Jakarta, CNN Indonesia -- "Tidak bisa dipungkiri kita sering ingin lari dari keadaan,” kata Adinia Wirasti, yang dikenal publik lewat aktingnya sebagai Carmen dalam film debutnya,
Ada Apa dengan Cinta? (AADC, 2002).
Tentu saja Asti, demikian ia biasa disapa, tak memilih hal negatif sebagai jalan keluarnya. “Sebagai artis, kita kan, lari dari keadaan. Kalau olahraga, lari betulan.”
Sejak lama, Asti memang kecanduan dua kegiatan ini: akting dan olahraga. Pemilik tubuh atletis ini sama-sama serius melakukan keduanya secara berbarengan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ditemui CNN Indonesia, baru-baru ini, ia pun sedang menjalani aktivitas favoritnya, olahraga, di kawasan Panglima Polim, Jakarta Selatan.
Keseriusan Asti di ranah perfilman dibuktikan dengan prestasi. Ia berhasil meraih Piala Citra sebagai Pemeran Pendukung Perempuan Terbaik Festival Film Indonesia 2005.
Penghargaan tersebut merupakan ganjaran bagi akting di film ke-duanya,
Tentang Dia (2005). Sejak itu, nyaris tak ada tahun yang terlewati tanpa wajah Asti di film layar lebar Indonesia.
Satu dasawarsa berkiprah di dunia hiburan, dia dinobatkan sebagai Aktris Terbaik dalam perhelatan Piala Citra 2013 lewat film
Laura & Marsha. Kariernya pun semakin mulus.
Lebih jauh, penggemar shabu-shabu ini menceritakan bagaimana rasa dan keberuntungan mampu membuatnya bertahan di jagat hiburan Tanah Air.
Tidak mudah bagi perempuan kelahiran Jakarta, 19 Januari 1986 silam ini, untuk memilih antara seni peran dan olahraga. Dua dunia ini amat dicintainya.
"Itu adalah dua hal yang saling mendukung satu sama lain," kata Asti.
Menurutnya, pekerjaan di dunia hiburan relatif tidak sehat, baik secara psikologis maupun fisik. Kesibukan syuting menuntut banyak waktu, ditambah pola makan yang sulit diatur.
"Tahu sendiri kan, dunia syuting. Makanya di luar itu semua aku mau gaya hidup yang sehat," tuturnya.
Untuk menyehatkan tubuh dan menjaga kebugaran, Asti rajin berolahraga, mulai dari Total Resistance eXercise (TRX), zumba, hingga yoga.
Dia mengatakan, olahraga membantunya menyusun kembali waktu, pikiran, dan hidup yang kerap kali kacau akibat kesibukan syuting.
"Tidak bisa dipungkiri kita sering ingin lari dari keadaan. Sebagai artis, itu kita kan lari dari keadaan. Kalau olahraga lari betulan," katanya sembari tertawa renyah.
Meskipun sering merasa lelah, Asti mengaku, amat menikmati pekerjaannya memerankan karakter orang lain di film.
Konsekuensi berkiprah di ranah hiburan, mau tak mau menjadi pusat perhatian publik dan pers. Popularitas dirasakan Asti sebagai tantangan terberat.
Tuntutan untuk senantiasa berpenampilan prima, mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki, membuat Asti lelah. Ia punya cara tersendiri untuk “ngumpet.”
"Sebisa mungkin aku ingin tampil berbeda supaya orang enggak mengenaliku," kata Asti. Disadarinya, terkadang hal ini kurang baik mengingat popularitas adalah konsekuensi profesinya.
Dalam pandangan Asti, aktris sering dipandang negatif oleh sebagian masyarakat hanya karena memakai pakaian atau sepatu yang tidak sesuai tren fesyen terkini.
"Sangat melelahkan bagi perempuan untuk selalu pakai maskara, tatanan rambut hits, atau bagaimana," ia mengeluh.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, gadis keturunan Jawa ini mengatakan, harus tebal kuping alias tidak serta merta menelan mentah-mentah apa yang dikatakan orang.
Terhitung sebelas film layar lebar yang pernah dibintangi Asti dari debut AADC? hingga film terbarunya yang segera tayang di bioskop, Kapan Kawin? (2015).
Bagi dara berkulit eksotis ini, setiap film memiliki kesan masing-masing. Menurutnya, tidak adil jika menyebut satu film lebih berkesan dari yang lainnya.
"Aku tidak ingin menganaktirikan film-filmku karena buat aku karya itu seperti anak sendiri," kata Asti beranalogi.
Layaknya anak-anak kesayangan, Asti menyatakan, rela melakukan apa saja demi membela film-filmnya. Sebaliknya, dia akan merasa terluka jika filmnya dipandang rendah.
"Untuk film, apa-apa dibela-belain, dan sepertinya luka kalau misalnya penontonnya cuma sekian," kata dara berusia 29 tahun. Mengingat masa awal kariernya dulu, Asti menceritakan, dirinya merasa sangat takjub saat film AADC? ditampilkan perdana di layar lebar.
Keterlibatan di film garapan Rudi Soedjarwo itu pula yang membuatnya tertarik untuk terjun di bidang seni peran. Namun, keputusan untuk betul-betul menekuni dunia ini muncul saat ia bermain di film Tentang Dia.
"Begitu kembali ke lokasi film ternyata kangen. Syuting itu menyenangkan" katanya. “Saat itu, aku merasa mandiri. Jadi, iya ya, sudah deh di dunia film saja.”
Waktu itu, sang ayah menginginkan Asti melanjutkan pendidikan ke sebuah perguruan tinggi ternama di Jakarta. Tetapi Asti justru telanjur cinta dengan dunia yang baru saja dia tekuni.
"Jadi bapak aku waktu itu tanya 'Bagaimana kamu sudah diterima (kuliah) belum?' Saya jawab, 'Enggak, tapi aku dapat Piala Citra,’” Asti mengisahkan.
Keberhasilan meraih Piala Citra pertamanya tersebut membuat Asti meminta izin pada sang ayah untuk meneruskan karier di bidang perfilman. Demi menyenangkan sang ayah, ia melanjutkan studi.
Ia pun mendalami kepiawaian di bidang seni peran, berkuliah di jurusan Screenplay, New York Film Academy, Los Angeles, Amerika Serikat pada 2009.
Biarpun Piala Citra sudah dalam genggaman, bagi Asti, penghargaan tertinggi bukan berwujud trofi, melainkan apresiasi penonton.
Menurut dara yang hobi makan ini, menjadi bintang film bukan hal yang mudah termasuk di antaranya harus rela berjuang menurunkan atau menambah berat badan dalam waktu singkat demi totalitas peran.
"Suatu kali, ada orang yang datang tiba-tiba menghampiri aku terus bilang 'Mbak, thank you ya sudah main jadi Gia dalam film 3 Hari untuk Selamanya. Gia menginspirasi aku untuk jujur pada diri sendiri," tuturnya.
Dia melanjutkan, "Aku merasa sangat terhormat, menurutku itu adalah penghargaan tertinggi."
Demi mempertahankan apa yang telah dicapainya, Asti pun terus belajar dan berlatih. Selain berkuliah di bidang perfilman, dia juga banyak belajar dari para senior, Slamet Rahardjo, Didi Petet, dan Yayu A. W. Unru.
"Mereka mengajarkan teknik-teknik vokal di akting, teknik menjaga rasa dan kontinuitas," kata aktris yang mengaku masih sering kesulitan dalam melakukan alih suara atau dubbing.
Semasa kecil, Asti mengaku tidak mirip sama sekali dengan tokoh Carmen yang melejitkan namanya di panggung hiburan. Tidak seperti Carmen yang tomboy, Asti gemar ke salon dan pernah menjadi anggota tim pemandu sorak alias cheerleader.
Kesamaannya dengan Carmen hanyalah sifat masa remajanya dulu yang pemarah dan mudah tersulut emosi. Asti sendiri percaya bahwa seorang aktris perlu memasukkan karakter dirinya pada karakter yang diperankan, juga sebaliknya.
Menurutnya, karakter diri dan tokoh yang diperankan harus saling memiliki. "Landasan dalam berkarya adalah rasa dan jatuh cinta. Kalau tidak fall in love with the character, itu sulit pasti syutingnya," kata Asti.
Dia menambahkan, agar dapat bertahan di industri hiburan, selain menjalaninya dengan sepenuh rasa dan kecintaan, dibutuhkan juga kesabaran, kerja keras, keseriusan, dan tentu saja keberuntungan.
"Saya sabar dan tidak terburu-buru. I took one step at a time. I am taking my time to learn to be good in the industry," ujar dara cantik peraih gelar Aktris Pemeran Pembantu Terpilih Piala Maya 2012 untuk perannya dalam film Arisan! 2.
Latar belakang pendidikan di jurusan Screenplay dari New York Film Academy membekali Asti dengan kemampuan membedah skenario atau naskah film.
"Kalau kita bisa bedah skenario akan lebih bagus, tapi jadi pemilih," kata Asti yang menyayangkan masih banyak film di Indonesia yang naskahnya kurang bagus.
Meski demikian, penggemar film Maleficent dan Night at the Museum tersebut menyatakan, keterampilan membedah naskah membuatnya lebih bertanggung jawab dalam memberikan masukan kepada sutradara.
Selain itu berbekal pendidikan penulisan naskah, Asti sudah menuliskan sekitar empat naskah film dan satu karya panggung. Akan tetapi, salah satu Juri FFI 2014 ini masih malu menunjukkan karyanya tersebut.
"Masih belum pede, belum terkumpul percaya dirinya. Respon orang suka sih, cuma akunya yang masih banyak cincong nanti lagi lah ditunjukkannya," tuturnya sembil tersipu.
Kepiawaian Asti bermain peran di film layar lebar tidak dapat diragukan lagi. Aktris yang mengidolakan bintang Hollywood Cate Blanchett ini telah menuai beragam prestasi.
Tidak cukup kiprahnya di seni modern, gadis yang pernah bercita-cita menjadi sastrawan ini ingin menjajal panggung seni tradisional.
"Yang belum kesampaian itu bermain wayang orang dan menari Jawa," kata Asti. Darah Jawa memang mengalir deras di dalam diri perempuan ini. Sebelumnya, dia pernah memerankan tokoh wayang Sinta dalam pagelaran wayang urban oleh pedalang Nanang Hape.
Asti juga mengaku, banyak inspirasi dalam hidupnya diambil dari seorang tokoh wayang bernama Batara Guru.
"Batara Guru itu rajanya dewa tapi masih mau mengakui bahwa beliau banyak kesalahan. Dan beliau enggak segan-segan untuk memperlihatkan keselahannya," tutur Asti kagum.
Menurut pemeran Dinda dalam film Kapan Kawin? ini, setiap orang butuh mengakui kesalahan untuk menunjukkan bahwa, "Saya makhluk yang selalu butuh belajar."