Jakarta, CNN Indonesia -- Kekisruhan yang terjadi selepas kicauan Joko Anwar mengenai delegasi Indonesia ke ajang Berlin Film Festival alias Berlinale ternyata berbuntut panjang. Beberapa sineas mewakili masyarakat pegiat film mendatangi Direktur Pengembangan Industri Perfilman Kemenparekraf, Armien Firmansyah, Rabu (4/2).
Armien menerima para sineas di kantornya, Gedung Film, Jalan MT Haryono Jakarta Selatan. Sineas yang hadir termasuk Reza Rahardian, Dewi Irawan, dan Wulan Guritno.
(Baca juga: Cuitan Joko Anwar Bikin Pejabat Kebakaran Jenggot)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pernyataannya, Armien mengakui kekisruhan yang disebabkan oleh beredarnya foto dokumen delegasi Indonesia ke Berlin Film Festival berkop Kementerian Pariwisata Indonesia merupakan kesalahannya. Dalam dokumen itu, tersebut nama-nama perwakilan Indonesia ke Berlinale, yang tak populer di kalangan sineas.
"Saya mengakui salah karena tidak berkoordinasi dengan Badan Perfilman Indonesia (BPI) sehingga ada salah komunikasi, saya bersedia bertanggung jawab," ujar Armien di hadapan para sineas.
Namun, tidak cukup sampai di situ. Para sineas mempertanyakan berbagai hal, seperti nama-nama yang tidak dikenal, dan tidak tercantumnya mereka yang justru mendapatkan nominasi dalam Berlinale ke-65 tahun ini. Salah satunya, Wregas Bhanuteja yang filmnya bakal diputar.
"Kami ingin mendapatkan kejelasan alasan di balik keputusan nama-nama tidak dikenal itu keluar," ujar Reza Rahardian, dengan tegas.
Selain menuntut kejelasan atas 10 nama yang diduga bodong tersebut, para sineas juga mempertanyakan anggaran yang digunakan guna mengirim delegasi Indonesia. Dalam dokumen yang bocor ke publik, tercantum keterangan bahwa semua biaya yang berkaitan dengan penugasan dibebankan pada DIPA Direktorat Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Tahun 2015 dengan surat Nomor: SP DIPA-040.11.1.902688/2015, 14 November 2014.
Keberangkatan dibatalkanNamun, alih-alih memberikan penjelasan tuntas, Armien justru menuturkan pihaknya telah membatalkan keberangkatan 10 nama yang ada dalam dokumen. Padahal, Indonesia telah membayar satu gerai pameran dalam ajang Berlinale 2015. Kata Armien, gerai itu dibayar oleh
event organizer, bukan dengan uang APBN.
"Nanti saya yang akan mengganti kerugian tersebut," ujarnya menambahkan.
Lebih lanjut ia menjelaskan, awalnya kementerian hanya ingin mengikuti European Film Market guna mempromosikan film-film Indonesia. Karena itu, delegasi yang dikirim lebih banyak dari EO dan kementerian. Guna memperlancar pengurusan visa, ia menyebut pekerjaan mereka sebagai aktris, aktor, maupun pengamat film.
Ia juga mengakui, soal itu pihaknya kurang berkoordinasi dengan BPI dan tergesa-gesa mencantumkan 10 delegasi itu.
Namun, jawaban itu tak memuaskan para sineas. Dalam diskusi yang berlangsung selama kurang lebih dua jam, sineas merasa kementerian tidak secara gamblang menjawab tuntutan para mereka. Para sineas tampak masih menyimpan gondok atas permasalahan yang terakumulasi selama bertahun-tahun. Pemerintah dianggap tidak serius memajukan perfilman Indonesia.
"BPI tidak dilibatkan sama sekali dalam rencana keikutsertaan delegasi Indonesia ke festival tersebut, karena itu BPI tidak mengetahuipersis kompetisi para delegasi yang tercantum berangkat ke Berlinale 2015," ujar Kemala Atmojo, Ketua BPI dalam pernyataan resminya.
Reza menambahkan, "Kami para sineas bersama BPI akan mencari tahu kronologi yang jelas dan siapa yang bertanggung jawab. Kekecewaan ini sudah terlalu lama disimpan. Selama ini kami selalu berbicara dalam lingkungan internal, sudah saatnya semua orang mengetahui kondisi yang sebenarnya."
Menurutnya, momen ini bisa dijadikan ajang koreksi bagi sineas maupun pemerintah. Namun yang terpenting baginya, kelak pemerintah harus transparan dan bertanggung jawab setiap memberangkatkan delegasi atas nama film Indonesia ke festival internasional.
"Kalau tidak, ini akan terjadi lagi. Nanti akan dicari sistem yang lebih tepat, semoga pemerintah punya jawaban konkret untuk masalah ini," ujar bintang Habibie & Ainun itu.
(rsa/rsa)