan semarak pesta, Ubud menyajikan bagian lain dari Bali.
Bukan hanya keindahan alam Indonesia yang memikat dalam film tahun 2010 itu. Eat Pray Love juga menyandingkan Roberts dengan bintang Indonesia, Christine Hakim. Padahal, keterlibatan Christine tanpa sengaja. Ia yang kebetulan berada di Bali, hanya berniat membantu kru film yang kesulitan perizinan.
Kalau ada wajah bule 'berkeliaran' di sekitar Candi Borobudur, mungkin itu biasa. Tapi, lain cerita jika wajah itu ternyata milik Mickey Rourke dan Kellan Lutz. Keduanya aktor Hollywood. Rourke merupakan aktor kelahiran New York yang membintangi Iron Man 2 dan Man of Fire. Sementara Lutz, merupakan pemeran vampir Emmet di film fenomenal Twilight.
Apa yang keduanya lakukan di Borobudur? Yang jelas bukan berlibur. Rourke dan Lutz merupakan dua bintang Java Heat. Film garapan Conor Allyn itu bercerita soal aksi terorisme di Indonesia, dan memakai Candi Borobudur sebagai salah satu latarnya. Selama lebih dari sebulan mereka mengambil gambar di Magelang dan Yogyakarta.
Saat pemutaran perdana film di kawasan Kuningan, Oktober 2013 lalu Conor yang juga menggarap film Merah Putih mengatakan, syuting di Borobudur merupakan idenya. Sang ayah, Rob Allyn yang kebetulan tengah menggarap film dokumentasi kelaparan di Jawa Timur, akhirnya tertarik. Mereka lalu mendapat izin khusus melakukan adegan tembak-menembak di candi.
"Saya yakin ini film pertama yang syuting di Borobudur. Keren," ujar Lutz berkomentar.
Dalam film itu, ia dan Rourke beradu akting dengan bintang-bintang Indonesia seperti Atiqah Hasiholan, Rio Dewanto, Ario Bayu, Verdi Solaiman, Rudi Wowor, Mike Lucock, dan Tio Pakusadewo. Akting mereka dipuji habis.
Cinta Laura menjadi Utami, salah satu pelajar Indonesia yang ikut kuliah filosofi bersama 19 pelajar lain dari seluruh dunia, dalam film The Philosophers. Mereka diminta membayangkan masuk ke dunia lain setelah terjadinya bom nuklir.
"Ada bunker yang hanya bisa menampung 10 orang saja. Makanya dari 20 murid itu terpaksa saling bunuh untuk bertahan hidup. Filmnya benar-benar keren dan menegangkan," kata Cinta menceritakan soal film garapan John Huddles itu.
Pengambilan gambar film itu kebanyakan di Indonesia. Cinta ikut syuting di Jakarta, Bromo, Candi Prambanan, dan Belitung. Sisa adegannya, dilanjutkan pelantun Oh Baby itu, dituntaskan di Universal Studio Los Angeles, di sela waktu libur kuliah Cinta.
Munculnya Prambanan, Bromo, dan lokasi khas Indonesia lain di film ini, diakui Menteri Kebudayaan dan Pariwisata kala itu, Jero Wacik sebagai salah satu jalan mempromosikan negeri. Kemenbudpar saat itu langsung mendukung penuh dengan melibat dua direktur jenderal dalam pembuatan film: Dirjen Pemasaran Pariwisata dan Dirjen Nilai Seni Budaya dan Film.
Huddles sang sutradara menuturkan, ia memutuskan menggunakan Indonesia sebagai latar film karena negeri ini merupakan tempat persilangan budaya dunia. Sehingga, itu cocok dengan jalan cerita film.
Disutradarai oleh sineas Inggris, Stephen Sheil, Dead Mine dibintangi beberapa aktor Indonesia. Ario Bayu, Joe Taslim, Mike Lewis, dan Bang Tigor terlibat dalam film yang berkisah tentang petualangan menegangkan di sebuah tambang pulau terpencil Indonesia itu.
Seluruh adegan film Dead Mine diambil di Infinites Studio, Nongsa, Batam, Indonesia. Kecanggihan teknologi dan kelihaian sutradara membuat film itu seperti benar-benar digarap di Hollywood. Apalagi film itu juga melibatkan pemain dari Inggris, Malaysia, dan Singapura.
Dirilis awal tahun 2013, hak tayang Dead Mine langsung laris dibeli delapan negara. Film itu diputar juga di Afrika Selatan, Kanada, Amerika Serikat, Australia, Filipina, Singapura, dan tentu saja Inggris. Mike Wiluan, pemilik Infinites Studio mengaku memang ingin membangun fondasi bagi kemajuan perfilman Indonesia.
Ia ikut bahagia saat Indonesia laris menjadi latar film-film dari seluruh dunia. Saat Michael Mann menggarap Blackhat di Jakarta, ia ikut membantu sutradara Public Enemies itu. Menurutnya, itu film Hollywood besar pertama yang syuting di Jakarta, Indonesia.
Film ular raksasa anaconda yang pernah amat populer sekitar tahun 2004, ternyata juga mengambil lokasi syuting di Indonesia. Kalimantan, salah satu pulau terbesar di Indonesia, menjadi lokasi sentral petualangan para pemeran film garapan Dwight H. Little itu.
Anaconda mengisahkan sekelompok ilmuwan yang harus ke Kalimantan untuk mengambil bunga suci. Bunga itu dipercaya akan membawa keuntungan bagi banyak umat manusia. Ia bisa membuat hidup lebih sehat dan awet muda lebih lama. Bunga itu bernama blood orchid alias anggrek hitam, yang memang merupakan bunga langka dari Indonesia.
Dalam perjalanan yang melintasi sungai dan hutan rawa Kalimantan itulah, mereka diburu ular besar yang diketahui bernama anaconda. Di film, ular besar itu ditampilkan dengan efek CGI. Namun sebenarnya, legenda anaconda memang tidak asing bagi Kalimantan dan Indonesia.
Film Anaconda: The Hunt for the Blood Orchid sendiri memang banyak dikritik. Tapi setidaknya, film ini berani mengeluarkan uang untuk syuting di Indonesia. Wajah penduduk lokal juga sekilas muncul dalam film ini.