Jakarta, CNN Indonesia -- Pengalaman menggarap album solo di Amerika Serikat (AS), sejak 2002, ternyata tak cukup berdaya membulatkan tekad seorang Dewa Budjana untuk meniti karier bertaraf internasional.
Ia juga tak berminat menetap di luar negeri untuk menjalin relasi yang lebih luas dan menggelar konser besar-besaran, seperti dilakukan Anggun Cipta Sasmi yang menetap di Eropa sejak remaja, juga di Kanada.
“Saya lebih senang dan bangga berpentas keliling Indonesia,” kata sang gitaris saat berbincang dengan awak media di acara peluncuran album solo ke-delapan
Hasta Karma di sebuah kafe di Kemang, Jakarta Selatan (25/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal musisi papan yang diajak bekerja sama di album baru ini tak main-main. Selain Joe Locke (vibrafon), juga Ben Williams (upright bass) dan Antonio Sanchez (drum).
Dua nama yang disebut terakhir itu merupakan personel Pat Metheny Unity Group. Sanchez tak lain otak di balik pembuatan musik pengiring (scoring) film kaliber Oscar,
Birdman.
“Saya senang formasi ini, melibatkan berbagai bangsa,” kata gitaris grup band Gigi. “Suatu keberuntungan mereka mau diajak bekerja sama. Rasanya beda bermain musik dengan musisi yang memiliki nama besar.”
Tak hanya Sanchez, Budjana juga berpengalaman bekerja sama dengan
drummer andal lainnya. Sebut saja, Peter Erskin, Vinnie Colaiuta, Chad Wackerman, Jack DeJohnette, dan Gary Husband.
Alasan pria 52 tahun yang bernama asli I Dewa Gede Budjana menggandeng
drummer tenar, sejak tiga tahun terakhir, karena ia hanya menguasai melodi, dan memiliki kelemahan di ritme.
Musisi kelahiran Waikabubak, Sumba Barat, 30 Agustus 1963, belajar main gitar di usia tujuh tahun. Sempat membentuk band pertama Squirrel, pada 1980. Bakat musikalnya makin terasah sejak bertemu jazzer legendaris Jack Lesmana.
Bergabung dengan Gigi sejak 1994 dan merilis 24 album bersama grup band yang digawangi vokalis Armand Maulana ini. Tiga tahun kemudian, merintis solo karier, dan tetap berkiprah bersama Gigi.
Sangat disayangkan, “
go international” ala Budjana hanya sebatas menggarap album bersama musisi di luar negeri. Padahal jika saja mau rutin berkonser, ia bisa memamerkan karya sekaligus mengibarkan pamor Indonesia.
Apalagi tak sedikit media asing yang terpincut karyanya. Majalah
Guitar Player dan
Downbeat yang terkenal “sulit ditembus,” bahkan memberikan pengakuan atas album ke-tujuh Budjana,
Surya Namaskar (2014).
 Dewa Budjana dan sang produser, IGN Bagus Wijaya Santosa, saat peluncuran album Hasta Karma di Kemang, Jakarta (25/2). (CNNIndonesia/Makiyah Munawaroh) |
Sejauh ini, Budjana sudah merilis delapan album solo, dari
Nusa Damai (1997),
Gitarku (2000),
Samsara (2003),
Home (2005),
Dawai in Paradise (2011),
Joged Khayangan (2013),
Surya Namaskar (2014), dan
Hasta Karma (2015).
Terhitung sepanjang karier solonya, Budjana sudah delapan kali mengedarkan album di Tanah Air, dan empat kali di ranah musik internasional. Album anyar yang dirilis tahun ini bermakna delapan (
hasta) dan perbuatan (
karma).
Komposisi di album ke-delapan yang dibuat Budjana yaitu
Saniscara, Desember, Jayaprana, Ruang Dialisis, Just Kidung, Payogan Rain. Lagu lawas
Ruang Dialisis yang direkam ulang, berisi vokal sang nenek, Jro Ktut Sidemen.
"Jazz dipadu world music." Demikian Budjana menyebut musiknya. Namun sekali lagi, dunia yang dimaksud adalah sebatas produksi musiknya saja, sementara soal pasar internasional, diakui Budjana, ia tak “ribet” soal itu.
(vga/vga)